
Terungkap, Inilah Hambatan Terbesar Investor Asing Masuk RI
Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
15 July 2019 16:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Hukum Ketenagakerjaan (Labour law) Indonesia dinilai kurang kompetitif oleh sejumlah investor. Direktur PT Ashmore Asset Management Arief Wana mengatakan hal itu yang membuat investor kurang tertarik melakukan penanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment/FDI) di Indonesia.
"Kami pernah mencoba melakukan survei dengan beberapa perusahaan. Hambatan yang paling besar untuk masuk ke Indonesia jawabannya adalah labour law," kata Arief dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (15/7/2019).
Ia menambahkan selama ini investor asing banyak berinvestasi pada instrumen-instrumen jasa keuangan, semisal obligasi atau di pasar modal. Terlihat dari derasnya arus masuk (inflow) ke pasar obligasi sebesar Rp 107 triliun dan Rp 12 triliun-Rp 13 triliun pada saham.
Dengan FDI, maka efeknya akan terasa lebih panjang, tidak bersifat sementara seperti investasi di instrumen keuangan. Sayangnya, labour law Indonesia dinilai kurang kompetitif. Jika FDI masuk, maka defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) bisa dibantu oleh uang masuk yang jangka panjang.
Untuk menggaet lebih banyak FDI datang, menurut Arief, harus ada perbaikan dari hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Untuk memperbaikinya, Indonesia bisa melakukan studi banding dengan hukum ketenagakerjaan di luar negeri.
"Pemerintah bisa lakukan studi banding antara labour law Indonesia dengan produktivitasnya, ada juga salah satunya faktor kompensasi untuk bekerja. Intinya bagaimana membuat FDI nyaman juga kompetitif," ujarnya.
Hal tersebut perlu dipertimbangkan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebesar 5,07%. Meski kondisi ekonomi terbilang stabil, menurut Arief, pertumbuhannya belum maksimal. Pertumbuhan ekonomi yang kurang maksimal itu tidak terlepas dari sentimen global dan regional. Diketahui kondisi ekonomi regional dan global juga mengalami perlambatan.
"IMF dan World Bank telah memangkas angka pertumbuhan dunia dari 2014 sampai sekarang. Itu tidak bisa kita hindari bahwa dampaknya ada. Tapi 5% Indonesia masih stands out. Ini juga jadi strength dan positive element bagi Indonesia," tambahnya.
Faktor politik yang menahan gerak ekonomi di tahun sebelumnya, saat ini mulai membaik. Faktor koalisi oposisi yang sudah mencoba bergabung dengan koalisi pemerintah menjadi sentimen positif sehingga pemerintah memiliki support lebih besar di parlemen.
"Jadi harusnya kita optimistis Pak Jokowi mengerti cara menggerakan kebijakan-kebijakan yang bisa mendorong pertumbuhan Indonesia, baik dari FDI, law labour dan perpajakan," pungkasnya.
(miq/miq) Next Article Gegara Omnibus Law, Buruh Ancam Demo Besar 20 Januari
"Kami pernah mencoba melakukan survei dengan beberapa perusahaan. Hambatan yang paling besar untuk masuk ke Indonesia jawabannya adalah labour law," kata Arief dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (15/7/2019).
Ia menambahkan selama ini investor asing banyak berinvestasi pada instrumen-instrumen jasa keuangan, semisal obligasi atau di pasar modal. Terlihat dari derasnya arus masuk (inflow) ke pasar obligasi sebesar Rp 107 triliun dan Rp 12 triliun-Rp 13 triliun pada saham.
Untuk menggaet lebih banyak FDI datang, menurut Arief, harus ada perbaikan dari hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Untuk memperbaikinya, Indonesia bisa melakukan studi banding dengan hukum ketenagakerjaan di luar negeri.
"Pemerintah bisa lakukan studi banding antara labour law Indonesia dengan produktivitasnya, ada juga salah satunya faktor kompensasi untuk bekerja. Intinya bagaimana membuat FDI nyaman juga kompetitif," ujarnya.
Hal tersebut perlu dipertimbangkan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebesar 5,07%. Meski kondisi ekonomi terbilang stabil, menurut Arief, pertumbuhannya belum maksimal. Pertumbuhan ekonomi yang kurang maksimal itu tidak terlepas dari sentimen global dan regional. Diketahui kondisi ekonomi regional dan global juga mengalami perlambatan.
"IMF dan World Bank telah memangkas angka pertumbuhan dunia dari 2014 sampai sekarang. Itu tidak bisa kita hindari bahwa dampaknya ada. Tapi 5% Indonesia masih stands out. Ini juga jadi strength dan positive element bagi Indonesia," tambahnya.
Faktor politik yang menahan gerak ekonomi di tahun sebelumnya, saat ini mulai membaik. Faktor koalisi oposisi yang sudah mencoba bergabung dengan koalisi pemerintah menjadi sentimen positif sehingga pemerintah memiliki support lebih besar di parlemen.
"Jadi harusnya kita optimistis Pak Jokowi mengerti cara menggerakan kebijakan-kebijakan yang bisa mendorong pertumbuhan Indonesia, baik dari FDI, law labour dan perpajakan," pungkasnya.
(miq/miq) Next Article Gegara Omnibus Law, Buruh Ancam Demo Besar 20 Januari
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular