Jadi, The Fed Pangkas Suku Bunga Acuan Berapa Banyak Nih?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 July 2019 12:20
Jadi, The Fed Pangkas Suku Bunga Acuan Berapa Banyak Nih?
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS menjadi isu paling 'hot' yang mendikte pergerakan pasar keuangan dunia dalam beberapa waktu terakhir.

Wajar jika arah kebijakan tingkat suku bunga acuan The Fed bisa mendikte pasar keuangan dunia. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas oleh The Fed, tingkat suku bunga kredit di AS bisa diturunkan sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Kala roda perekonomian AS berputar kencang, perekonomian dunia juga akan melaju di level yang tinggi. Maklum, AS merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.

Sebaliknya, kala The Fed menerapkan kebijakan suku bunga acuan tinggi, laju perekonomian dunia akan relatif lesu.

Jika diingat, pada awal tahun 2019 The Fed masih bersikukuh bahwa arah kebijakannya terkait dengan suku bunga acuan adalah pengetatan (menaikkan). Seiring berjalannya waktu, arah kebijakan bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut pun berubah, yang tadinya pengetatan menjadi netral (menahan tingkat suku bunga acuan).

Kini, arah kebijakan The Fed terkait dengan suku bunga acuan sudah berubah lagi menjadi pelonggaran. Pada tanggal 10 Juli waktu setempat, The Fed merilis risalah (minutes of meeting) dari pertemuannya pada bulan Juni.

Melalui risalah ini, semakin terkonfirmasi bahwa The Fed memiliki intensi untuk memangkas tingkat suku bunga acuan dalam waktu dekat, kemungkinan pada bulan ini juga. Para pejabat bank sentral Negeri Paman Sam memandang bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan perlu dieksekusi guna menjaga laju perekonomian.

"Beberapa anggota melihat bahwa pemangkasan federal funds rate dalam waktu dekat dapat membantu meminimalisir dampak dari guncangan terhadap ekonomi di masa depan," tulis risalah rapat The Fed, dilansir dari CNBC International.

Perang dagang antara AS dengan China menjadi faktor yang dianggap berpotensi membawa guncangan bagi perekonomian AS. Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

"Para anggota secara umum setuju bahwa risiko terhadap prospek perekonomian telah meningkat semenjak pertemuan pada bulan Mei, utamanya risiko yang berkaitan dengan negosiasi dagang yang tengah berlangsung dan perlambatan ekonomi di negara-negara lain."


Selain itu, optimisme bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas juga membuncah lantaran The Fed mengungkapkan kekhawatirannya terkait dengan inflasi yang terus-menerus berada di bawah target.

"Beberapa anggota juga melihat bahwa inflasi yang terus-menerus berada di bawah target berisiko untuk melemahkan ekspektasi inflasi di masa depan yang pada akhirnya akan memperlambat kenaikan bertahap dari inflasi itu sendiri ke target yang sebesar 2%," tulis risalah itu lebih lanjut.

Kemudian, sinyal kuat bahwa The Fed akan segera memangkas tingkat suku bunga acuan datang dari testimoni Jerome Powell selaku Gubernur The Fed di hadapan anggota kongres AS.

Dalam testimoni pada bulan ini di hadapan House Financial Services Committee terkait laporan kebijakan moneter semi tahunan, Powell secara detil memberikan penilaiannya terkait dengan laju perekonomian dunia hingga bauran kebijakan moneter yang akan dieksekusi dirinya dan koleganya di The Fed.

CNBC International mencatat bahwa dalam testimoninya di hadapan House Financial Services Committee, setidaknya 26 kali kata 'ketidakpastian' diucapkan oleh suksesor dari Janet Yellen itu. 'Ketidakpastian' yang diucapkan Powell mengacu kepada berbagai macam hal, seperti prospek perekonomian AS, rendahnya tekanan inflasi, perang dagang AS-China, hingga konsumsi rumah tangga.

Berikut contoh kutipan dari Powell yang mengandung kata 'ketidakpastian':
  • "Kami telah sepakat untuk memulai lagi diskusi dengan China dan itu merupakan langkah yang konstruktif, namun itu tidak menghilangkan ketidakpastian yang kami lihat membebani prospek perekonomian secara keseluruhan."
  • "Intinya bagi saya adalah ketidakpastian terkait pertumbuhan ekonomi global dan perdagangan terus membebani prospek perekonomian AS dan di samping itu, inflasi terus berada di level yang rendah."

Pengulangan kata 'ketidakpastian' yang begitu sering menunjukkan bahwa Powell Powell memberi sinyal yang kuat terkait dengan pemangkasan tingkat suku bunga acuan.

Kini, pelaku pasar 100% yakin bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas oleh The Fed pasca menggelar pertemuan selama dua hari pada pekan depan, tepatnya pada tanggal 30-31 Juli.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 27 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan bulan ini adalah sebesar 78,6%.

Sementara itu, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas hingga 50 bps berada di level 21,4%. Jika ditotal, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas (baik itu 25 bps maupun 50 bps) sudah mencapai 100%.

[Gambas:Video CNBC] Kini, the million-dollar question yang menghinggapi benak pelaku pasar keuangan di seluruh dunia adalah: hanya 25 bps atau bisa sampai 50 bps?

Sekedar mengingatkan, probabilitas The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps pada bulan ini sempat meroket ke atas 50%. Belum lama ini, John Williams selaku New York Federal Reserve President mengatakan bahwa The Fed perlu untuk “bertindak cepat” di tengah pelemahan ekonomi yang saat ini tengah terjadi, dilansir dari CNBC International.

“Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana,” kata Williams.

Namun kemudian, Federal Reserve Bank of New York mengeluarkan pernyataan yang menyebut bahwa pernyataan dari Williams bersifat akademis dan tidak mencerminkan arah kebijakan moneter dari bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut.

Untuk diketahui, dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuannya, The Fed memperhatikan dua indikator utama yakni inflasi dan pasar tenaga kerja.



Berbicara mengenai inflasi, The Fed menggunakan Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index sebagai ukurannya. Target jangka panjang untuk inflasi ada di level 2%. Untuk data teranyar yakni periode Mei 2019, Core PCE price index tercatat hanya tumbuh sebesar 1,6% YoY, sangat jauh di bawah target The Fed.

Namun di sisi lain, pasar tenaga kerja AS bisa dibilang bergairah. Pada bulan Juni, data resmi dari pemerintah AS mencatat bahwa tercipta sebanyak 224.000 lapangan pekerjaan (sektor non-pertanian), jauh mengalahkan konsensus yang sebanyak 162.000 saja, seperti dilansir dari Forex Factory. Penciptaan lapangan kerja pada bulan Juni juga jauh mengalahkan capaian pada bulan Mei yang sebanyak 72.000 saja.

Kemudian, tingkat pengangguran per akhir Juni diumumkan di level 3,7%, di mana level tersebut berada di dekat kisaran terendah dalam 49 tahun terakhir.

Jadi, kalau dari dua indikator utama yang diperhatikan The Fed dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuannya, terbilang sulit untuk mengharapkan The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan secara agresif. Walaupun inflasi masih berada jauh di bawah target Powell dan koleganya, pasar tenaga kerja AS saat ini sedang bergairah.




Lebih lanjut, kecilnya kemungkinan bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps pada bulan ini datang dari hasil pertemuan European Central Bank (ECB) selaku bank sentral dari negara-negara pengadopsi mata uang Euro.

Pada pekan ini, ECB mengumumkan bahwa main refinancing rate, lending facility rate, dan deposit facility rate dipertahankan masing-masing di level 0%, 0,25% dan -0,4%.

Dalam konferensi pers, Gubernur ECB Mario Draghi menyatakan bahwa kemungkinan perekonomian zona euro mengalami resesi sangat kecil. Draghi yang akan digantikan oleh Christine Lagarde (mantan Direktur Pelaksana IMF) pada 1 November nanti juga melihat bahwa dalam jangka menengah, inflasi diperkirakan akan meningkat akibat berlanjutnya ekspansi ekonomi serta pertumbuhan upah yang cukup bagus.

Pernyataan Draghi tersebut memberikan pesan yang kuat bahwa pelonggaran kebijakan moneter yang akan dieksekusi ECB di masa depan tidak akan terlalu agresif.

Padahal, saat ini perekonomian zona euro dinilai oleh pelaku pasar sedang sangat tertekan. Salah satu indikator lesunya perekonomian zona euro bisa dilihat dari aktivitas sektor manufakturnya.

Sepanjang tahun 2019, tercatat hanya satu kali Manufacturing PMI zona euro berada di atas 50, yakni pada awal tahun. Mulai dari Februari hingga Juli, Manufacturing PMI zona euro selalu berada di bawah 50. Sebagai informasi, angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi aktivitas manufaktur jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.



Dalam publikasi World Economic Outlook (WEO) edisi Juli 2019 yang dirilis pada pekan ini, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan bahwa perekonomian zona euro hanya akan tumbuh sebesar 1,3% pada tahun 2019, jauh menurun jika dibandingkan pertumbuhan tahun 2018 yang mencapai 1,9%.

Kalau perekonomian zona euro yang sudah begitu tertekan saja tak bisa memaksa bank sentralnya untuk bersikap sangat dovish, dikhawatirkan perekonomian AS yang relatif lebih kuat akan membuat The Fed bersikap sangat konservatif dalam melakukan pelonggaran kebijakan moneter.

Untuk tahun ini, IMF memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,6%. Walaupun ada penurunan, namun tak sedalam yang diproyeksikan IMF akan terjadi pada perekonomian zona euro. Pada tahun 2018, perekonomian AS tercatat tumbuh sebesar 2,9%.

Dengan memperhatikan berbagai hal di atas, Tim Riset CNBC Indonesia meyakini bahwa tingkat suku bunga acuan hanya akan dipangkas sebesar 25 bps oleh The Fed dalam pertemuan bulan ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Stimulus Baru The Fed, Bakal Beli Obligasi Korporasi Individu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular