Rupiah Terlemah di Asia, Akhir Pekan Macam Apa Ini...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 July 2019 16:07
Rupiah Terlemah di Asia, Akhir Pekan Macam Apa Ini...
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah trhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah bahkan menjadi mata uang terlemah di Asia. 

Pada Jumat (26/7/2019), US$ 1 dihargai Rp 13.999 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,17% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya ke posisi terlemah sejak 11 Juli. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,11%. Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin melemah dan dolar AS kembali ke kisaran Rp 14.000. 


Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 



Depresiasi bukan monopoli rupiah, sebagian besar mata uang utama Asia mengalami hal yang sama. Hanya rupee India dan peso Filipina yang masih bisa menguat. 

Namun depresiasi 0,17% membuat rupiah 'spesial'. Rupiah adalah mata uang terlemah di Asia, penghuni dasar klasemen mata uang utama Benua Kuning. Sungguh bukan cara yang enak untuk mengakhiri pekan. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16: WIB: 





(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS tidak hanya menguat di Asia, tetapi secara global. Pada pukul 15:28 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,08%. 

Kekuatan dolar AS datang dari hasil rapat Bank Sentral Uni Eropa (ECB). Presiden Mario Draghi memang masih menahan suku bunga acuan deposit rate di -0,4%. Namun komentar yang menyertainya membuat pelaku pasar yakin ECB bakal menurunkan suku bunga acuan cepat atau lambat. 

"Proyeksi kami awalnya akan terjadi rebound (di perekonomian Eropa) pada semeter II-2019. Namun sekarang, tanda-tanda yang muncul justru pelemahan. Jadi rebound itu sepertinya menjadi sulit," kata Draghi dalam jumpa pers usai rapat, dikutip dari Reuters. 

Draghi benar. Data-data terkini di Benua Biru memang mengecewakan.  

Pada Mei, produksi industrial Zona Euro turun 0,5% secara year-on-year (YoY). Lebih dalam ketimbang bulan sebelumnya yang turun 0,4% YoY. Produksi industrial di Eropa sudah tujuh bulan tidak tumbuh positif. 

Kemudian pada Juni, inflasi Zona Euro berada di 1,2% YoY. Ini menjadi titik terendah sejak April 2018, menandakan permintaan di kawasan tersebut masih lambat. 

"Prospek perekonomian memburuk, manufaktur memburuk. Risiko yang ada mengarah ke bawah (downside)," lanjut Draghi. 

Oleh karena itu, konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan ECB akan menurunkan suku bunga sebesar 10 basis poin (bps) menjadi -0,5% pada September. Sudah minus, semakin minus pula. 

Ini membuat berinvestasi di mata uang euro menjadi kurang menarik. Dibandingkan dengan dolar AS, di mana suku bunga acuan Negeri Paman Sam meski kemungkinan turun tetapi masih positif, euro tentu kalah saing. Jadilah dolar AS semena-mena dan menguat terhadap berbagai mata uang, termasuk rupiah. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular