AS-China Mesra, IHSG Cs kok Malah Melemah?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 July 2019 09:53
AS-China Mesra, IHSG Cs kok Malah Melemah?
Foto: Pembukaan Perdagangan BEI 2019 (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah 0,04% pada perdagangan hari ini, Jumat (5/7/2019) ke level 6.373,32. Pada pukul 09:25 WIB, pelemahan IHSG sedikit bertambah dalam menjadi 0,06% ke level 6.372,12.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,16%, indeks Shanghai minus 0,36%, indeks Hang Seng terkoreksi 0,22%, indeks Straits Times turun 0,1%, dan indeks Kospi juga turun 0,55%.

Investor di seluruh dunia memang sedang bermain aman pada saat ini. Hal ini terlihat dari pergerakan imbal hasil (yield) obligasi negara-negara besar di kawasan Eropa.


Kini, yield obligasi pemerintah Jerman tenor 10 tahun berada di level -0,398% yang merupakan level terendah sepanjang masa. Sementara itu, yield obligasi pemerintah Prancis tenor 10 tahun berada di level -0,127%, juga level terendah sepanjang masa.

Kemudian, yield obligasi pemerintah Belgia tenor 10 tahun berada di level -0,056%, level terendah yang pernah dicatatkan sepanjang sejarah.

Sekedar mengingatkan, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Di pasar obligasi, indikator yang diperhatikan pelaku pasar dalam melakukan pengambilan keputusan adalah yield dan bukan kupon karena yield sudah memperhitungkan harga beli dari obligasi tersebut.

Kala yield berada di bawah nol (negatif), pelaku pasar yang membeli di tingkat yield tersebut sebenarnya dipastikan akan mengalami kerugian dalam investasinya lantaran pendapatan dari kupon tak akan bisa menutupi besarnya investasi yang dikeluarkan untuk membeli obligasi tersebut.

Memang, penurunan yield dipicu juga oleh ekspektasi bahwa European Central Bank (ECB) yang merupakan bank sentral dari negara-negara pengadopsi mata uang euro akan bersikap lebih dovish ke depannya guna melawan lemahnya pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Sejauh ini, tiga bank sentral besar di dunia yang pada mulanya bersikap hawkish justru kini sudah menunjukkan sikap dovish. Ketiga bank sentral tersebut adalah: The Federal Reserve (bank sentral AS), Bank of England (bank sentral Inggris), dan ECB.

Kala kebijakan yang lebih dovish seperti pemangkasan tingkat suku bunga acuan serta perpanjangan/peningkatan quantitative easing ditempuh, yield memang seharusnya bergerak ke bawah.

Namun, kalau yield sudah mencapai rekor terendah sepanjang masa seperti yang kita lihat saat ini, pelaku pasar patut khawatir. Pasalnya, jelas terlihat bahwa pelaku pasar keuangan dunia sedang mencoba bermain aman dengan mengalihkan dananya ke instrumen yang aman (safe haven), sekalipun yield sudah berada di bawah nol.

Laju perekonomian dunia yang begitu lemah membuat pelaku pasar mencari perlindungan sembari melepas instrumen berisiko seperti saham.

Di Jerman, Manufacturing PMI sudah dalam 5 bulan terakhir berada di bawah 50. Untuk diketahui, angka di bawah 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur mengalami kontraksi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Perlu diketahui juga, Jerman merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di kawasan Eropa sehingga lesunya aktivitas manufaktur di sana akan berdampak negatif bagi negara-negara lain di seluruh dunia.

Kemudian di AS yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, Manufacturing PMI periode Juni 2019 diumumkan di level 51,7 oleh Institute for Supply Management (ISM), menandai ekspansi sektor manufaktur terlemah yang pernah dicatatkan AS sejak September 2016 silam.

LANJUT KE HALAMAN 2>>

Kekhawatiran terkait perlambatan laju perekonomian dunia membuat sentimen positif yang datang dari aura damai dagang AS-China menjadi tak mampu untuk mengangkat kinerja bursa saham Asia.

Seperti yang diketahui, pasca berbincang sekitar 80 menit di sela-sela gelaran KTT G20 di Jepang pada akhir pekan kemarin, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menyetujui gencatan senjata di bidang perdagangan sekaligus membuka kembali pintu negosiasi yang sempat tertutup.


Dilansir dari CNBC International, kedua negara secara terpisah mengumumkan bahwa mereka telah setuju untuk tak saling mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor dari masing-masing negara.

Media milik pemerintah China Xinhua menyebut bahwa kedua pimpinan negara setuju "untuk memulai kembali negosiasi dagang antar kedua negara dengan dasar kesetaraan dan rasa hormat."

Perkembangan terbaru, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow menyebut bahwa perwakilan kedua negara sedang mengorganisir rencana untuk menggelar dialog antar delegasi AS dan China pada pekan depan.

“Dialog (dengan China) akan berlanjut pada pekan depan,” kata Kudlow, dilansir dari Reuters.

Seorang pejabat dari Kantor Perwakilan Dagang AS kemudian menyebut bahwa dialog yang sedang diorganisir adalah dialog yang melibatkan pejabat tingkat tinggi dari kedua negara, yang recananya akan dilakukan melalui sambungan telepon.

Sebagai informasi, pejabat tingkat tinggi dalam hal perdagangan dari sisi AS adalah Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin. Dari pihak China, pejabat tingkat tinggi yang dimaksud adalah Wakil Perdana Menteri Liu He.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular