
Setelah 6 Hari 'Mengangkasa', Rupiah Kini Terlemah di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 June 2019 16:13

Apalagi sentimen eksternal mendukung investor untuk melakukan profit taking. Pernyataan para pejabat Bank Sentral AS (The Federal Reserves/The Fed) membuat dolar AS yang sudah lama tertekan menjadi kembali seksi.
Dalam sebuah acara di New York, Ketua The Fed Jerome 'Jay' Powell menegaskan bahwa bank sentral tidak bisa berlebihan dalam menghadapi sebuah situasi. Termasuk dalam hal pelonggaran kebijakan moneter.
"Pertanyaan yang menghantui saya dan kolega adalah apakah ketidakpastian yang terjadi saat ini akan berlanjut sehingga mempengaruhi prospek ekonomi dan membutuhkan lebih banyak kebijakan yang akomodatif? Banyak peserta rapat FOMC (Federal Market Open Committe, komite pengambil kebijakan The Fed) yang menilai ada kebutuhan kebijakan moneter yang lebih akomodatif. Namun kami juga memperhatikan bahwa kebijakan moneter tidak perlu berlebihan terhadap data per data atau sentimen jangka pendek," jelas Powell, mengutip Reuters.
Pernyataan Powell diperkuat oleh James Bullard, Presiden The Fed St Louis. Bahkan Bullard lebih gamblang, tanpa tedeng aling-aling, langsung menyebut angka.
"Saya duduk di sini hari ini, dan saya berpikir (penurunan suku bunga acuan) 50 basis poin akan terlalu banyak. Saya rasa situasi yang ada tidak sampai ke sana, saya memilih (penurunan) 25 basis poin," ungkap Bullard dalam wawancara bersama Bloomberg, seperti dikutip dari Reuters.
Kalimat-kalimat dari Powell dan Bullard membuat pasar harus melakukan kalkulasi ulang. Apakah ekspektasi penurunan Federal Funds Rate tiga kali sepanjang 2019 masih relevan? Kemungkinan tidak, dua kali sudah paling pol.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan suku bunga acuan AS sebanyak dua kali sampai akhir tahun naik dari kemarin 25,6% menjadi 29,1%. Sementara peluang penurunan tiga kali turun dari 41,3% menjadi 41,1%.
Perkembangan ini cukup positif bagi dolar AS, setidaknya walau suku bunga acuan turun tetapi tidak seagresif perkiraan. Dua kali lebih baik dibandingkan tiga kali.
Artinya berinvestasi di dolar AS tidak rugi-rugi amat. Ini mendorong pelaku pasar untuk kembali berburu dolar AS sehingga nilai tukarnya menguat.
Di Asia, terlihat dolar AS begitu digdaya. Tidak hanya rupiah, hampir seluruh mata uang Asia tidak berdaya di hadapan greenback. Hanya dolar Hong Kong, dolar Singapura, dan rupee India yang bisa memberi perlawanan.
Namun di antara mata uang yang melemah, rupiah jadi yang paling parah. Rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia, setelah enam hari beruntun perkasa.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:01 WIB:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Dalam sebuah acara di New York, Ketua The Fed Jerome 'Jay' Powell menegaskan bahwa bank sentral tidak bisa berlebihan dalam menghadapi sebuah situasi. Termasuk dalam hal pelonggaran kebijakan moneter.
"Pertanyaan yang menghantui saya dan kolega adalah apakah ketidakpastian yang terjadi saat ini akan berlanjut sehingga mempengaruhi prospek ekonomi dan membutuhkan lebih banyak kebijakan yang akomodatif? Banyak peserta rapat FOMC (Federal Market Open Committe, komite pengambil kebijakan The Fed) yang menilai ada kebutuhan kebijakan moneter yang lebih akomodatif. Namun kami juga memperhatikan bahwa kebijakan moneter tidak perlu berlebihan terhadap data per data atau sentimen jangka pendek," jelas Powell, mengutip Reuters.
"Saya duduk di sini hari ini, dan saya berpikir (penurunan suku bunga acuan) 50 basis poin akan terlalu banyak. Saya rasa situasi yang ada tidak sampai ke sana, saya memilih (penurunan) 25 basis poin," ungkap Bullard dalam wawancara bersama Bloomberg, seperti dikutip dari Reuters.
Kalimat-kalimat dari Powell dan Bullard membuat pasar harus melakukan kalkulasi ulang. Apakah ekspektasi penurunan Federal Funds Rate tiga kali sepanjang 2019 masih relevan? Kemungkinan tidak, dua kali sudah paling pol.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan suku bunga acuan AS sebanyak dua kali sampai akhir tahun naik dari kemarin 25,6% menjadi 29,1%. Sementara peluang penurunan tiga kali turun dari 41,3% menjadi 41,1%.
Perkembangan ini cukup positif bagi dolar AS, setidaknya walau suku bunga acuan turun tetapi tidak seagresif perkiraan. Dua kali lebih baik dibandingkan tiga kali.
Artinya berinvestasi di dolar AS tidak rugi-rugi amat. Ini mendorong pelaku pasar untuk kembali berburu dolar AS sehingga nilai tukarnya menguat.
Di Asia, terlihat dolar AS begitu digdaya. Tidak hanya rupiah, hampir seluruh mata uang Asia tidak berdaya di hadapan greenback. Hanya dolar Hong Kong, dolar Singapura, dan rupee India yang bisa memberi perlawanan.
Namun di antara mata uang yang melemah, rupiah jadi yang paling parah. Rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia, setelah enam hari beruntun perkasa.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:01 WIB:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular