
Siap-siap, Pekan Depan Kayaknya Bakal Sibuk!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 July 2019 19:34

Dari dalam negeri, ada sejumlah rilis data penting yang wajib diperhatikan. Pertama adalah data perdagangan internasional Indonesia periode Juni.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi alias minus 8,3% year-on-year (YoY). Sementara impor diperkirakan negatif 5,26% YoY dan neraca perdagangan diramal surplus US$ 516 juta.
Sedangkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan ekspor turun 8,7% YoY dan impor terkontraksi 5%. Neraca perdagangan diproyeksikan surplus US$ 690 juta.
Potensi surplus neraca perdagangan selama dua bulan beruntun menjadi sentimen positif bagi rupiah dan aset-aset berbasis mata uang ini. Artinya ketersediaan valas dari sektor perdagangan semakin membaik.
Kedua adalah pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) pada Kamis mendatang. Sejauh ini, konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate turun 25 bps menjadi 5,75%. Jika terwujud, maka akan menjadi perubahan pertama sejak November tahun lalu.
"Kami memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Sepertinya BI semakin nyaman karena prospek derasnya arus modal masuk," sebut Helmi Arman, Ekonom Citi.
Arus modal di sektor keuangan akan menutup 'lubang' pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa alias transaksi berjalan (current account). Dengan begitu, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) secara keseluruhan tetap bisa surplus sehingga pasokan valas di perekonomian nasional memadai. Rupiah pun punya pijakan yang kuat, tidak mudah 'digoyang'.
Jadi kekhawatiran soal stabilitas rupiah sepertinya bisa dikesampingkan oleh Gubernur Perry Warjiyo dan kolega. Oleh karena itu, peluang penurunan suku bunga acuan cukup besar.
Ketiga, kali ini bukan soal data, adalah pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan eks pesaingnya di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Prabowo Subianto. Pertemuan kemarin adalah yang pertama selepas pesta demokrasi.
Jokowi dan Prabowo sama-sama naik kereta Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta. Setelah itu, keduanya menikmati santap siang bersama.
Jokowi dan Prabowo juga sempat menggelar konferensi pers. Dua kuda pacu yang juga bersaing di Pilpres 2014 itu sepakat untuk mengakhiri berbagai perbedaan dan bersatu untuk membangun Indonesia.
Adem. Suasana yang selama kurang lebih setahun panas kini sudah dingin. Kompetisi politik sudah selesai, dan energi bangsa Indonesia bisa dicurahkan untuk pembangunan.
Sebelumnya, ketidakpastian dan suhu panas politik menjadi batu sandungan bagi pelaku pasar. Investor belum berani menanamkan modalnya secara agresif di Indonesia, karena faktor tersebut.
Namun kini ketidakpastian itu sirna. Investor tidak perlu lagi khawatir dengan tensi politik yang meninggi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi alias minus 8,3% year-on-year (YoY). Sementara impor diperkirakan negatif 5,26% YoY dan neraca perdagangan diramal surplus US$ 516 juta.
Sedangkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan ekspor turun 8,7% YoY dan impor terkontraksi 5%. Neraca perdagangan diproyeksikan surplus US$ 690 juta.
Potensi surplus neraca perdagangan selama dua bulan beruntun menjadi sentimen positif bagi rupiah dan aset-aset berbasis mata uang ini. Artinya ketersediaan valas dari sektor perdagangan semakin membaik.
Kedua adalah pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) pada Kamis mendatang. Sejauh ini, konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate turun 25 bps menjadi 5,75%. Jika terwujud, maka akan menjadi perubahan pertama sejak November tahun lalu.
"Kami memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Sepertinya BI semakin nyaman karena prospek derasnya arus modal masuk," sebut Helmi Arman, Ekonom Citi.
Arus modal di sektor keuangan akan menutup 'lubang' pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa alias transaksi berjalan (current account). Dengan begitu, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) secara keseluruhan tetap bisa surplus sehingga pasokan valas di perekonomian nasional memadai. Rupiah pun punya pijakan yang kuat, tidak mudah 'digoyang'.
Jadi kekhawatiran soal stabilitas rupiah sepertinya bisa dikesampingkan oleh Gubernur Perry Warjiyo dan kolega. Oleh karena itu, peluang penurunan suku bunga acuan cukup besar.
Ketiga, kali ini bukan soal data, adalah pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan eks pesaingnya di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Prabowo Subianto. Pertemuan kemarin adalah yang pertama selepas pesta demokrasi.
Jokowi dan Prabowo sama-sama naik kereta Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta. Setelah itu, keduanya menikmati santap siang bersama.
Jokowi dan Prabowo juga sempat menggelar konferensi pers. Dua kuda pacu yang juga bersaing di Pilpres 2014 itu sepakat untuk mengakhiri berbagai perbedaan dan bersatu untuk membangun Indonesia.
Adem. Suasana yang selama kurang lebih setahun panas kini sudah dingin. Kompetisi politik sudah selesai, dan energi bangsa Indonesia bisa dicurahkan untuk pembangunan.
Sebelumnya, ketidakpastian dan suhu panas politik menjadi batu sandungan bagi pelaku pasar. Investor belum berani menanamkan modalnya secara agresif di Indonesia, karena faktor tersebut.
Namun kini ketidakpastian itu sirna. Investor tidak perlu lagi khawatir dengan tensi politik yang meninggi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Next Page
Jangan Lupa Pantau Eksternal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular