
Waduh! Likuiditas Perbankan Ketat, Benarkah?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 July 2019 14:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Momen yang ditunggu-tunggu oleh pelaku pasar keuangan tanah air, berikut juga berbagai pejabat pemerintah, akhirnya datang juga.
Pasca menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama dua hari yang dimulai sejak hari Rabu (17/7/2019) dan berakhir pada hari Kamis (18/7/2019), Bank Indonesia (BI) mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan alias 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps, dari 6% ke level 5,75%.
Pemangkasan tersebut terbilang historis lantaran menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pertama sejak September 2017. Pada tahun 2018, tingkat suku bunga acuan dikerek naik oleh BI sebanyak 175 bps.
Pemangkasan tingkat suku bunga acuan ini membawa harapan bahwa imbal hasil (yield) obligasi pemerintah akan turun.
Sebagai informasi, penurunan yield sangatlah penting guna membuat tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan oleh perbankan menjadi menarik dan membuat mereka kelimpahan likuiditas. Pada akhirnya, perbankan tanah air akan bisa mengatasi masalah utama yang saat ini mereka hadapi yakni ketatnya likuiditas.
Berbicara mengenai perbankan, penyaluran kredit di tahun 2019 terbilang lebih superior dari tahun 2018. Melansir publikasi Statistik Perbankan Indonesia (SPI) periode Mei 2019 yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tercatat bahwa penyaluran kredit bank umum konvensional kepada pihak ketiga non-bank adalah senilai Rp 5.208,1 triliun, naik 11,1% jika dibandingkan dengan posisi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih baik ketimbang capaian pada Mei 2018 yakni pertumbuhan sebesar 10,4% saja (year-on-year/YoY).
Namun, kencangnya penyaluran kredit ini tak dibarengi oleh kenaikan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK). Per Mei 2019, DPK bank umum konvensional tercatat senilai Rp 5.414,6 triliun, naik 6,28% jika dibandingkan dengan posisi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih rendah ketimbang capaian pada Mei 2018 yakni pertumbuhan sebesar 6,31% YoY.
Karena penyaluran kredit yang deras tak diimbangi oleh kenaikan DPK yang memadai, likuiditas pun menjadi ketat. Masih melansir publikasi SPI, rasio penyaluran kredit terhadap DPK atau loan to deposits ratio (LDR) bank umum konvensional berada di level 96,19% per Mei 2019, dari yang sebelumnya 91,99% pada Mei 2018.
Ketatnya likuiditas sudah terjadi sejak Mei 2018 silam atau ketika Bank Indonesia (BI) mulai mengerek naik tingkat suku bunga acuan yang jika kemudian ditotal mencapai 175 bps. Likuiditas ketat karena bank bersaing secara sengit dengan pemerintah dalam menyerap dana masyarakat. Penyebabnya, semenjak BI mulai menginjak gas pengetatan, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah terus bergerak ke utara.
Lantas, seperti yang sudah disebutkan di atas, pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi hal yang krusial bagi perbankan lantaran diharapkan bisa menekan yield obligasi pemerintah lebih lanjut dan membuat perbankan kelimpahan likuiditas.
Pasca menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama dua hari yang dimulai sejak hari Rabu (17/7/2019) dan berakhir pada hari Kamis (18/7/2019), Bank Indonesia (BI) mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan alias 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps, dari 6% ke level 5,75%.
Pemangkasan tersebut terbilang historis lantaran menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pertama sejak September 2017. Pada tahun 2018, tingkat suku bunga acuan dikerek naik oleh BI sebanyak 175 bps.
Sebagai informasi, penurunan yield sangatlah penting guna membuat tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan oleh perbankan menjadi menarik dan membuat mereka kelimpahan likuiditas. Pada akhirnya, perbankan tanah air akan bisa mengatasi masalah utama yang saat ini mereka hadapi yakni ketatnya likuiditas.
Berbicara mengenai perbankan, penyaluran kredit di tahun 2019 terbilang lebih superior dari tahun 2018. Melansir publikasi Statistik Perbankan Indonesia (SPI) periode Mei 2019 yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tercatat bahwa penyaluran kredit bank umum konvensional kepada pihak ketiga non-bank adalah senilai Rp 5.208,1 triliun, naik 11,1% jika dibandingkan dengan posisi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih baik ketimbang capaian pada Mei 2018 yakni pertumbuhan sebesar 10,4% saja (year-on-year/YoY).
Namun, kencangnya penyaluran kredit ini tak dibarengi oleh kenaikan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK). Per Mei 2019, DPK bank umum konvensional tercatat senilai Rp 5.414,6 triliun, naik 6,28% jika dibandingkan dengan posisi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih rendah ketimbang capaian pada Mei 2018 yakni pertumbuhan sebesar 6,31% YoY.
Karena penyaluran kredit yang deras tak diimbangi oleh kenaikan DPK yang memadai, likuiditas pun menjadi ketat. Masih melansir publikasi SPI, rasio penyaluran kredit terhadap DPK atau loan to deposits ratio (LDR) bank umum konvensional berada di level 96,19% per Mei 2019, dari yang sebelumnya 91,99% pada Mei 2018.
Ketatnya likuiditas sudah terjadi sejak Mei 2018 silam atau ketika Bank Indonesia (BI) mulai mengerek naik tingkat suku bunga acuan yang jika kemudian ditotal mencapai 175 bps. Likuiditas ketat karena bank bersaing secara sengit dengan pemerintah dalam menyerap dana masyarakat. Penyebabnya, semenjak BI mulai menginjak gas pengetatan, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah terus bergerak ke utara.
Lantas, seperti yang sudah disebutkan di atas, pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi hal yang krusial bagi perbankan lantaran diharapkan bisa menekan yield obligasi pemerintah lebih lanjut dan membuat perbankan kelimpahan likuiditas.
Next Page
Hati-Hati Shortfall Penerimaan Pajak
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular