Tembus Rp 14.000/US$, Rupiah Terlemah di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 July 2019 12:19
Tembus Rp 14.000/US$, Rupiah Terlemah di Asia
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Bahkan dolar AS sudah kembali ke kisaran Rp 14.000. 

Pada Jumat (26/7/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.005. Rupiah melemah 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,11%. Seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam dan dolar AS kembali menembus level Rp 14.000. 


Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini: 

 


Sebenarnya wajar rupiah melemah, karena para tetangganya juga begitu. Namun dengan depresiasi 0,21%, rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 12:14 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS tidak hanya menguat di Asia, tetapi secara global. Pada pukul 11:54 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,03%. 

Kekuatan dolar AS datang dari hasil rapat Bank Sentral Uni Eropa (ECB). Presiden Mario Draghi memang masih menahan suku bunga acuan deposit rate di -0,4%. Namun komentar yang menyertainya membuat pelaku pasar yakin ECB bakal menurunkan suku bunga acuan cepat atau lambat. 

"Proyeksi kami awalnya akan terjadi rebound (di perekonomian Eropa) pada semeter II-2019. Namun sekarang, tanda-tanda yang muncul justru pelemahan. Jadi rebound itu sepertinya menjadi sulit," kata Draghi dalam jumpa pers usai rapat, dikutip dari Reuters. 

Draghi benar. Data-data terkini di Benua Biru memang mengecewakan.  

Pada Mei, produksi industrial Zona Euro turun 0,5% secara year-on-year (YoY). Lebih dalam ketimbang bulan sebelumnya yang turun 0,4% YoY. Produksi industrial di Eropa sudah tujuh bulan tidak tumbuh positif. 

Kemudian pada Juni, inflasi Zona Euro berada di 1,2% YoY. Ini menjadi titik terendah sejak April 2018, menandakan permintaan di kawasan tersebut masih lambat. 



"Prospek perekonomian memburuk, manufaktur memburuk. Risiko yang ada mengarah ke bawah (downside)," lanjut Draghi. 

Oleh karena itu, konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan ECB akan menurunkan suku bunga sebesar 10 basis poin (bps) menjadi -0,5% pada September. Sudah minus, semakin minus pula. 

Ini membuat berinvestasi di mata uang euro menjadi kurang menarik. Dibandingkan dengan dolar AS, di mana suku bunga acuan Negeri Paman Sam meski kemungkinan turun tetapi masih positif, euro tentu kalah saing. Jadilah dolar AS semena-mena dan menguat terhadap berbagai mata uang, termasuk rupiah.  


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular