Setelah Menang Banyak, Rupiah Kini Terlemah di Asia...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 June 2019 14:36
Setelah Menang Banyak, Rupiah Kini Terlemah di Asia...
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah di perdagangan pasar spot. Rupiah bahkan sudah menjadi mata uang terlemah di Asia. 

Pada Rabu (26/6/2019) pukul 14:25 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.170. Rupiah melemah 0,35% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,07%. Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin melemah dan dolar AS kembali mendekati level Rp 14.200. 


Bahkan kini rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia, sudah lebih lemah dari baht Thailand. Investor mulai kembali masuk ke pasar keuangan Negeri Gajah Putih setelah pengumuman hasil rapat Bank of Thailand (BoT). 

Bank Sentral Thailand memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di angka 1,75%, sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun Reuters. BoT juga menegaskan bahwa kebijakan moneter masih akan cenderung akomodatif. 

Bukan apa-apa, BoT menilai pertumbuhan ekonomi Thailand lebih lambat dari perkiraan semula. Untuk 2019, ekonomi diramal tumbuh 3,3%, melambat dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 3,8%. Selain itu, BoT juga memandang penguatan mata uang baht sudah terlalu tinggi, tidak sesuai dengan fundamentalnya.  

Hasil-hasil rapat BoT itu sesuai dengan ekspektasi pasar. Kini sudah ada kepastian mengenai arah kebijakan moneter Thailand, sesuatu yang membuat investor lega. 

Akibatnya, baht perlahan mulai menipiskan depresiasi. Awalnya baht adalah mata uang terlemah di Asia, kini posisi tersebut diambil alih oleh rupiah. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 14:25 WIB: 





(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya faktor domestik menjadi beban bagi rupiah. Sebelumnya, rupiah sudah menguat selama enam hari beruntun. Selama periode tersebut, apresiasi rupiah mencapai hampir 1,5%. Kali terakhir rupiah menguat enam hari berturut-turut adalah pada 4-11 September 2017.

Jadi, sepertinya investor sedang ‘menyerok’ cuan. Rupiah menjadi rentan terserang koreksi teknikal. Investor yang sudah merasa menang banyak mulai melepas rupiah sehingga nilainya melemah.

Selain itu, dolar AS juga mendapat momentum dari pernyataan sejumlah pejabat The Federal Reserves/The Fed. Ketua Jerome ‘Jay’ Powell menegaskan bahwa The Fed tidak cuma melihat perkembangan jangka pendek dalam pengambilan kebijakan. Bank sentral harus melihat gambaran yang lebih luas.

“Kami tidak bekerja berdasarkan pergerakan pasar keuangan jangka pendek. Kami melihat lebih panjang dari itu,” tegas Powell dalam pidato di acara Council on Foreign Relation di New York, mengutip Reuters.

Kemudian James Bullard, Presiden The Fed St Louis, menegaskan bahwa pemangkasan suku bunga acuan 50 basis poin (bps) adalah sesuatu yang berlebihan. Dia memandang Federal Funds Rate memang bisa turun, tetapi hanya 25 bps.

“Saya duduk di sini hari ini, dan saya berpikir (penurunan suku bunga acuan) 50 bps akan terlalu banyak. Saya rasa situasi yang ada tidak sampai ke sana, saya memilih (penurunan) 25 bps,” ungkap Bullard dalam wawancara bersama Bloomberg, seperti dikutip dari Reuters.

Padahal pelaku pasar sudah bertaruh suku bunga acuan bisa turun sampai tiga kali sepanjang 2019, yaitu pada Juli, September, dan Desember. Namun dengan pernyataan Powell dan Bullard, sepertinya penurunan dua kali sudah maksimal.

Ini membuat dolar AS punya sedikit energi untuk melawan. Dua kali turun lebih baik dibandingkan tiga kali, sehingga berinvestasi di dolar AS tidak seburuk perkiraan semula. Jadi wajar dolar AS berhasil bangkit dan digdaya di Asia.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular