
Utang BUMN Karya Tambah Rp 169 T, Waskita Paling Besar
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
03 July 2019 18:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu program unggulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah proyek-proyek pembangunan, dimana besar kemungkinan hal ini akan kembali dilanjutkan di periode pemerintahan selanjutnya.
Proyek infrastruktur tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, kadang bisa mencapai ratusan triliun. Oleh karena itu wajar saja jika proyek tersebut lebih banyak didanai oleh utang ketimbang pendanaan internal.
Melansir tabel di atas, terlihat bahwa pada periode pertama administrasi Jokowi (2015-2018) terlihat bahwa mayoritas utang emiten karya tumbuh lebih dari dua kali lipat.
Tahun lalu PT Waskita Karya Tbk (WSKT) membukukan total utang paling tinggi dengan perolehan mencapai Rp 95,5 triliun, tumbuh hampir 4 kali lipat (363,5%) dibandingkan tahun 2015. Capaian ini menjadi perusahaan mencatatkan pertumbuhan utang tertinggi dibanding 6 emiten karya lainnya.
Lebih lanjut, tingkat hutang yang tinggi bukan menjadi persoalan jika dibarengi dengan performa likuiditas yang baik.
Nah, salah satu rasio keuangan yang umum digunakan untuk menganalisa tingkat likuiditas suatu perusahaan adalah debt-to-equity ratio (DER).
DER menunjukkan tingkat utang perusahaan yang dihitung dengan membagi total utang dengan total ekuitas (yang diatribusikan pada pemilik induk). DER bisa juga menandakan resiko kredit perusahaan, semakin tinggi nilainya maka semakin besar resiko kredit.
Dari tabel di atas terlihat bahwa tahun lalu, emiten karya yang memiliki resiko kredit tertinggi adalah WSKT. Sementara, emiten dengan perolehan DER terendah adalah PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP).
Dengan nilai DER yang lebih dari 5 kali lipat, bisa dibilang cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, resiko perusahaan untuk tidak mampu membayar utang-utangnya jauh lebih besar.
Beberapa analis ada yang berpendapat bahwa nilai DER lebih dari 2 tidak mengapa bagi perusahaan berskala besar, apalagi yang sumber pemasukannya dari proyek pembangunan. Namun, kondisi tersebut tetap harus diwaspadai.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/roy) Next Article ADHI Bukukan Kontrak Baru Rp 3,9 Triliun
Proyek infrastruktur tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, kadang bisa mencapai ratusan triliun. Oleh karena itu wajar saja jika proyek tersebut lebih banyak didanai oleh utang ketimbang pendanaan internal.
Tahun lalu PT Waskita Karya Tbk (WSKT) membukukan total utang paling tinggi dengan perolehan mencapai Rp 95,5 triliun, tumbuh hampir 4 kali lipat (363,5%) dibandingkan tahun 2015. Capaian ini menjadi perusahaan mencatatkan pertumbuhan utang tertinggi dibanding 6 emiten karya lainnya.
Lebih lanjut, tingkat hutang yang tinggi bukan menjadi persoalan jika dibarengi dengan performa likuiditas yang baik.
Nah, salah satu rasio keuangan yang umum digunakan untuk menganalisa tingkat likuiditas suatu perusahaan adalah debt-to-equity ratio (DER).
DER menunjukkan tingkat utang perusahaan yang dihitung dengan membagi total utang dengan total ekuitas (yang diatribusikan pada pemilik induk). DER bisa juga menandakan resiko kredit perusahaan, semakin tinggi nilainya maka semakin besar resiko kredit.
Dari tabel di atas terlihat bahwa tahun lalu, emiten karya yang memiliki resiko kredit tertinggi adalah WSKT. Sementara, emiten dengan perolehan DER terendah adalah PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP).
Dengan nilai DER yang lebih dari 5 kali lipat, bisa dibilang cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, resiko perusahaan untuk tidak mampu membayar utang-utangnya jauh lebih besar.
Beberapa analis ada yang berpendapat bahwa nilai DER lebih dari 2 tidak mengapa bagi perusahaan berskala besar, apalagi yang sumber pemasukannya dari proyek pembangunan. Namun, kondisi tersebut tetap harus diwaspadai.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/roy) Next Article ADHI Bukukan Kontrak Baru Rp 3,9 Triliun
Most Popular