Bursa Saham Utama Asia "Kebakaran", IHSG Ikut ke Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 July 2019 13:05
Bursa Saham Utama Asia
Foto: Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini dengan koreksi sebesar 0,34% ke level 6.362,96, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus memperlebar kekalahannya seiring dengan berjalannya waktu. Per akhir sesi satu, IHSG melemah 0,56% ke level 6.349,44.

Pasca-reli selama 4 hari, kini pelaku pasar saham Tanah Air memilih untuk "ambil nafas" terlebih dahulu.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,5%), PT Astra International Tbk/ASII (-1,03%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-0,71%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,61%), dan PT Vale Indonesia Tbk/INCO (-4,87%).

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,81%, indeks Shanghai turun 0,7%, indeks Hang Seng turun 0,18%, indeks Straits Times turun 0,36%, dan indeks Kospi turun 1,06%.

Kekhawatiran bahwa hubungan AS dengan China di bidang perdagangan akan memanas lagi karena sikap egois Trump sukses memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning.

Seperti yang diketahui, pasca berbincang 0 menit di sela-sela gelaran KTT G20 di Jepang akhir pekan lalu, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menyetujui gencatan senjata di bidang perdagangan dan membuka kembali pintu negosiasi.

Dilansir dari CNBC International, kedua negara secara terpisah mengumumkan bahwa mereka telah setuju untuk tak saling mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor dari masing-masing negara.

Media milik pemerintah China Xinhua menyebut bahwa kedua pimpinan negara setuju "untuk memulai kembali negosiasi dagang antar kedua negara dengan dasar kesetaraan dan rasa hormat." Namun, kini Trump justru ingin kesepakatan dagang AS-China dibuat untuk lebih menguntungkan AS.

"Itu (kesepakatan dagang) haruslah lebih menguntungkan kita ketimbang China karena mereka telah mengambil keuntungan yang sangat besar (dari AS) untuk begitu lama," cetus Trump di Gedung Putih pada hari Senin (1/7/2019), dilansir dari CNBC International.

"Sudah jelas Anda tidak bisa membuat kesepakatan 50-50. Itu (kesepakatan dagang) haruslah lebih menguntungkan kami," lanjut presiden AS ke-45 tersebut.

Jika AS tetap bersikap keras seperti ini, dikhawatirkan kubu China akan panas dan membuat negosiasi dagang kembali menjadi mandek. Jika ini yang terjadi, nampaknya eskalasi perang dagang akan sulit untuk dihindarkan.

Lebih lanjut, potensi meletusnya perang dagang AS-Uni Eropa ikut memantik aksi jual di bursa saham regional. Ya, belum juga perang dagang AS-China beres, pelaku pasar kini harus dihadapkan pada potensi perang dagang antara negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia melawan blok ekonomi dengan nilai perekonomian terbesar di dunia.

Seperti yang diketahui, AS sudah lama dibuat geram oleh langkah Uni Eropa yang memberikan subsidi kepada Airbus sehingga membuat pabrikan pesawat asal AS, Boeing, menjadi kurang kompetitif.

Pada bulan April, Kantor Perwakilan Dagang AS sudah merilis daftar produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 21 miliar yang akan dikenakan bea masuk baru. Uni Eropa pun membalas dengan merilis daftar produk AS yang berpotensi dikenakan bea masuk baru. Nilainya mencapai US$ 20 miliar.

Perkembangan terbaru, pada hari Senin waktu setempat Kantor Perwakilan Dagang AS merilis daftar produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 4 miliar yang bisa ikut dikenakan bea masuk baru. Barang-barang yang disasar AS kali ini berkisar mulai dari makanan hingga minuman keras.

Kantor Perwakilan Dagang AS menyebut bahwa periode dengar pendapat terkait dengan rencana pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 4 miliar tersebut akan dilakukan pada tanggal 5 Agustus.

NEXT

Lebih lanjut, harga minyak mentah dunia yang berhasil membalikkan keadaan sukses memantik aksi jual di pasar saham Indonesia. Pada dini hari tadi, harga minyak Brent kontrak pengiriman periode September 2019 sempat ambruk hingga 4% lebih. Kini, harganya justru naik 0,22% ke level US$ 62,54/barel.

Pada dini hari tadi, harga minyak mentah bergerak ke Selatan merespons potensi eskalasi perang dagang AS-China dan potensi meletusnya perang dagang AS-Uni Eropa. Pelemahan laju pertumbuhan ekonomi sebagai efek samping perang dagang memang akan membuat harga komoditas, utamanya yang merupakan sumber energi, tertekan.

Ambruknya harga minyak mentah bisa berdampak positif bagi Indonesia lantaran akan memantik optimisme bahwa defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) akan menjadi bisa diredam. Pada akhirnya, ada potensi rupiah akan menguat seiring dengan sokongan fundamental yang lebih kuat.

Sayang, harga minyak mentah berhasil bangkit seiring dengan kesepakatan antara Rusia dan sembilan negara produsen minyak non-OPEC lainnya untuk memperpanjang pemangkasan produksi yang sedianya akan berakhir pada bulan ini untuk sembilan bulan mendatang.

Keputusan ini datang pasca pada hari Senin negara-negara anggota OPEC setuju untuk memperpanjang kebijakan tersebut selama sembilan bulan atau hingga Maret 2020. Sebagai informasi, pemangkasan produksi yang dilakukan oleh OPEC dan negara produsen minyak non-OPEC pada saat ini adalah sekitar 1,2 juta barel per hari.

Kala harga minyak mentah bergerak naik, yang ada justru timbul kekhawatiran bahwa CAD akan menjadi kian sulit untuk diredam. Pada akhirnya, rupiah pun melemah lantaran sokongan fundamental yang tak kuat.

Hingga siang hari, rupiah ditransaksikan melemah 0,07% di pasar spot ke level Rp 14.145/dolar AS. Pelemahan rupiah membuat investor asing melakukan aksi jual di pasar saham Indonesia. Per akhir sesi satu, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 26,1 miliar di pasar reguler.

Saham-saham yang banyak dilepas investor asing pada hari ini di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 37,8 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 24,5 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 14,4 miliar), PT Lippo Karawaci Tbk/LPKR (Rp 4,3 miliar), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 3,9 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular