Gara-gara The Fed, Mata Uang Asia Melemah Berjamaah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 June 2019 08:31
Gara-gara The Fed, Mata Uang Asia Melemah Berjamaah
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Wajar, karena sebelumnya rupiah sudah menguat enam hari beruntun. 

Pada Rabu (25/6/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.130 kala pembukaan pasar. Rupiah melemah tipis 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan kemarin. 

Sebelumnya, rupiah berhasil menguat selama enam hari berturut-turut. Selama periode tersebut, mata uang Tanah Air terapresiasi 1,46% di hadapan dolar AS. 


Ini membuat keuntungan yang didapat investor dari rupiah sudah lumayan banyak. Oleh karena itu, wajar jika rupiah terserang koreksi teknikal akibat investor yang mencairkan cuan. 

Selain itu, pelemahan rupiah juga menjadi biasa ketika menengok mata uang Asia lainnya. Sebagian besar mata uang utama Benua Kuning terdepresiasi di hadapan dolar AS, tinggal menyisakan dolar Hong Kong dan rupee India di zona hijau. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:10 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tidak hanya di Asia, dolar AS juga sedang terangkat di level global. Pada pukul 08:11 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,12%. 

Kebalikan dengan rupiah, dolar AS memang sudah lama teraniaya. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index amblas 1,54% sementara selama sebulan ke belakang koreksinya adalah 1,51%. 

Oleh karena itu, dolar AS sekarang sudah murah. Pelaku pasar tentu tergiur melihat dolar AS yang sudah lebih terjangkau. Aksi borong membuat dolar AS bangkit dari keterpurukan. 

Dolar AS juga mendapat sentimen positif dari pernyataan Jerome 'Jay' Powell, Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserves/The Fed). Penerus Janet Yellen itu menyatakan bank sentral tidak bereaksi berdasarkan perkembangan jangka pendek melainkan melihat gambaran yang lebih luas. 

"Kami tidak bekerja berdasarkan pergerakan pasar keuangan jangka pendek. Kami melihat lebih panjang dari itu," tegas Powell dalam pidato di acara Council on Foreign Relation di New York, mengutip Reuters. 


Pernyataan Powell diartikan pasar sebagai sinyal bahwa The Fed mungkin tidak akan memangkas suku bunga acuan seagresif yang diperkirakan. Saat ini pelaku pasar memperkirakan Federal Funds Rate bisa dipangkas tiga kali. 

Namun pernyataan Powell yang less-dovish membuat pasar berhitung ulang. Sepertinya dua kali penurunan suku bunga alias 50 basis poin (bps) sudah paling mentok. 

Hal itu diperkuat dengan pernyataan James Bullard, Presiden The Fed St Louis. Dalam wawancara bersama Bloomberg, seperti dikutip dari Reuters, Bullard bahkan menilai penurunan suku bunga acuan 50 bps sudah berlebihan. 

"Saya duduk di sini hari ini, dan saya berpikir (penurunan suku bunga acuan) 50 bps terlalu banyak. Saya rasa situasi yang ada tidak sampai ke sana, saya memilih (penurunan) 25 bps," ungkap Bulard.
 
The Fed yang less-dovish membuat dolar AS punya kesempatan untuk bangkit. Jadi, wajar jika mata uang dunia melemah di hadapan greenback, termasuk rupiah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular