
Rupiah Terlemah di Asia, Akhir Pekan Macam Apa Ini...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 July 2019 16:07

Dolar AS tidak hanya menguat di Asia, tetapi secara global. Pada pukul 15:28 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,08%.
Kekuatan dolar AS datang dari hasil rapat Bank Sentral Uni Eropa (ECB). Presiden Mario Draghi memang masih menahan suku bunga acuan deposit rate di -0,4%. Namun komentar yang menyertainya membuat pelaku pasar yakin ECB bakal menurunkan suku bunga acuan cepat atau lambat.
"Proyeksi kami awalnya akan terjadi rebound (di perekonomian Eropa) pada semeter II-2019. Namun sekarang, tanda-tanda yang muncul justru pelemahan. Jadi rebound itu sepertinya menjadi sulit," kata Draghi dalam jumpa pers usai rapat, dikutip dari Reuters.
Draghi benar. Data-data terkini di Benua Biru memang mengecewakan.
Pada Mei, produksi industrial Zona Euro turun 0,5% secara year-on-year (YoY). Lebih dalam ketimbang bulan sebelumnya yang turun 0,4% YoY. Produksi industrial di Eropa sudah tujuh bulan tidak tumbuh positif.
Kemudian pada Juni, inflasi Zona Euro berada di 1,2% YoY. Ini menjadi titik terendah sejak April 2018, menandakan permintaan di kawasan tersebut masih lambat.
"Prospek perekonomian memburuk, manufaktur memburuk. Risiko yang ada mengarah ke bawah (downside)," lanjut Draghi.
Oleh karena itu, konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan ECB akan menurunkan suku bunga sebesar 10 basis poin (bps) menjadi -0,5% pada September. Sudah minus, semakin minus pula.
Ini membuat berinvestasi di mata uang euro menjadi kurang menarik. Dibandingkan dengan dolar AS, di mana suku bunga acuan Negeri Paman Sam meski kemungkinan turun tetapi masih positif, euro tentu kalah saing. Jadilah dolar AS semena-mena dan menguat terhadap berbagai mata uang, termasuk rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Kekuatan dolar AS datang dari hasil rapat Bank Sentral Uni Eropa (ECB). Presiden Mario Draghi memang masih menahan suku bunga acuan deposit rate di -0,4%. Namun komentar yang menyertainya membuat pelaku pasar yakin ECB bakal menurunkan suku bunga acuan cepat atau lambat.
"Proyeksi kami awalnya akan terjadi rebound (di perekonomian Eropa) pada semeter II-2019. Namun sekarang, tanda-tanda yang muncul justru pelemahan. Jadi rebound itu sepertinya menjadi sulit," kata Draghi dalam jumpa pers usai rapat, dikutip dari Reuters.
Pada Mei, produksi industrial Zona Euro turun 0,5% secara year-on-year (YoY). Lebih dalam ketimbang bulan sebelumnya yang turun 0,4% YoY. Produksi industrial di Eropa sudah tujuh bulan tidak tumbuh positif.
Kemudian pada Juni, inflasi Zona Euro berada di 1,2% YoY. Ini menjadi titik terendah sejak April 2018, menandakan permintaan di kawasan tersebut masih lambat.
"Prospek perekonomian memburuk, manufaktur memburuk. Risiko yang ada mengarah ke bawah (downside)," lanjut Draghi.
Oleh karena itu, konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan ECB akan menurunkan suku bunga sebesar 10 basis poin (bps) menjadi -0,5% pada September. Sudah minus, semakin minus pula.
Ini membuat berinvestasi di mata uang euro menjadi kurang menarik. Dibandingkan dengan dolar AS, di mana suku bunga acuan Negeri Paman Sam meski kemungkinan turun tetapi masih positif, euro tentu kalah saing. Jadilah dolar AS semena-mena dan menguat terhadap berbagai mata uang, termasuk rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular