
Sedih, Harga Batu Bara Jatuh ke Level Terendah Sejak 2016
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
19 June 2019 11:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara Newcastle yang sering dijadikan acuan global telah jatuh ke posisi terendah sejak September 2016 atau lebih dari 2 tahun lalu. Pasokan batu bara global yang terus meningkat masih menjadi faktor yang memberi beban pada harga.
Pada penutupan perdagangan hari Rabu (18/6/2019), harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman Juli amblas hingga 1,57% ke posisi US$ 69,1/metrik ton. Itu juga merupakan pelemahan harga batu bara hari kelima secara berturut-turut.
Di China, produksi batu bara domestik diprediksi akan meningkat hingga lebih dari 100 juta ton. Pasalnya menurut Biro Statistik Nasional (National Bureau of Statistics, NBS), ada kapasitas produksi batu bara tambahan sebesar hampir 200 juta ton yang siap untuk digarap tahun ini.
Asosiasi Perusahaan Batu Bara asal China juga telah memasang target pertumbuhan produksi hingga 100 juta ton. Selain itu, pemerintah China juga telah menyetujui proyek-proyek tambang batu bara baru. Kini ada sejumlah tambang baru dengan total kapasitas produksi hingga 409 juta ton yang sedang dibangun.
Sudah sejak beberapa tahun lalu Negeri Tirai Bambu berkomitmen untuk mereformasi industri pertambangan. Salah satu alasannya adalah untuk menurunkan polusi metana yang dihasilkan dari pertambangan batu bara tua.
Alhasil saat ini banyak tambang-tambang batu bara dan tua, terutama yang memproduksi batu bara kalori rendah, ditutup.
Dalam keterangan resmi yang dimuat di website, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional China (NDRC) mengatakan akan menutup tambang-tambang yang memiliki kapasitas produksi kurang dari 300.000 ton/tahun. Namun sebagai gantinya, proyek-proyek pembangunan tambang batu bara yang lebih modern dan efisien banyak banyak dilakukan.
Hal itu juga merupakan salah satu alasan pembatasan impor batu bara di China masih tetap berlaku hingga saat ini. Sejak tahun 2018, China telah membatasi kuota impor batu bara pada level yang sama dengan tahun 2017.
Alhasil sepanjang 2018, impor batu bara China hanya sebesar 280,8 juta ton naik tipis dari 271,1 juta ton pada 2017. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibanding impor pada tahun 2013 yang mencapai 327,2 juta ton. Tahun ini kondisinya diprediksi akan mirip. Impor kemungkinan besar tidak akan naik banyak, atau bahkan terkontraksi.
Dampaknya, pasar batu bara impor (seaborne) global akan semakin tertekan. Pasalnya China merupakan importir terbesar, yang pada tahun 2018 menguasai 20% dari total impor batu bara dunia.
Indonesia sebagai negara yang sangat mengandalkan batu bara sebagai komoditas ekspor harus mulai mengambil langkah antisipatif. Karena di tahun 2018, sebagian besar, atau 58% batu bara yang masuk ke China berasal dari Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Pada penutupan perdagangan hari Rabu (18/6/2019), harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman Juli amblas hingga 1,57% ke posisi US$ 69,1/metrik ton. Itu juga merupakan pelemahan harga batu bara hari kelima secara berturut-turut.
Asosiasi Perusahaan Batu Bara asal China juga telah memasang target pertumbuhan produksi hingga 100 juta ton. Selain itu, pemerintah China juga telah menyetujui proyek-proyek tambang batu bara baru. Kini ada sejumlah tambang baru dengan total kapasitas produksi hingga 409 juta ton yang sedang dibangun.
Sudah sejak beberapa tahun lalu Negeri Tirai Bambu berkomitmen untuk mereformasi industri pertambangan. Salah satu alasannya adalah untuk menurunkan polusi metana yang dihasilkan dari pertambangan batu bara tua.
Alhasil saat ini banyak tambang-tambang batu bara dan tua, terutama yang memproduksi batu bara kalori rendah, ditutup.
Dalam keterangan resmi yang dimuat di website, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional China (NDRC) mengatakan akan menutup tambang-tambang yang memiliki kapasitas produksi kurang dari 300.000 ton/tahun. Namun sebagai gantinya, proyek-proyek pembangunan tambang batu bara yang lebih modern dan efisien banyak banyak dilakukan.
Hal itu juga merupakan salah satu alasan pembatasan impor batu bara di China masih tetap berlaku hingga saat ini. Sejak tahun 2018, China telah membatasi kuota impor batu bara pada level yang sama dengan tahun 2017.
Alhasil sepanjang 2018, impor batu bara China hanya sebesar 280,8 juta ton naik tipis dari 271,1 juta ton pada 2017. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibanding impor pada tahun 2013 yang mencapai 327,2 juta ton. Tahun ini kondisinya diprediksi akan mirip. Impor kemungkinan besar tidak akan naik banyak, atau bahkan terkontraksi.
Dampaknya, pasar batu bara impor (seaborne) global akan semakin tertekan. Pasalnya China merupakan importir terbesar, yang pada tahun 2018 menguasai 20% dari total impor batu bara dunia.
Indonesia sebagai negara yang sangat mengandalkan batu bara sebagai komoditas ekspor harus mulai mengambil langkah antisipatif. Karena di tahun 2018, sebagian besar, atau 58% batu bara yang masuk ke China berasal dari Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Most Popular