Awalnya 'Dibuai', Rupiah Malah 'Dibanting'

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 July 2019 09:34
Awalnya 'Dibuai', Rupiah Malah 'Dibanting'
Ilustrasi Dolar AS (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di pasar spot hari ini. Awalnya rupiah berpotensi menguat karena kencangnya tiupan sentimen positif, tetapi kemudian situasi berbalik dengan cukup cepat. 

Pada Rabu (3/7/2019) pukul 09:23 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.150. Rupiah melemah 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, depresiasi rupiah masih tipis saja di 0,04%. Namun seiring perjalanan, pelemahan rupiah semakin dalam. 

Rupiah sejatinya diterpa sentimen positif sebelum pasar spot dibuka. Terlihat dari kurs di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF) yang bergerak menguat. 


Rupiah mendapat angin segar dari perkembangan hubungan AS-China yang semakin mesra. "Kami berjalan di jalur yang benar. Memang rumit dan membutuhkan waktu, tetapi kami ingin menuju ke arah yang benar," kata penasihat Perdagangan Gedung Putih Peter Navarro, dikutip dari Reuters. 

Selain itu, rupiah juga mendapat dorongan kala harga minyak dunia sempat terkoreksi sampai lebih dari 4% akibat kekhawatiran investor terhadap risiko perlambatan ekonomi global. Penurunan harga minyak menguntungkan rupiah, karena mengurangi beban impor dan transaksi berjalan (current acccount). 


Namun begitu pasar spot dibuka, situasi berubah. Pelaku pasar berbalik melihat begitu banyak sentimen negatif yang memayungi pasar keuangan Asia. 

Pertama, ada kabar Bank Sentral AS (The Federal reserves/The Fed) masih pikir-pikir untuk menurunkan suku bunga acuan. Presiden The Fed Cleveland Loretta Mester mengungkapkan dirinya butuh masukan lebih banyak untuk mendukung penurunan Federal Funds Rate. 

"Saya memilih untuk mendapatkan lebih banyak informasi sebelum mempertimbangkan perubahan posisi (stance) kebijakan moneter. Belum pasti akan kebijakan ini (penurunan suku bunga) bisa efektif. Menurunkan suku bunga justru bisa menimbulkan sentimen negatif karena terjadi perlambatan ekonomi sehingga menjadi kontraproduktif.

Saya lebih memilih pendekatan yang oportunistis dibandingkan secara proaktif mendorong inflasi dengan menurunkan suku bunga. Artinya, mempertahankan suku bunga acuan di level saat ini sembari mendorong inflasi dan tidak bereaksi berlebihan," jelas Mester, seperti diwartakan Reuters.
 

Sebelumnya, sejumlah pejabat teras The Fed juga menelurkan pernyataan yang less-dovish. James Bullard, Presiden The Fed St Louis, sempat menyebutkan penurunan suku bunga (kalau memang dibutuhkan) cukup dengan 25 basis poin. Dia menilai pemangkasan 50 basis poin terlalu berlebihan. 


Pernyataan The Fed yang semakin kurang kalem membuat dolar AS kembali mendapat momentum. Greenback pun mampu bangkit dan balik menekan mata uang dunia, termasuk rupiah. 

Tidak cuma rupiah, sebagian mata uang Asia pun tidak berdaya di hadapan dolar AS. Bahkan depresiasinya ada yang lebih dalam ketimbang rupiah. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pukul 09:23 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Kedua, harga minyak yang sepat anjlok kini sudah rebound. Pada pukul 09:18 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet sudah naik masing-masing 0,51% dan 0,48%. 

Akibatnya ada kekhawatiran impor minyak Indonesia menjadi lebih mahal. Padahal Indonesia adalah negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

Artinya ada risiko tekanan terhadap neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Fondasi rupiah menjadi rapuh dan rentan melemah. 


Ketiga, investor juga mencemaskan risiko perang dagang AS-Uni Eropa. Setelah agak adem dengan China, AS sepertinya masih 'gatal' dan mencari sparring partner baru. 

Kantor Perwakilan Perdagangan AS (US Trade Representatives/USTR) telah menyelesaikan kajian mengenai produk-produk Uni Eropa yang bisa dikenai bea masuk. Jumlahnya adalah US$ 4 miliar, mencakup zaitun, keju, sampai wiski. 

Jika diterapkan, maka akan menambah daftar produk Benua Biru yang terkena bea masuk. Sebelumnya, AS telah menerapkan bea masuk bagi importasi produk-produk Uni Eropa senilai US$ 21 miliar pada April lalu. 

Bea masuk ini merupakan langkah AS untuk menekan Uni Eropa yang dituding terlalu memanjakan perusahaan produsen pesawat terbang, Airbus, dengan gelontoran subsidi. Washington menilai subsidi membuat Airbus mendapat keuntungan lebih dibandingkan pesaingnya, Boeing. Padahal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyatakan baik Airbus maupun Boeing sama-sama menerima subsidi dari pemerintah masing-masing. 

Dunia baru saja bersuka-cita karena AS-China akhirnya mau kembali ke meja perundingan untuk menyelesaikan perang dagang. Namun AS malah menyulut api perang dagang dengan yang lain. 

Akibatnya, investor cenderung bermain aman sembari menunggu perkembangan terbaru. Permintaan terhadap aset-aset berisiko di negara berkembang menurun, sehingga melemahkan mata uang Asia termasuk rupiah.



TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular