Sentimen Campur Aduk, Harga Batu Bara Naik Tipis

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
22 July 2019 10:27
Ditutup di level US$ 75,95/metrik ton pada hari Jumat (19/7/2019) harga batu baca Newcastle acuan kontrak pengiriman Agustus tercatat menguat 0,6% dalam sepekan
Foto: doc.ABM Investama
Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan lalu, batu bara berhasil membukukan penguatan mingguan akibat kenaikan konsumsi pembangkit listrik di China. Namun pembatasan kuota impor batu bara yang masih diberlakukan pemerintah Negeri Tirai Bambu membatasi kenaikan harga.

Ditutup di level US$ 75,95/metrik ton pada hari Jumat (19/7/2019), harga batu baca Newcastle acuan kontrak pengiriman Agustus tercatat menguat 0,6% dalam sepekan secara point-to-point.

Kenaikan harga batu bara dipicu oleh sentimen positif yang muncul setelah berakhirnya musim hujan di daratan China. Berakhirnya musim hujan akan meningkatkan temperatur dan mendorong konsumsi listrik untuk kebutuhan pendingin udara.

Selai itu, pembangkitan listrik dari tenaga air (hydropower) juga akan turun seiring berakhirnya musim hujan. Alhasil, kebutuhan listrik kembali meningkat, khususnya yang dibangkitkan oleh tenaga uap batu bara (PLTU).



Hal itu dibuktikan dari jumlah konsumsi harian batu bara pada enam PLTU utama di China yang sebesar 651,4 ribu ton pada hari Jumat (19/7/2019).

Jumlah tersebut meningkat dari hari sebelumnya yang sebesar 625,2 ribu ton. Adapun pekan sebelumnya, konsumsi harian enam PLTU utama China hanya 607,2 ribu ton.

Dengan demikian, setidaknya dalam jangka pendek, permintaan batu bara China akan meningkat. Pasokan lokal bisa diserap lebih banyak dan memberi ruang pada batu bara impor (seaborne).

Sebagaimana yang telah diketahui, China merupakan konsumen utama batu bara dunia. Dari seluruh batu bara seaborne yang diperdagangkan tahun 2018, 22% di antaranya dikirim ke Negeri Tirai Bambu. Sedangkan 19% dikirim ke India.

Selain itu, ada pula sentimen positif yang datang dari harapan penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS). Pada 31 Juli 2019, bank sentral AS, The Fed dijadwalkan menggelar rapat Komite Pengambil Kebijakan (FOMC) bulanan.

Dalam rapat tersebut, FOMC akan memutuskan kebijakan moneter yang akan diambil bank sentral, termasuk tingkat suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR).

Sejauh ini, pelaku pasar 100% yakin bahwa The Fed akan memangkas suku bunga di rapat tersebut.

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin mencapai 77,55. Adapun kemungkinan suku bunga acuan dipangkas 50 basis poin sebesar 22,5%.

Terlebih jika pemangkasan suku bunga acuan dilakukan dengan sangat agresif, perekonomian global bisa tumbuh lebih cepat. Likuiditas akan membanjiri pasar sehingga pelaku usaha lebih mudah mendapatkan pendanaan (kredit). Ekspansi bisnis bisa lebih mudah dilakukan.

Pertumbuhan ekonomi akan sangat mempengaruhi laju pertumbuhan permintaan energi, termasuk batu bara. Ada peluang permintaan batu bara meningkat kala pertumbuhan ekonomi semakin cepat.

Namun, pasar komoditas batu bara global masih terus tertekan oleh kebijakan pembatasan kuota impor yang diberlakukan oleh pemerintah China.

Sejak hari Senin (15/7/2019) proses pemeriksaan (custom clearance) untuk seluruh batu bara impor (seaborne) di pelabuhan Guanxi dan Jiangtang dihentikan untuk sementara waktu, seperti yang dikutip dari S&P Global Platss.

Sebelumnya S&P juga mengabarkan bahwa pelabuhan Caofeidian juga telah menghentikan pemeriksaan pada batu bara impor.

Menurut sumber S&P, kebijakan tersebut dilakukan karena stok batu bara impor yang melimpah di sejumlah pelabuhan.

Sebagaimana yang telah diketahui, pemerintah China telah membatasi kuota batu bara impor sejak tahun 2017. Kebijakan tersebut masih akan terus berlanjut setidaknya hingga akhir tahun 2019.

Kuota impor yang ditetapkan pada tahun 2019 adalah sama dengan impor tahun sebelumnya. Artinya pemerintah China berencana untuk menahan laju pertumbuhan batu bara impor.

Namun, sepanjang semester I-2019, China telah mengimpor batu bara (thermal dan metalurgical) sebanyak 154 juta metrik ton atau naik 6,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Sebagai informasi, total impor batu bara China tahun 2018 adalah sebesar 280,8 juta ton, naik tipis dari tahun 2017 yang sebesar 271 juta ton.

Kenaikan jumlah impor tersebut menjadi pertanda bahwa kuota di semester I-2019 telah habis. Alhasil pemerintah setempat menerapkan kebijakan blokade untuk waktu yang belum bisa diprediksi.

"Sulit untuk mengimpor batu bara sekarang, saya pikir harga batu bara impor akan terus melemah karena ketidakpastian kebijakan," ujar salah satu pelaku pasar di Singapura, dikutip dari S&P.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular