
Hati-hati, Laju Penguatan Rupiah Melambat
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 June 2019 09:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Namun laju apresiasi rupiah agak melambat.
Pada Senin (24/6/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.140. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Kala pembukaan pasar, rupiah mampu menguat 0,14%. Namun seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah tergerus meski tidak sampai habis.
Sepertinya ada dua hal yang menjadi perhatian investor. Pertama, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional periode Mei.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi atau minus 14,62% year-on-year (YoY) dan impor juga negatif 14,325% YoY. Sementara neraca perdagangan diproyeksi defisit US$ 1,294 miliar.
Pada April, neraca perdagangan mencatat defisit US$ 2,5 miliar. Ini merupakan defisit terdalam sepanjang sejarah Indonesia merdeka.
Defisit neraca perdagangan yang kemungkinan terjadi dalam dua bulan pertama kuartal II-2019 membuat transaksi berjalan (current account) tinggal mengandalkan bulan terakhir yaitu Juni. Agak sulit mengharapkan neraca perdagangan Juni, meski bisa saja surplus tetapi nyaris mustahil menutup defisit pada April dan Mei.
Oleh karena itu, transaksi berjalan kuartal II-2019 kemungkinan akan mengalami defisit yang lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya. Fondasi penting penyokong nilai tukar mata uang menjadi rapuh, karena tinggal mengandalkan arus modal di pasar keuangan (hot money).
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pada Senin (24/6/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.140. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Kala pembukaan pasar, rupiah mampu menguat 0,14%. Namun seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah tergerus meski tidak sampai habis.
Sepertinya ada dua hal yang menjadi perhatian investor. Pertama, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional periode Mei.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi atau minus 14,62% year-on-year (YoY) dan impor juga negatif 14,325% YoY. Sementara neraca perdagangan diproyeksi defisit US$ 1,294 miliar.
Pada April, neraca perdagangan mencatat defisit US$ 2,5 miliar. Ini merupakan defisit terdalam sepanjang sejarah Indonesia merdeka.
Defisit neraca perdagangan yang kemungkinan terjadi dalam dua bulan pertama kuartal II-2019 membuat transaksi berjalan (current account) tinggal mengandalkan bulan terakhir yaitu Juni. Agak sulit mengharapkan neraca perdagangan Juni, meski bisa saja surplus tetapi nyaris mustahil menutup defisit pada April dan Mei.
Oleh karena itu, transaksi berjalan kuartal II-2019 kemungkinan akan mengalami defisit yang lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya. Fondasi penting penyokong nilai tukar mata uang menjadi rapuh, karena tinggal mengandalkan arus modal di pasar keuangan (hot money).
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Harga Minyak Masih Cenderung Naik
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular