
Bank Dunia Pangkas Pertumbuhan Ekonomi RI, IHSG ke Zona Merah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 July 2019 12:50

Selain karena aksi ambil untung yang menerpa bursa saham utama Benua Kuning, kinerja IHSG juga dihantui oleh keputusan Bank Dunia (World Bank) untuk menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kemarin, lembaga yang berbasis di Washington, AS tersebut memutuskan untuk memangkas proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2019, dari yang semula 5,2% menjadi 5,1%.
Dalam publikasinya, Bank Dunia menjelaskan beberapa faktor yang melandasi pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satunya adalah harga komoditas ekspor andalan Indonesia yang melemah di tahun 2019.
Bank Dunia mencatat harga komoditas logam dasar telah turun sepanjang dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal I-2019, indeks harga logam dasar turun 12% year-on-year (YoY), sementara pada kuartal sebelumnya juga amblas hingga 9% YoY.
Selain itu, ada pula harga batu bara Australia yang turun setelah pemerintah China memperketat impornya sejak Februari 2019. China yang merupakan konsumen terbesar batu bara dunia sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga global.
Alhasil, Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia pun juga ikut turun. Berdasarkan catatan Bank Dunia, rata-rata HBA sepanjang kuartal I-2019 turun hingga 7% YoY.
Nasib serupa juga terjadi pada komoditas ekspor agrikultur. Harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) melemah hingga 17% YoY di kuartal I-2019, melanjutkan pelemahan 23% YoY di kuartal sebelumnya. Pelemahan harga CPO masih terus terjadi meskipun pemerintah telah meningkatkan konsumsi minyak sawit domestik dengan program B20.
Anjloknya harga-harga komoditas tersebut membuat nilai ekspor terkontraksi. Padahal berdasarkan jumlahnya, ekspor batu bara dan minyak sawit sepanjang kuartal I-2019 naik masing-masing sebesar 10,5% YoY dan 9,8% YoY. Namun karena harga yang melemah, pertumbuhan nilai ekspor keduanya tercatat negatif sekitar 10% YoY.
Dampak dari penurunan harga komoditas adalah nilai investasi yang juga melambat. Pasalnya, imbal hasil investasi yang dihasilkan kala harga-harga komoditas anjlok menjadi tak maksimal. Catatan Bank Dunia memperlihatkan pertumbuhan investasi kuartal I-2019 hanya sebesar 5% YoY atau turun dari posisi kuartal IV-2018 sebesar 6% YoY.
Selain karena pelemahan harga komoditas, perlambatan investasi juga disebabkan oleh dua hal lain yaitu gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan perlambatan belanja infrastruktur pemerintah.
Kala perekonomian diproyeksikan tumbuh lebih lambat, apalagi oleh sebuah lembaga besar seperti Bank Dunia, besar kemungkinan pendapatan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga akan tertekan. Wajar jika aksi jual sudah dilakukan sedari saat ini oleh pelaku pasar saham tanah air.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)
Kemarin, lembaga yang berbasis di Washington, AS tersebut memutuskan untuk memangkas proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2019, dari yang semula 5,2% menjadi 5,1%.
Dalam publikasinya, Bank Dunia menjelaskan beberapa faktor yang melandasi pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satunya adalah harga komoditas ekspor andalan Indonesia yang melemah di tahun 2019.
Selain itu, ada pula harga batu bara Australia yang turun setelah pemerintah China memperketat impornya sejak Februari 2019. China yang merupakan konsumen terbesar batu bara dunia sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga global.
Alhasil, Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia pun juga ikut turun. Berdasarkan catatan Bank Dunia, rata-rata HBA sepanjang kuartal I-2019 turun hingga 7% YoY.
Nasib serupa juga terjadi pada komoditas ekspor agrikultur. Harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) melemah hingga 17% YoY di kuartal I-2019, melanjutkan pelemahan 23% YoY di kuartal sebelumnya. Pelemahan harga CPO masih terus terjadi meskipun pemerintah telah meningkatkan konsumsi minyak sawit domestik dengan program B20.
Anjloknya harga-harga komoditas tersebut membuat nilai ekspor terkontraksi. Padahal berdasarkan jumlahnya, ekspor batu bara dan minyak sawit sepanjang kuartal I-2019 naik masing-masing sebesar 10,5% YoY dan 9,8% YoY. Namun karena harga yang melemah, pertumbuhan nilai ekspor keduanya tercatat negatif sekitar 10% YoY.
Dampak dari penurunan harga komoditas adalah nilai investasi yang juga melambat. Pasalnya, imbal hasil investasi yang dihasilkan kala harga-harga komoditas anjlok menjadi tak maksimal. Catatan Bank Dunia memperlihatkan pertumbuhan investasi kuartal I-2019 hanya sebesar 5% YoY atau turun dari posisi kuartal IV-2018 sebesar 6% YoY.
Selain karena pelemahan harga komoditas, perlambatan investasi juga disebabkan oleh dua hal lain yaitu gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan perlambatan belanja infrastruktur pemerintah.
Kala perekonomian diproyeksikan tumbuh lebih lambat, apalagi oleh sebuah lembaga besar seperti Bank Dunia, besar kemungkinan pendapatan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga akan tertekan. Wajar jika aksi jual sudah dilakukan sedari saat ini oleh pelaku pasar saham tanah air.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular