
Dear BI, Sudah Saatnya Suku Bunga Acuan Dipangkas
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
23 June 2019 19:11

Jakarta, CNBC Indonesia- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai sudah saatnya Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan. Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengatakan dengan penurunan suku bunga acuan maka bisa mendorong investasi di sektor riil dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dia menilai hal tersebut urgent dilakukan saat ini. "Kembali ditahannya bunga acuan selama 8 bulan berturut-turut di level 6% membuat memontum mendorong perekonomian bisa hilang," kata Eko, Minggu
Eko mengakui kebijakan ini memang dapat membuat arus modal jangka pendek (hot money) betah tinggal di Indonesia. Sayangnya, dengan negara-negara lain yang mulai melakukan ekspansi moneter dengan penurunan suku bunga acuan mereka, maka sektor riil Indonesia semakin tidak kompetitif karena bunga tinggi sehingga cost of fund mahal.
Selain itu, upaya penurunan suku bunga acuan di negara-negara lain dilakukan untuk memberikan stimulus pada pertumbuhan ekonomi, agar dampak perang dagang Amerika Serikat (AS)-China tidak terlalu 'menggerogoti' kinerja ekonomi sektor riil.
"Bahkan The Fed juga diperkirakan akan menahan bunga hingga 2020, bahkan ada kemungkinan turun ke depan," katanya.
Selain itu, Eko menilai dengan menahan bunga acuan hanya akan mengundang hot money yang akan semakin membuat ekonomi rentan jika gejolak tiba-tiba datang. Bunga di luar negeri yang jauh lebih murah juga membuat pelaku usaha di Indonesia tergiur untuk pinjam dana dari luar negeri. Akibatnya Utang Luar Negeri Swasta naik dan risiko nilai tukar juga meningkat.
Selain itu, pemerintah dan BI diharapkan segera melakukan respon kebijakan atas dampak perang dagang ke sektor riil. Di sisi kebijakan moneter upaya ini diharapkan juga dilakukan melalui penurunan suku bunga acuan agar produk-produk Indonesia tetap kompetitif.
"Jika suku bunga masih jauh lebih tinggi dari negara lain, maka ekonomi kita akan semakin sulit bersaing," ujar Eko.
Dengan penurunan suku bunga maka ekspor bisa didorong agar menguat, dan impor yang meningkat bisa dihambat dengan peningkatan produksi dunia usaha di dalam negeri yang meningkat.
Meski dia mengakui ada pertimbangan defisit transaksi berjalan yang cukup lebar sebesar -2,6% terhadap PDB pada kuartal I-2019). BI justri dinilai harus berani melakukan detoksifikasi agar inflow yang masuk ke Indonesia dari FDI sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi
"Solusinya bukan dengan "membuat nyaman" hot money dengan iming-iming bunga tinggi," ujar Eko.
[Gambas:Video CNBC]
(gus) Next Article Segenap Alasan BI Tahan Lagi Suku Bunga Acuan di Level 3,5%
Dia menilai hal tersebut urgent dilakukan saat ini. "Kembali ditahannya bunga acuan selama 8 bulan berturut-turut di level 6% membuat memontum mendorong perekonomian bisa hilang," kata Eko, Minggu
Selain itu, upaya penurunan suku bunga acuan di negara-negara lain dilakukan untuk memberikan stimulus pada pertumbuhan ekonomi, agar dampak perang dagang Amerika Serikat (AS)-China tidak terlalu 'menggerogoti' kinerja ekonomi sektor riil.
"Bahkan The Fed juga diperkirakan akan menahan bunga hingga 2020, bahkan ada kemungkinan turun ke depan," katanya.
Selain itu, Eko menilai dengan menahan bunga acuan hanya akan mengundang hot money yang akan semakin membuat ekonomi rentan jika gejolak tiba-tiba datang. Bunga di luar negeri yang jauh lebih murah juga membuat pelaku usaha di Indonesia tergiur untuk pinjam dana dari luar negeri. Akibatnya Utang Luar Negeri Swasta naik dan risiko nilai tukar juga meningkat.
Selain itu, pemerintah dan BI diharapkan segera melakukan respon kebijakan atas dampak perang dagang ke sektor riil. Di sisi kebijakan moneter upaya ini diharapkan juga dilakukan melalui penurunan suku bunga acuan agar produk-produk Indonesia tetap kompetitif.
"Jika suku bunga masih jauh lebih tinggi dari negara lain, maka ekonomi kita akan semakin sulit bersaing," ujar Eko.
Dengan penurunan suku bunga maka ekspor bisa didorong agar menguat, dan impor yang meningkat bisa dihambat dengan peningkatan produksi dunia usaha di dalam negeri yang meningkat.
Meski dia mengakui ada pertimbangan defisit transaksi berjalan yang cukup lebar sebesar -2,6% terhadap PDB pada kuartal I-2019). BI justri dinilai harus berani melakukan detoksifikasi agar inflow yang masuk ke Indonesia dari FDI sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi
"Solusinya bukan dengan "membuat nyaman" hot money dengan iming-iming bunga tinggi," ujar Eko.
[Gambas:Video CNBC]
(gus) Next Article Segenap Alasan BI Tahan Lagi Suku Bunga Acuan di Level 3,5%
Most Popular