
Ekonomi Singapura Hanya Tumbuh 0,1% di Q2 2019, Bahaya?
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
12 July 2019 16:45

Singapura, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Singapura mengalami perlambatan. Dilansir Reuters, perekonomian negeri Singa pada kuartal II-2019 hanya tumbuh 0,1%. Itu merupakan laju pertumbuhan ekonomi terlambat selama satu dekade. Sebagai gambaran, pada kuartal yang sama di 2009, perekonomian negeri itu melemah 1,2%. Realisasi itu juga di bawah jajak pendapat Reuters sebesar 1,1%.
Hal itu memicu spekulasi bahwa resesi dan langkah pelonggaran kebijakan moneter bisa terjadi. Resesi adalah momen saat pertumbuhan ekonomi suatu negara melambat dua kuartal berturut-turut.
Kementerian Perdagangan Singapura juga melaporkan secara tahunan ekonomi Negeri Singa anjlok 3,4%. Hal itu merupakan penurunan terbesar selama hampir tujuh tahun.
"Ini sangat berbahaya ... bahkan jauh di bawah perkiraan terburuk," kata analis OCBC Selena Ling.
Perlambatan ekonomi di Singapura, yang sering dianggap sebagai penentu bagi 'kesehatan' ekonomi global, adalah bukti terbaru dari efek negatif perang dagang antara AS dan China. Perang dagang itu telah berlangsung lebih dari setahun.
Analis juga menyatakan Korea Selatan mungkin juga akan mengalami resesi. Sementara China pada hari Senin depan akan melaporkan pertumbuhan ekonomi yang diproyeksi paling lambat dalam setidaknya 27 tahun.
Ling dan analis lainnya mengatakan hambatan utama bagi Singapura ada pada sektor manufaktur. Pada kuartal kedua, sektor itu mengalami kontraksi 3,8% dari tahun sebelumnya setelah menyusut 0,4% pada kuartal sebelumnya.
Output manufaktur elektronik, pendorong utama ekonomi Singapura dalam dua tahun terakhir, menurun untuk bulan keenam berturut-turut di bulan Mei. Sementara ekspor mengalami penurunan terbesar dalam kurun waktu lebih dari tiga tahun.
Pihak berwenang Singapura sebelumnya mengatakan mereka akan meninjau kembali proyeksi pertumbuhan PDB tahun 2019 sebesar 1,5%-2,5%. Kemudian beberapa analis mengatakan mungkin akan ada resesi pada tahun 2020. Ling memproyeksikan pihak berwenang akan segera menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi full year menjadi 0,5-1,5%.
Perlambatan ini juga telah membuat banyak ekonom memperkirakan Otoritas Moneter Singapura (MAS), bank sentral negara itu, akan melonggarkan kebijakan moneter berbasis nilai tukar dalam pengumuman kebijakan berikutnya pada bulan Oktober.
"Sebelumnya ada 25% peluang MAS akan melonggarkan kebijakan. Sekarang, peluang bahwa mereka akan melonggarkan kebijakan pada atau sebelum Oktober, telah meningkat menjadi 40%," kata Jeff Ng dari Continuum Economics kepada Reuters.
ANZ mengatakan dalam catatannya bahwa MAS diperkirakan akan mengurangi kebijakannya sedikit menjadi 0,5% per tahun dari 1%.
Mengutip Reuters, MAS telah memperketat kebijakan moneter dua kali tahun lalu dalam upaya untuk mengendalikan tekanan harga yang meningkat dan memperkuat mata uang Negeri Singa. Itu merupakan langkah pengetatan pertama yang terjadi dalam enam tahun.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article OCBC Pastikan Tidak ada Potensi Rush Money di Singapura
Hal itu memicu spekulasi bahwa resesi dan langkah pelonggaran kebijakan moneter bisa terjadi. Resesi adalah momen saat pertumbuhan ekonomi suatu negara melambat dua kuartal berturut-turut.
Kementerian Perdagangan Singapura juga melaporkan secara tahunan ekonomi Negeri Singa anjlok 3,4%. Hal itu merupakan penurunan terbesar selama hampir tujuh tahun.
Perlambatan ekonomi di Singapura, yang sering dianggap sebagai penentu bagi 'kesehatan' ekonomi global, adalah bukti terbaru dari efek negatif perang dagang antara AS dan China. Perang dagang itu telah berlangsung lebih dari setahun.
Analis juga menyatakan Korea Selatan mungkin juga akan mengalami resesi. Sementara China pada hari Senin depan akan melaporkan pertumbuhan ekonomi yang diproyeksi paling lambat dalam setidaknya 27 tahun.
Ling dan analis lainnya mengatakan hambatan utama bagi Singapura ada pada sektor manufaktur. Pada kuartal kedua, sektor itu mengalami kontraksi 3,8% dari tahun sebelumnya setelah menyusut 0,4% pada kuartal sebelumnya.
Output manufaktur elektronik, pendorong utama ekonomi Singapura dalam dua tahun terakhir, menurun untuk bulan keenam berturut-turut di bulan Mei. Sementara ekspor mengalami penurunan terbesar dalam kurun waktu lebih dari tiga tahun.
Pihak berwenang Singapura sebelumnya mengatakan mereka akan meninjau kembali proyeksi pertumbuhan PDB tahun 2019 sebesar 1,5%-2,5%. Kemudian beberapa analis mengatakan mungkin akan ada resesi pada tahun 2020. Ling memproyeksikan pihak berwenang akan segera menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi full year menjadi 0,5-1,5%.
Perlambatan ini juga telah membuat banyak ekonom memperkirakan Otoritas Moneter Singapura (MAS), bank sentral negara itu, akan melonggarkan kebijakan moneter berbasis nilai tukar dalam pengumuman kebijakan berikutnya pada bulan Oktober.
"Sebelumnya ada 25% peluang MAS akan melonggarkan kebijakan. Sekarang, peluang bahwa mereka akan melonggarkan kebijakan pada atau sebelum Oktober, telah meningkat menjadi 40%," kata Jeff Ng dari Continuum Economics kepada Reuters.
ANZ mengatakan dalam catatannya bahwa MAS diperkirakan akan mengurangi kebijakannya sedikit menjadi 0,5% per tahun dari 1%.
Mengutip Reuters, MAS telah memperketat kebijakan moneter dua kali tahun lalu dalam upaya untuk mengendalikan tekanan harga yang meningkat dan memperkuat mata uang Negeri Singa. Itu merupakan langkah pengetatan pertama yang terjadi dalam enam tahun.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article OCBC Pastikan Tidak ada Potensi Rush Money di Singapura
Most Popular