
Bank Indonesia Tahan Suku Bunga, IHSG Berbalik Melemah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 June 2019 14:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham tanah air merespons negatif hasil pertemuan Bank Indonesia (BI). Selepas menggelar pertemuan selama 2 hari yang dimulai sejak Rabu kemarin (19/6/2019), bank sentral memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan atau 7-Day Reverse Repo Rate di level 6%.
Keputusan ini sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang juga memperkirakan bahwa tingkat suku bunga acuan belum akan diutak-atik dalam pertemuan bulan ini.
Dari 11 ekonom yang kami survei, sebanyak empat di antaranya memproyeksikan pemangkasan sebesar 25 bps, sementara sisanya memandang bahwa 7-Day Reverse Repo Rate masih akan ditahan di level 6%.
Namun, bukan berarti tak ada stimulus yang diberikan oleh bank sentral. BI memutuskan untuk menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) untuk bank umum menjadi 6%, dari yang sebelumnya 6,5%. Sementara itu, GWM untuk bank syariah juga dipangkas sebesar 50 bps menjadi 4,5%, dari yang sebelumnya 5%.
Sebelum BI mengumumkan hasil pertemuannya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditransaksikan menguat 0,03% ke level 6.341,05. Kini, IHSG justru ditransaksikan melemah 0,17% ke level 6.328,79.
Ditengarai, pelemahan IHSG merupakan respons dari pelaku pasar yang kecewa lantaran BI tak mengindikasikan pemangkasan tingkat suku bunga acuan dalam pertemuan-pertemuan berikutnya.
Padahal, The Federal Reserve selaku bank sentral AS pada dini hari waktu Indonesia sudah mengindikasikan bahwa tingkat suku bunga acuan bisa dipangkas nantinya.
Dalam konferensi pers usai rapat, Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa prospek perekonomian AS pada dasarnya masih bagus, akan tetapi ada risiko yang semakin meningkat seperti friksi dagang AS dengan sejumlah negara yang membuat investasi melambat. Selain itu, ada pula risiko perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang dan investasi AS.
"Pertanyaannya adalah, apakah risiko-risiko ini akan membebani prospek perekonomian? Kami akan bertindak jika dibutuhkan, termasuk kalau memungkinkan, menggunakan berbagai instrumen untuk menjaga ekspansi (ekonomi)," tuturnya, mengutip Reuters.
Memang, kalau dilihat dari kacamata perekonomian, Indonesia memerlukan pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Perekonomian Indonesia saat ini sedang loyo, tak mampu tumbuh sesuai target, baik itu target dari para ekonom maupun target dari pemerintah sendiri.
Sedikit mundur ke tahun 2017, perekonomian ditargetkan tumbuh sebesar 5,1% dalam APBN, sebelum kemudian dinaikkan menjadi 5,2% dalam APBNP 2017. Kenyataannya, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,07%.
Pada tahun 2018, perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,17%. Padahal, pemerintah mematok target sebesar 5,4%. Ada selisih yang sangat jauh antara target dan realisasi.
Beralih ke tahun 2019, pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan di level 5,07% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,19% YoY.
Sampai saat ini, konferensi pers BI masih berlangsung dan dimungkinkan mengubah arah pergerakan IHSG.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Keputusan ini sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang juga memperkirakan bahwa tingkat suku bunga acuan belum akan diutak-atik dalam pertemuan bulan ini.
Dari 11 ekonom yang kami survei, sebanyak empat di antaranya memproyeksikan pemangkasan sebesar 25 bps, sementara sisanya memandang bahwa 7-Day Reverse Repo Rate masih akan ditahan di level 6%.
Namun, bukan berarti tak ada stimulus yang diberikan oleh bank sentral. BI memutuskan untuk menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) untuk bank umum menjadi 6%, dari yang sebelumnya 6,5%. Sementara itu, GWM untuk bank syariah juga dipangkas sebesar 50 bps menjadi 4,5%, dari yang sebelumnya 5%.
Sebelum BI mengumumkan hasil pertemuannya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditransaksikan menguat 0,03% ke level 6.341,05. Kini, IHSG justru ditransaksikan melemah 0,17% ke level 6.328,79.
Ditengarai, pelemahan IHSG merupakan respons dari pelaku pasar yang kecewa lantaran BI tak mengindikasikan pemangkasan tingkat suku bunga acuan dalam pertemuan-pertemuan berikutnya.
Padahal, The Federal Reserve selaku bank sentral AS pada dini hari waktu Indonesia sudah mengindikasikan bahwa tingkat suku bunga acuan bisa dipangkas nantinya.
Dalam konferensi pers usai rapat, Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa prospek perekonomian AS pada dasarnya masih bagus, akan tetapi ada risiko yang semakin meningkat seperti friksi dagang AS dengan sejumlah negara yang membuat investasi melambat. Selain itu, ada pula risiko perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang dan investasi AS.
"Pertanyaannya adalah, apakah risiko-risiko ini akan membebani prospek perekonomian? Kami akan bertindak jika dibutuhkan, termasuk kalau memungkinkan, menggunakan berbagai instrumen untuk menjaga ekspansi (ekonomi)," tuturnya, mengutip Reuters.
Memang, kalau dilihat dari kacamata perekonomian, Indonesia memerlukan pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Perekonomian Indonesia saat ini sedang loyo, tak mampu tumbuh sesuai target, baik itu target dari para ekonom maupun target dari pemerintah sendiri.
Sedikit mundur ke tahun 2017, perekonomian ditargetkan tumbuh sebesar 5,1% dalam APBN, sebelum kemudian dinaikkan menjadi 5,2% dalam APBNP 2017. Kenyataannya, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,07%.
Pada tahun 2018, perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,17%. Padahal, pemerintah mematok target sebesar 5,4%. Ada selisih yang sangat jauh antara target dan realisasi.
Beralih ke tahun 2019, pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan di level 5,07% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,19% YoY.
Sampai saat ini, konferensi pers BI masih berlangsung dan dimungkinkan mengubah arah pergerakan IHSG.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular