Loyo! IHSG Tak Bisa Berbuat Banyak, Ini Penyebabnya

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 July 2019 09:31
Loyo! IHSG Tak Bisa Berbuat Banyak, Ini Penyebabnya
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah tipis 0,04% ke level 6.414,2, dengan cepat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membalikkan keadaan. Pada pukul 09:25 WIB, IHSG ditransaksikan menguat 0,03% ke level 6.418,96.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,02%, indeks Shanghai menguat 0,38%, indeks Hang Seng terapresiasi 0,31%, indeks Straits Times terkerek 0,36%, dan indeks Kospi bertambah 0,39%.

Aura pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang masih terasa membuat saham-saham di Benua Kuning diburu investor. Kemarin (11/7/2019) waktu setempat, Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell memberikan testiomininya di hadapan Senate Banking Committee terkait dengan terkait laporan kebijakan moneter semi tahunan.

Powell mengeluarkan pernyataan yang relatif sama seperti pada hari sebelumnya (10/7/2019) kala memberikan testimoni di hadapan House Financial Services Committee.

Pada saat itu, pesimisnya Powell dalam melihat kondisi perekonomian di masa depan dibuktikan dengan pengulangan kata 'ketidakpastian' (uncertainity) yang begitu sering. CNBC International mencatat bahwa dalam testimoninya di hadapan anggota kongres, setidaknya 26 kali kata 'ketidakpastian' diucapkan oleh suksesor dari Janet Yellen itu.

'Ketidakpastian' yang diucapkan Powell mengacu kepada berbagai macam hal, seperti prospek perekonomian AS, rendahnya tekanan inflasi, perang dagang AS-China, hingga konsumsi rumah tangga.

Di satu sisi, pengulangan kata 'ketidakpastian' yang begitu sering menunjukkan bahwa laju perekonomian dunia saat ini berikut dengan prospeknya benar-benar sedang lesu. Namun di sisi lain, terlihat jelas bahwa di saat yang bersamaan Powell memberi sinyal yang kuat terkait dengan pemangkasan tingkat suku bunga acuan.

Kini, optimisme membuncah bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar dalam pertemuannya pada akhir bulan ini. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 12 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan bulan ini berada di level 21,4%. Sementara itu, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas sebesar 25 bps berada di level 78,6%.

Di tengah perang dagang AS-China yang belum juga bisa diselesaikan, tentu pemangkasan tingkat suku bunga acuan, apalagi jika signifikan, merupakan opsi terbaik guna menyelamatkan perekonomian AS dari yang namanya hard landing.

Kala laju perekonomian AS bisa didorong di level yang relatif tinggi, maka laju perekonomian dunia diharapkan bisa dipacu untuk melaju di level yang relatif tinggi juga. Maklum, AS merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.

Di sisi lain, kinerja bursa saham Asia dibatasi oleh penantian atas rilis data perdagangan internasional China periode Juni 2019 yang dijadwalkan pada pukul 10:00 WIB. Data ini akan dicermati oleh pelaku pasar guna menganalisis dampak dari perang dagang dengan AS terhadap perekonomian China.

Seperti diketahui, perang dagang AS-China hingga saat ini belum juga bisa diselesaikan. Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.
Kalau dicermati, apresiasi IHSG dalam dua hari perdagangan terakhir bisa dibilang sangat tipis. Kemarin, IHSG hanya menguat 0,1% saja. Sinyal kuat dari The Fed bahwa tingkat suku bunga acuan akan segera dipangkas tak cukup ampuh untuk mengerek naik IHSG secara signifikan.

Tampaknya, pelaku pasar masih menanti sinyal pemangkasan tingkat suku bunga acuan dari Bank Indonesia (BI). Sejauh ini, MH Thamrin belum buka suara lagi terkait dengan peluang dipangkasnya BI 7-day Reverse Repo Rate.

Sekedar mengingatkan, selepas menggelar pertemuan selama dua hari pada bulan lalu, BI memutuskan untuk mempertahankan 7-Day Reverse Repo Rate di level 6%. Dalam konferensi persnya, Gubernur BI Perry Warjiyo terlihat jelas masih galau dalam memangkas tingkat suku bunga acuan di masa depan.

Perry menyebutkan bahwa pihaknya masih akan mencermati kondisi pasar keuangan global utamanya terkait perang dagang AS-China dan posisi Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) sebelum memangkas tingkat suku bunga acuan.

“…sementara kebijakan suku bunga kami sampaikan kami cermati kondisi pasar global dan NPI dalam pertimbangkan (pemangkasan) suku bunga,” kata Perry di Gedung BI, Kamis (20/6/2019).

Perry ada benarnya. Masalah NPI atau lebih tepatnya Current Account Deficit/CAD (yang merupakan komponen pembentuk NPI) menjadi momok kala BI berniat memangkas tingkat suku bunga acuan. Lantaran CAD Indonesia cukup besar, ada potensi bahwa aliran dana yang akan masuk ke pasar saham dan obligasi ketika tingkat suku acuan dipangkas akan segera dibawa kabur lantaran fundamental rupiah yang bermasalah.

Dibutuhkan insentif fiskal dari pemerintah untuk menjaga hot money yang masuk supaya tak mudah dibawa kabur. Hingga kini, belum ada kepastian terkait insentif fiskal dari pemerintah tersebut.

Alhasil, pelaku pasar memilih wait and see sembari mencermati perkembangan terbaru dari MH Thamrin.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular