
Rupiah Stabil Nih! Sudah Saatnya Lirik-lirik Saham Farmasi
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
16 July 2019 13:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Garuda sepanjang tahun ini bergerak cukup stabil bahkan dalam tiga hari terakhir masih anteng di bawah level Rp 14.000/US$. Sepanjang tahun berjalan, rupiah berhasil menguat 3,23% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan per pukul 11:45 WIB berada di level Rp 13.910/US$.
Stabilnya nilai tukar rupiah tentunya merupakan berita baik bagi pelaku industri yang banyak mengimpor bahan baku dari luar Indonesia, termasuk di dalamnya industri farmasi. Pasalnya pengusaha dapat meraup marjin yang lebih besar dari selisih nilai tukar.
Dalam wawancara dengan CNBC Indonesia (14/08/2019) Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Farmasi Darodjatun Sanusi mengatakan saat ini komponen impor bahan baku farmasi masih tinggi, mencapai 95-96%. Impor terbanyak dari China, diikuti India dan beberapa negara Eropa.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat terdapat 10 emiten yang dikategorikan dalam kelompok industri farmasi, dimana PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) tercatat sebagai emiten farmasi dengan nilai aset terbesar mencapai Rp 19,18 triliun. Kemudian disusul oleh emiten pelat merah, PT Kimia Farma Tbk dengan total aset sebesar Rp 11,65 triliun.
Lebih lanjut, dengan jumlah aset yang fantastis wajar saja jika KLBF juga unggul dalam perolehan pendapatan dan laba bersih.
Hingga akhir Maret 2019 KLBF mencatat total pemasukan mencapai Rp 5,37 triliun dan mengantongi keuntungan senilai Rp 595 miliar.
Nah, uniknya, pendapatan dan laba yang tinggi bukan berarti jawara dari sisi perolehan marjin bersih. Emiten farmasi yang memimpin dalam klasemen ini adalah PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO).
Meramu Konsep Holding Farmasi BUMN
[Gambas:Video CNBC]
Pemilik merek dagang 'Sido Muncul' ini, pada kuartal I-2019 berhasil membukukan margin bersih mencapai 29,27%, diikuti oleh PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk/SCPI (17,91%), PT Darya-Varia Laboratoria Tbk/DVLA (17.22%).
Sementara itu, emiten farmasi yang satu-satunya gagal mengantongi laba dan harus merugi adalah PT Indofarma Tbk (INAF) dengan total kerugian pada 3 bulan pertama tahun ini sebesar Rp 22 miliar.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Gara-gara Bahan Baku Mayoritas Impor, Harga Jual Obat Naik
Stabilnya nilai tukar rupiah tentunya merupakan berita baik bagi pelaku industri yang banyak mengimpor bahan baku dari luar Indonesia, termasuk di dalamnya industri farmasi. Pasalnya pengusaha dapat meraup marjin yang lebih besar dari selisih nilai tukar.
Dalam wawancara dengan CNBC Indonesia (14/08/2019) Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Farmasi Darodjatun Sanusi mengatakan saat ini komponen impor bahan baku farmasi masih tinggi, mencapai 95-96%. Impor terbanyak dari China, diikuti India dan beberapa negara Eropa.
Lebih lanjut, dengan jumlah aset yang fantastis wajar saja jika KLBF juga unggul dalam perolehan pendapatan dan laba bersih.
Hingga akhir Maret 2019 KLBF mencatat total pemasukan mencapai Rp 5,37 triliun dan mengantongi keuntungan senilai Rp 595 miliar.
Nah, uniknya, pendapatan dan laba yang tinggi bukan berarti jawara dari sisi perolehan marjin bersih. Emiten farmasi yang memimpin dalam klasemen ini adalah PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO).
Meramu Konsep Holding Farmasi BUMN
[Gambas:Video CNBC]
Pemilik merek dagang 'Sido Muncul' ini, pada kuartal I-2019 berhasil membukukan margin bersih mencapai 29,27%, diikuti oleh PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk/SCPI (17,91%), PT Darya-Varia Laboratoria Tbk/DVLA (17.22%).
Sementara itu, emiten farmasi yang satu-satunya gagal mengantongi laba dan harus merugi adalah PT Indofarma Tbk (INAF) dengan total kerugian pada 3 bulan pertama tahun ini sebesar Rp 22 miliar.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Gara-gara Bahan Baku Mayoritas Impor, Harga Jual Obat Naik
Most Popular