
Setahun DIreksi BEI
Bawa IHSG Jadi Jawara Asia di Tengah Risiko Global & Politik
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
26 June 2019 09:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Akhir bulan ini menjadi momen penting bagi Inarno Djajadi, karena dia akan genap memasuki masa setahun pertamanya menahkodai PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai Direktur Utama.
Setahun sejak dia memimpin bursa Indonesia, pasar modal Indonesia mengalami ayunan (swing) pergerakan pasar yang cukup volatil. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup di level 6.320,45, atau naik 7,87% (461,37 poin) dibandingkan dengan posisi setahun yang lalu pada 5.859,08.
Lihat saja kapitalisasi pasar yang pada 25 Juni 2019 senilai Rp 6.599,72 triliun, sempat turun menjadi Rp 6.474,78 triliun, hingga sempat menembus Rp 7.390,48 triliun. Dalam setahun, kapitalisasi pasar telah tumbuh 6,23% menjadi Rp 7.010,94 triliun (25 Juni 2019).
Jika berbicara performa pasar modal, dinamika eksternal yang berdampak pada nilai tukar rupiah serta perkembangan ekonomi makro menjadi dua risiko utama yang paling memengaruhi posisi investasi investor pada masa kepemimpinan Inarno.
Pada 3 Juli 2018 ketika rupiah menyentuh Rp 14.445 per dolar Amerika Serikat (AS)-level terendah sejak Oktober 2015, IHSG pun jatuh ke titik terendahnya dalam setahun terakhir ke 5.633,94. Nilai kapitalisasi bursa pun menyentuh titik terkecilnya setahun ke Rp 6.347,82 triliun.
Di sisi lain, IHSG menyentuh titik tertingginya pada 6 Februari 2019 ke 6.547,88 setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2018 sebesar 5,18% secara tahunan (year on year/YoY), mengalahkan estimasi pasar yang memperkirakan di angka 5,1%.
Pada hari yang sama, kapitalisasi pasar pun terbang menyentuh level tertingginya dalam setahun di angka Rp 7.466,22 triliun. Ini menunjukkan bahwa pasar modal kita memang rentan dengan sentimen nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi.
NEXT
Setahun sejak dia memimpin bursa Indonesia, pasar modal Indonesia mengalami ayunan (swing) pergerakan pasar yang cukup volatil. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup di level 6.320,45, atau naik 7,87% (461,37 poin) dibandingkan dengan posisi setahun yang lalu pada 5.859,08.
Lihat saja kapitalisasi pasar yang pada 25 Juni 2019 senilai Rp 6.599,72 triliun, sempat turun menjadi Rp 6.474,78 triliun, hingga sempat menembus Rp 7.390,48 triliun. Dalam setahun, kapitalisasi pasar telah tumbuh 6,23% menjadi Rp 7.010,94 triliun (25 Juni 2019).
Jika berbicara performa pasar modal, dinamika eksternal yang berdampak pada nilai tukar rupiah serta perkembangan ekonomi makro menjadi dua risiko utama yang paling memengaruhi posisi investasi investor pada masa kepemimpinan Inarno.
Pada 3 Juli 2018 ketika rupiah menyentuh Rp 14.445 per dolar Amerika Serikat (AS)-level terendah sejak Oktober 2015, IHSG pun jatuh ke titik terendahnya dalam setahun terakhir ke 5.633,94. Nilai kapitalisasi bursa pun menyentuh titik terkecilnya setahun ke Rp 6.347,82 triliun.
Di sisi lain, IHSG menyentuh titik tertingginya pada 6 Februari 2019 ke 6.547,88 setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2018 sebesar 5,18% secara tahunan (year on year/YoY), mengalahkan estimasi pasar yang memperkirakan di angka 5,1%.
Pada hari yang sama, kapitalisasi pasar pun terbang menyentuh level tertingginya dalam setahun di angka Rp 7.466,22 triliun. Ini menunjukkan bahwa pasar modal kita memang rentan dengan sentimen nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi.
NEXT
Pages
Most Popular