Ada Apa Ini? Kenapa Rupiah Terlemah Kedua di Asia?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 July 2019 12:21
Ada Apa Ini? Kenapa Rupiah Terlemah Kedua di Asia?
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Sentimen domestik dan eksternal memang kurang mendukung rupiah. 

Pada Senin (22/7/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 13.960. Rupiah melemah 0,22% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah tetapi tipis saja di 0,07%. Seiring perjalanan, rupiah semakin lemah sehingga dolar AS nyaman di kisaran Rp 13.900. 

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini: 

 

Dari dalam negeri, sentimen pemberat rupiah adalah aksi ambil untung (profit taking). Sepanjang pekan lalu, rupiah menguat 0,49% dan menjadi yang terbaik di Asia. Dolar Singapura melemah 0,17%, ringgit Malaysia melemah 0,02%, yen Jepang menguat 0,18%, dan yuan China melemah 0,02%. 

Perkembangan ini membuat rupiah rentan mengalami koreksi teknikal. Sebab investor yang merasa penguatan rupiah sudah lumayan tinggi mulai mencairkan cuan. 


Selain itu, tampaknya dampak dari 'obat kuat' penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) mulai mereda. Pekan lalu, BI menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75%. 

Pelaku pasar memberi apresiasi karena BI sudah 'turun gelanggang' ikut mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Gubernur Perry Warjiyo, pertumbuhan ekonomi Indonesia terancam di bawah 5,2%  

Namun hari ini sentimen itu mendingin. Kini pasar mulai bersiap mengantisipasi rapat komite pengambil kebijakan Bank Sentral AS The Federal Reserves/The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) 31 Juli waktu setempat. 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Antisipasi itu yang membuat rupiah melemah hari ini. Tidak cuma rupiah, hampir seluruh mata uang utama Asia juga terdepresiasi.

Namun memang rupiah menjadi salah satu yang terlemah di Asia. Rupiah berada di posisi kedua dari bawah di klasemen mata uang Asia, hanya lebih baik dari yen Jepang.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 12:15 WIB: 

 

Pelaku pasar kini ragu apakah The Fed bakal memangkas suku bunga acuan secara agresif atau tidak. Pasalnya, pernyataan sangat dovish dari Presiden The Fed New York John Williams telah diluruskan. 

"Ini adalah pidato akademik, mengutip hasil kajian selama 20 tahun. Bukan kemungkinan arah kebijakan di rapat FOMC mendatang," tegas The Fed New York dalam keterangan tertulis. 

Akhir pekan lalu, Williams menyatakan bahwa perekonomian AS butuh stimulus baru. Bank sentral tidak bisa diam sambil menunggu ekonomi memburuk baru mengambil kebijakan. 

"Lebih baik mengambil langkah preventif daripada menunggu bencana terjadi. Saat Anda sudah menghabiskan begitu banyak stimulus, yang harus dilakukan selanjutnya adalah menurunkan suku bunga dengan segera saat tanda-tanda perlambatan ekonomi sudah terlihat," jelas Williams akhir pekan lalu, seperti dikutip dari Reuters. 

Namun karena pernyataan itu batal demi hukum, pelaku pasar jadi pikir-pikir. Sepertinya penurunan suku bunga acuan 25 bps lebih masuk akal ketimbang 50 bps. 

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas pemangkasan Federal Funds Rate 50 bps pada 31 Juli 'hanya' 22,5%. Jauh di bawah kemungkinan penurunan 25 bps yaitu 77,5%. Padahal akhir pekan lalu, peluang penurunan 50 bps lebih tinggi. 

Situasi ini menguntungkan bagi dolar AS. Dengan penurunan suku bunga acuan yang tidak terlampau agresif, berinvestasi di mata uang Negeri Paman Sam tidak rugi-rugi amat. Ini yang membuat dolar AS berhasil menekan mata uang Asia, termasuk rupiah. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Selain urusan suku bunga acuan, rupiah juga terbeban oleh perkembangan harga minyak dunia. Pada pukul 11:52 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet melonjak masing-masing 1,23% dan 0,72%. 

Ketegangan di Timur Tengah membuat harga minyak melambung. Seperti diwartakan oleh Reuters, Garda Revolusioner Iran menangkap kapal tanker berbendera Inggris di wilayah Teluk. Ini merupakan balasan atas langkah Inggris yang menahan kapal Iran di wilayah Gibraltar.

Tidak hanya itu, pantauan Refinitiv menunjukkan kapal berbendera Liberia yang dioperasikan maskapai Inggris terpantau berubah arah menuju perairan Iran. Ada dugaan kapal tersebut 'diarahkan'.

"Penahanan ini tidak bisa diterima. Kebebasan navigasi harus dijaga dan setiap kapal bisa bergerak bebas di wilayah tersebut," tegas Jeremy Hunt, Menteri Luar Negeri Inggris, yang juga merupakan calon perdana menteri pengganti Theresa May. 

Masalah ini sudah sampai di telinga AS, sang polisi dunia. Presiden AS Donald Trump menyatakan bakal berbicara dengan London untuk membahas isu tersebut. 

"Mereka (Iran) jangan melakukan hal yang bodoh. Jika melakukan itu, maka mereka harus membayar lebih dari yang dibayar pihak-pihak sebelumnya," tegas Trump, dikutip dari Reuters. 

Risiko gesekan di Timur Tengah bisa saja menyebabkan gangguan produksi dan distribusi minyak ke pasar global. Kala pasokan dari Timur Tengah terganggu, maka fundamental pasar minyak dunia akan terpengaruh karena kawasan ini merupakan produsen emas hitam terbesar di dunia. Jadi tidak heran setiap kali Timur Tengah memanas, maka harga minyak bakal bergerak ke utara. 

Kenaikan harga minyak merupakan sentimen negatif bagi rupiah. Sebab, Indonesia adalah negara net importir minyak yang harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.  

Saat harga minyak naik, tentu biaya impor komoditas ini menjadi mahal. Akibatnya, neraca perdagangan dan transaksi berjalan akan semakin terbeban.

Pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa seret, sehingga fundamental rupiah menjadi rapuh. Rupiah pun rentan melemah.  



TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular