Rekor Terus! Harga Emas Capai Level Tertinggi dalam 6 Tahun

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
25 June 2019 09:39
Rekor Terus! Harga Emas Capai Level Tertinggi dalam 6 Tahun
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah melesat lebih dari 1%, harga emas masih melanjutkan penguatan pagi hari ini. Depresiasi dolar Amerika Serikat (AS) membantu harga emas untuk terus mencetak rekor.

Pada perdagangan Selasa (25/6/2019) pukul 09:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Agustus di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) naik 0,31% ke level US$ 1.424,1/troy ounce. Sementara harga emas di pasar spot menguat 0,75% menjadi US$ 1.428,8/troy ounce (setara Rp 20,28 juta/troy ounce; asumsi kurs Rp 14.200/US$). Bahkan pada posisi tersebut, harga emas di pasar spot tercatat merupakan yang tertinggi sejak Mei 2013 atau lebih dari enam tahun lalu.



Harga emas masih terus mendapat dorongan ke atas dari sejumlah sentimen global. Harapan penurunan suku bunga acuan Bank Sentral AS) The Federal Reserves/The Fed menjadi salah satu sentimen yang paling kuat memberi dorongan.

Ketua The Fed Jerome Powell memberi pidato pasca menggelar rapat bulanan komite pengambil kebijakan (FOMC) edisi Juni pada pekan lalu. Dalam pidatonya, nada-nada yang sangat kalem (dovish) terucap dari mulut Powell.

"Kami akan bertindak jika dibutuhkan, termasuk kalau memungkinkan, menggunakan berbagai instrumen untuk menjaga ekspansi (ekonomi)," tuturnya, mengutip Reuters.

Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan suku bunga acuan AS turun turun 25 basis poin mencapai 57,4%. Sementara kemungkinan turun 50 basis poin semakin tinggi yaitu mencapai 42,6%.

Salah satu penyebab keyakinan itu adalah kondisi perekonomian AS yang semakin memprihatinkan. Dini hari tadi waktu Indonesia, The Fed Dallas mengumumkan Indeks Manufaktur Dallas periode Juni berada di posisi minus 12,1. Angka terendah sejak Juni 2016 atau tiga tahun lalu.

Kala suku bunga acuan turun, maka maka likuiditas dolar AS akan meningkat. Dampaknya, kekuatan dolar AS akan berkurang. Nilai tukarnya rentan terdepresiasi akibat tekanan mata uang lain. Dalam kondisi tersebut, ada risiko koreksi nilai aset akibat perubahan nilai tukar.

Investor tentu saja tak ingin mengalami kerugian yang masif akibat hal tersebut. Alhasil, emas dipilih karena bisa menjadi pelindung nilai (hedging). Maklum, pergerakan harga emas relatif lebih stabil ketimbang instrumen-instrumen berisiko lainnya.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Faktor lain yang turut memberi tarikan ke atas pada emas adalah nasib damai dagang AS-China yang masih belum 100% terang benderang. Dua pimpinan negara memang telah siap untuk bertemu pada akhir pekan ini, di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Osaka, Jepang.

Ada pula ketidakpastian politik dan ekonomi global yang muncul akibat perseteruan AS dengan Iran. Dini hari tadi, Trump telah menandatangani sanksi baru bagi Iran. Sanksi tersebut membatasi akses Pimpinan Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei dan jajarannya atas sejumlah sumber finansial yang penting.


Menyikapi hal itu, Duta Besar Iran untuk AS mengatakan bahwa pihaknya tidak mau berdialog dengan Negeri Paman Sam di bawah ancaman sanksi. Alhasil, sulit membayangkan hubungan AS-Iran bisa membaik dalam waktu dekat.

Semakin larut konflik, risiko eskalasi semakin membesar. Bukan tidak mungkin perang terbuka pecah di antara keduanya.

Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian, investasi agresif bukanlah langkah bijak. Salah langkah sedikit, kerugian yang diderita bisa sangat besar. Kondisi itu menyebabkan investor lagi-lagi melirik emas untuk mempertahankan nilai aset.


TIM RISET CNBC INDONESIA




Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular