Masih Setia di Papan Bawah, Rupiah Terlemah Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 June 2019 12:18
Masih Setia di Papan Bawah, Rupiah Terlemah Kedua di Asia
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Pelemahan rupiah adalah kombinasi 'karma' penguatan selama berhari-hari plus dolar AS yang mendapat momentum dari komentar para pejabat The Federal Reserves/The Fed. 

Pada Rabu (25/6/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.170. Rupiah melemah 0,35% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah hanya melemah tipis 0,07%. Namun seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin dalam. 


Langkah rupiah terbeban oleh sentimen domestik dan eksternal. Dari dalam negeri, sepertinya investor sedang 'menyerok' cuan karena rupiah sudah terus menguat selama beberapa hari terakhir. 

Bayangkan, sebelumnya rupiah menguat selama enam hari beruntun. Kali terakhir rupiah menguat enam hari berturut-turut adalah pada 4-11 September 2017. 



Oleh karena itu, rupiah menjadi rentan terserang koreksi teknikal. Investor yang sudah merasa menang banyak mulai melepas rupiah sehingga nilainya melemah. 

Sementara dari sisi eksternal, dolar AS memang sedang 'mengamuk'. Pada pukul 11:54 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,17%. 

Berkebalikan dengan rupiah, dolar AS sudah cukup lama teraniaya. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index masih terkoreksi 0,84% dan selama sebulan ke belakang pelemahannya mencapai 1,34%. 

 

Ini membuat dolar AS sekarang murah, dan memancing investor untuk kembali mengoleksinya. Aksi borong membuat mata uang Negeri Paman Sam menguat. 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Selain itu, dolar AS juga mendapat momentum dari pernyataan sejumlah pejabat The Fed. Ketua Jerome 'Jay' Powell menegaskan bahwa The Fed tidak cuma melihat perkembangan jangka pendek dalam pengambilan kebijakan. Bank sentral harus melihat gambaran yang lebih luas. 

"Kami tidak bekerja berdasarkan pergerakan pasar keuangan jangka pendek. Kami melihat lebih panjang dari itu," tegas Powell dalam pidato di acara Council on Foreign Relation di New York, mengutip Reuters. 

Kemudian James Bullard, Presiden The Fed St Louis, menegaskan bahwa pemangkasan suku bunga acuan 50 basis poin (bps) adalah sesuatu yang berlebihan. Dia memandang Federal Funds Rate memang bisa turun, tetapi hanya 25 bps. 

"Saya duduk di sini hari ini, dan saya berpikir (penurunan suku bunga acuan) 50 bps akan terlalu banyak. Saya rasa situasi yang ada tidak sampai ke sana, saya memilih (penurunan) 25 bps," ungkap Bullard dalam wawancara bersama Bloomberg, seperti dikutip dari Reuters.  


Padahal pelaku pasar sudah bertaruh suku bunga acuan bisa turun sampai tiga kali sepanjang 2019, yaitu pada Juli, September, dan Desember. Namun dengan pernyataan Powell dan Bullard, sepertinya penurunan dua kali sudah maksimal. 

Ini membuat dolar AS punya sedikit energi untuk melawan. Dua kali turun lebih baik dibandingkan tiga kali, sehingga berinvestasi di dolar AS tidak seburuk perkiraan semula. Jadi wajar dolar AS berhasil bangkit dan digdaya di Asia. 

Kombinasi profit taking plus kebangkitan dolar AS membuat rupiah menjadi salah satu mata uang terlemah di Benua Kuning. Rupiah menempati posisi kedua terbawah, di atas baht Thailand. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:06 WIB:




TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular