BI Turunkan Bunga, Rupiah Terkuat di Asia!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 July 2019 09:34
BI Turunkan Bunga, Rupiah Terkuat di Asia!
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Bukan cuma menguat, bahkan rupiah menjadi mata uang terkuat di Asia. 

Pada Jumat (19/7/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 13.900. Rupiah menguat 0,39% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah memang sudah menguat tetapi 'hanya' 0,18%. Seiring perjalanan, rupiah semakin kuat dan bukan tidak mungkin berhasil mendorong dolar AS ke bawah Rp 13.900. 


Sementara mata uang Asia lainnya juga cenderung menguat di hadapan dolar AS. Selain rupiah, mata uang Benua Kuning yang juga menguat adalah yuan China, dolar Hong Kong, won Korea Selatan, ringgit Malaysia, dolar Singapura, dan baht Thailand.  

Namun apresiasi 0,39% membuat rupiah spesial karena menjadi mata uang terkuat di Asia. Dalam hal menguat terhadap dolar AS, rupiah adalah raja Asia. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 09:08 WIB: 

 

Faktor eksternal dan dalam negeri memang kondusif buat rupiah. Dari sisi eksternal, rupiah (dan mata uang utama Asia lainnya) mendapat durian runtuh dari pernyataan pejabat Bank Sentral AS, The Federal Reserves/The Fed. 

John Williams, Presiden The Fed New York, menegaskan bahwa perekonomian AS butuh stimulus baru. Dia menegaskan bank sentral tidak bisa diam sambil menunggu ekonomi memburuk baru mengambil kebijakan. 

"Lebih baik mengambil langkah preventif daripada menunggu bencana terjadi. Saat Anda sudah menghabiskan begitu banyak stimulus, yang harus dilakukan selanjutnya adalah menurunkan suku bunga dengan segera saat tanda-tanda perlambatan ekonomi sudah terlihat," jelas Williams, seperti dikutip dari Reuters. 

Pernyataan Williams membuat pelaku pasar semakin yakin The Fed bakal menurunkan suku bunga acuan bulan ini. Bahkan penurunan 50 basis poin (bps) bisa saja terjadi. 

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan Fed Funds Rate sebesar 25 bps pada 31 Jull adalah 55,9%. Sementara peluang pemangkasan 50 bps juga cukup besar yaitu 44,2%.  

Situasi seperti ini sangat tidak menguntungkan dolar AS, sebab penurunan suku bunga membuat investasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi tidak menarik. Pada pukul 09:15 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 2,0415%. Terendah sejak 9 Juli dan mungkin akan lebih rendah lagi kalau The Fed jadi menurunkan suku bunga acuan. 

Arus modal berhamburan keluar dari Negeri Paman Sam, hinggap ke berbagai penjuru termasuk Asia. Ini yang membuat rupiah dkk mampu digdaya. 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sementara dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) pun memberi dorongan terhadap rupiah. Kemarin, BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Ini sesuai dengan ekspektasi pasar.

Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat menilai sudah saatnya bank sentral berperan dalam mempercepat momentum pertumbuhan ekonomi. Tanpa penurunan suku bunga acuan, Perry memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional bakal berada di bawah 5,2%. 

Bahkan Perry memberi pesan bahwa penurunan kemarin bukan yang terakhir. Saat ini, kebijakan moneter BI sudah bias longgar dan ke depan pun masih akan begitu. Jadi, ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter masih terbuka, salah satunya dengan penurunan suku bunga acuan lebih lanjut.


Penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate diharapkan mampu menular ke suku bunga kredit perbankan. Ketika suku bunga kredit sudah turun, maka rumah tangga dan dunia usaha punya ruang untuk berekspansi sehingga mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.  

Didorong oleh harapan pertumbuhan ekonomi domestik yang membaik. Investor kemudian memberi apresiasi terhadap rupiah. Sepertinya apresiasi itu berlanjut hari ini. 

Meski suku bunga acuan turun, bukan berarti berinvestasi di Indonesia menjadi kurang menarik. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia masih memberikan cuan yang lebih tinggi. 


Misalnya, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun saat ini berada di 7,131%. Lebih tinggi dari instrumen serupa di negara-negara berkembang lainnya seperti India (6,387%), Thailand (1,97%), Malaysia (3,62%), sampai Filipina (4,947%). Apalagi kalau dibandingkan US Treasury Note, bagai bumi dan langit. 

Oleh karena itu, arus modal masih masuk ke Indonesia meski BI menurunkan suku bunga acuan. Rupiah pun terus menguat dan menjadi yang terbaik di Asia.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular