Pekan Lalu Naik 15%, Bagaimana Harga Batu Bara Pekan Ini?

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
08 July 2019 10:30
Pekan lalu merupakan masa indah bagi komoditas batu bara. Namun sejatinya komoditas ini masih berada dalam tekanan yang cukup kuat.
Foto: Wahyu Daniel
Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan lalu merupakan masa indah bagi komoditas batu bara.

Pasalnya, harga batu bara acuan Newcastle kontrak pengiriman Agustus tercatat menguat hingga 14,87% dalam sepekan (1-5/7/2019) secara point-to-point.

Kenaikan harga batu bara kemungkinan besar didorong oleh musim panas yang sudah mulai masuk di belahan bumi utara, dimana terdapat negara-negara importir batu bara utama seperti China, Jepang, dan Korea Selatan.

Musim panas di belahan bumi utara biasanya terjadi pada bulan Juni-Juli-Agustus.

Saat musim panas, konsumsi energi biasanya akan meningkat, karena pemakaian pendingin udara di rumah tangga dan perkantoran yang tinggi.

Hal tersebut akan membuat permintaan batu bara, sebagai sumber energi juga ikut terkerek naik. Terlebih di China, dimana lebih dari separuh pembangkit listrik masih menggunakan batu bara. China juga merupakan produsen dan konsumen batu bara terbesar di dunia.

Pada tahun 2018, sebanyak 22% dari total batu bara yang diperdagangkan secara internasional dibeli oleh China.

Namun demikian, sejatinya tekanan harga pada komoditas batu bara masuk cukup berat.

Di Jepang, pembangkitan listrik tenaga batu bara thermal pada bulan Mei 2019 hanya sebesar 16,8 TWh, berdasarkan data yang dipublikasikan 10 PLTU utama, dikutip dari Argusmedia.

Jumlah tersebut lebih rendah 8,69% ketimbang tahun sebelumnya dan merupakan yang terendah dalam enam tahun.

Impor batu bara Jepang sepanjang Januari-Mei 2019 juga tercatat hingga 2% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Teranyar, aktivitas industri di Jepang juga semakin mengkhawatirkan. Data pemesanan barang-barang mesin inti pada bulan Mei dibacakan anjlok hingga 7,8% YoY. Penurunan tersebut jauh lebih dalam ketimbang prediksi konsensus yang sebesar 4,7% YoY, mengutip Trading Economics. Ini juga merupakan kontraksi pemesanan barang mesin inti yang pertama dalam empat bulan terakhir dan merupakan yang paling tajam sejak September 2018.

Lesunya aktivitas industri juga akan berdampak pada pelemahan permintaan energi, yang salah satunya berasal dari batu bara.

Jepang merupakan salah satu importir batu bara terbesar di kawasan Asia yang dapat mempengaruhi keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan).

Selain itu pembatasan impor batu bara yang dilakukan oleh pemerintah China juga masih terus membatasi penguatan harganya.

Seperti yang diketahui, sejak tahun 2018, pemerintah Negeri Panda membatasi kuota impor batu bara untuk melindungi produsen lokal.

Alhasil pada tahun 2018, impor batu bara China hanya sebesar 280,8 juta ton, jauh lebih kecil dibanding tahun 2013 yang bisa mencapai 327,2 juta ton.

Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan Harga Batu Bara Acuan (HBA) bulan Juli sebesar US$ 71,92/metrik ton, atau turun 11,7% dibanding bulan Juni yang sebesar US$ 81,48/metrik ton.



TIM RISET CNBC INDONESIA

(taa/hps) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular