Mengawali Pekan Ini IHSG Loyo, Ada Gerangan Penyebabnya?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 July 2019 09:29
Mengawali Pekan Ini IHSG Loyo, Ada Gerangan Penyebabnya?
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan pertama di pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membukukan koreksi sebesar 0,21% ke level 6.360,21. Pada pukul 09:20 WIB, koreksi yang dibukukan IHSG menipis menjadi 0,17% ke level 6.362,68.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,82%, indeks Shanghai ambruk 1,63%, indeks Hang Seng melemah 1,43%, indeks Straits Times jatuh 0,89%, dan indeks Kospi terkoreksi 1,73%.

Memudarnya optimisme bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada bulan ini menjadi faktor utama yang melandasi aksi jual di bursa saham Benua Kuning.

Pada hari Jumat (5/7/2019), angka penciptaan lapangan kerja AS (sektor non-pertanian) periode Juni 2019 diumumkan sebanyak 224.000, jauh di atas ekspektasi yang sebanyak 162.000, seperti dilansir dari Forex Factory. Capaian tersebut juga jauh mengalahkan capaian pada bulan Mei yang sebanyak 72.000 saja.

Data tenaga kerja menjadi sangat penting lantaran dipantau dengan ketat oleh The Fed guna merumuskan kebijakan suku bunga acuannya.

Kini, The Fed hanya diekspektasikan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps dalam pertemuannya pada akhir bulan ini. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 7 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan ini berada di level 93,1%, melonjak dari posisi pada minggu lalu yang mencapai 67,7%.

Sementara itu, peluang suku bunga acuan diturunkan hingga 50 bps kini hanya tersisa 6,9%, dari yang sebelumnya 32,3% pada pekan lalu.

Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang signifikan bisa membuat perekonomian AS mengalami namanya hard landing.

Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
Lebih lanjut, pelaku pasar nampak grogi dalam menantikan dialog dagang AS-China yang akan digelar pekan ini. Seperti yang diketahui, pasca berbincang sekitar 80 menit di sela-sela gelaran KTT G20 di Jepang belum lama ini, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menyetujui gencatan senjata di bidang perdagangan sekaligus membuka kembali pintu negosiasi yang sempat tertutup.

Dilansir dari CNBC International, kedua negara secara terpisah mengumumkan bahwa mereka telah setuju untuk tak saling mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor dari masing-masing negara.

Media milik pemerintah China Xinhua menyebut bahwa kedua pimpinan negara setuju "untuk memulai kembali negosiasi dagang antar kedua negara dengan dasar kesetaraan dan rasa hormat."

Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow pada pekan lalu kemudian menyebut bahwa perwakilan kedua negara sedang mengorganisir rencana untuk menggelar dialog antar delegasi AS dan China pada pekan ini.

“Dialog (dengan China) akan berlanjut pada pekan depan,” kata Kudlow, dilansir dari Reuters.

Seorang pejabat dari Kantor Perwakilan Dagang AS mengatakan bahwa dialog yang sedang diorganisir adalah dialog yang melibatkan pejabat tingkat tinggi dari kedua negara, yang recananya akan dilakukan melalui sambungan telepon.

Sebagai informasi, pejabat tingkat tinggi dalam hal perdagangan dari sisi AS adalah Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin. Dari pihak China, pejabat tingkat tinggi yang dimaksud adalah Wakil Perdana Menteri Liu He.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular