Drama Berlanjut, BEI Periksa Lapkeu Kuartal I Garuda
Monica Wareza, CNBC Indonesia
18 June 2019 11:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia tengah mendalami laporan keuangan kuartal I-2019 dari PT Garuda Indonesia Tbk (GIIA) sebagai bagian tak terpisahkan dari langkah pemeriksaan laporan keuangan 2018 dari maskapai penerbangan BUMN tersebut.
"Triwulan I sudah menjadi bagian tidak terpisah dari [laporan keuangan] audited. Iya [lagi diperiksa] karena menjadi bagian yang tidak terpisah. Jadi yang kami sampaikan, yang audited 2018 sama triwulan 1 itu menjadi bagian yang tidak terpisah makanya ada dua terminologi yang kami sampaikan," kata I Gede Nyoman Yetna Setia, Direktur Penilaian BEI, di Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Yetna mengatakan bahwa untuk laporan keuangan (lapkeu) audit 2018, ada pengakuan awal (Initial recognition) dari pendapatan, dan untuk triwulan I-2019 perlu dilihat kembali pos tersebut.
BEI, tegasnya, akan melakukan pengujian terhadap tingkat kolektibilitas dari aset yang dipunyai Garuda Indonesia berupa piutang.
"Kan ini [perjanjian kerja sama dengan Mahata] dicatat sebagai piutang. Di perjanjian dikatakan bahwa, cash wajib diterima di bulan Oktober. Sampai saat ini dan tentunya di triwulan 1 juga yang disampaikan, April belum ada, sehingga kami mempertanyakan," tegasnya.
"Bagaimana mereka [Garuda] mengakui adanya penjualan tersebut, dasarnya apa. Setelah itu triwulan 1 [dilihat] kualitas asetnya, bagaimana mereka meyakinkan bahwa piutang yang dicatat di triwulan 1 itu, itu memang benar-benar dalam kondisi yang collectibility-nya layak untuk dicatat.
Tahun lalu, BUMN penerbangan nasional tersebut membukukan laba bersih senilai US$ 809.846 pada 2018, setara Rp 11,49 miliar (kurs Rp 14.200/US$) dari sebelumnya rugi US$ 216,58 juta (Rp 3,07 triliun).
Namun, performa Garuda terselamatkan oleh satu perjanjian kerja sama yang membuat pos pendapatan lainnya tumbuh 19,86% YoY menjadi US$567,93 juta. Inilah yang menjadi game changer kinerja perusahaan pelat merah yang langganan merugi tersebut.
Pada pos Pendapatan Lain-Lain Bersih terdapat 'pendapatan kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten' pada 2018 senilai US$239,94 juta (sekitar Rp2,9 triliun), dari semula nol pada 2017.
Jawabannya ada pada PT Mahata Aero Teknologi. Pada 31 Oktober 2018, Grup Garuda, termasuk Sriwijaya Air, mengadakan perjanjian kerja sama dengan Mahata untuk penyediaan layanan hiburan dan konektivitas dalam penerbangan (wi-fi on board). Perjanjian ini diamandemen pada 26 Desember 2018.
"Iya kuartal 1 justru gini, perjanjiannya kan di Oktober, kan lapkeu yang di submit itu Desember. Desember itu akan memperlihatkan sebetulnya revenue sampai pada periode tersebut berapa. Kalau pada saat mereka menyampaikan, kan mereka sudah akui tuh di-initial recognition itu penuh, di mana dia tidak mempertimbangkan yang 15 tahun kontraknya [dengan Mahata]," jelas Yetna lebih lanjut.
"Makanya saya sampaikan, ada dua hal yang perlu dicatat, pertama initial recognition, bagaimana dia [Garuda] mengakui pendapatan tersebut yang seharusnya memperhatikan windows yang 15 tahun kontrak. Jadiu jangan melihat itu sebagai one shoot, dia [Garuda] mendapatkan pendapatan di periode 2018 karena mereka ada windows 15 tahun," kata Yetna.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto ada dugaan audit laporan keuangan maskapai BUMN tersebut tidak sepenuhnya mengikuti standar akuntansi yang berlaku.
"Kesimpulannya ada dugaan yang berkaitan dengan pelaksanaan audit itu belum sepenuhnya mengikuti standar akuntansi yang berlaku," Hadiyanto, Jumat (14/6/2019).
Kemenkeu sudah melakukan pendalaman terhadap audit laporan keuangan GIIA yang dilakukan oleh kantor akuntan publik (KAP). Namun, karena Garuda merupakan perusahaan publik, maka Kemenkeu harus berkoordinasi dengan BEI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Laporan keuangan Garuda 2018 diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO International).
Simak ulasan soal peluang restatement lapkeu Garuda.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Garuda Buka Suara soal Pensiun Dini & Rencana Restrukturisasi
"Triwulan I sudah menjadi bagian tidak terpisah dari [laporan keuangan] audited. Iya [lagi diperiksa] karena menjadi bagian yang tidak terpisah. Jadi yang kami sampaikan, yang audited 2018 sama triwulan 1 itu menjadi bagian yang tidak terpisah makanya ada dua terminologi yang kami sampaikan," kata I Gede Nyoman Yetna Setia, Direktur Penilaian BEI, di Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Yetna mengatakan bahwa untuk laporan keuangan (lapkeu) audit 2018, ada pengakuan awal (Initial recognition) dari pendapatan, dan untuk triwulan I-2019 perlu dilihat kembali pos tersebut.
"Kan ini [perjanjian kerja sama dengan Mahata] dicatat sebagai piutang. Di perjanjian dikatakan bahwa, cash wajib diterima di bulan Oktober. Sampai saat ini dan tentunya di triwulan 1 juga yang disampaikan, April belum ada, sehingga kami mempertanyakan," tegasnya.
"Bagaimana mereka [Garuda] mengakui adanya penjualan tersebut, dasarnya apa. Setelah itu triwulan 1 [dilihat] kualitas asetnya, bagaimana mereka meyakinkan bahwa piutang yang dicatat di triwulan 1 itu, itu memang benar-benar dalam kondisi yang collectibility-nya layak untuk dicatat.
Tahun lalu, BUMN penerbangan nasional tersebut membukukan laba bersih senilai US$ 809.846 pada 2018, setara Rp 11,49 miliar (kurs Rp 14.200/US$) dari sebelumnya rugi US$ 216,58 juta (Rp 3,07 triliun).
Namun, performa Garuda terselamatkan oleh satu perjanjian kerja sama yang membuat pos pendapatan lainnya tumbuh 19,86% YoY menjadi US$567,93 juta. Inilah yang menjadi game changer kinerja perusahaan pelat merah yang langganan merugi tersebut.
Pada pos Pendapatan Lain-Lain Bersih terdapat 'pendapatan kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten' pada 2018 senilai US$239,94 juta (sekitar Rp2,9 triliun), dari semula nol pada 2017.
Jawabannya ada pada PT Mahata Aero Teknologi. Pada 31 Oktober 2018, Grup Garuda, termasuk Sriwijaya Air, mengadakan perjanjian kerja sama dengan Mahata untuk penyediaan layanan hiburan dan konektivitas dalam penerbangan (wi-fi on board). Perjanjian ini diamandemen pada 26 Desember 2018.
"Iya kuartal 1 justru gini, perjanjiannya kan di Oktober, kan lapkeu yang di submit itu Desember. Desember itu akan memperlihatkan sebetulnya revenue sampai pada periode tersebut berapa. Kalau pada saat mereka menyampaikan, kan mereka sudah akui tuh di-initial recognition itu penuh, di mana dia tidak mempertimbangkan yang 15 tahun kontraknya [dengan Mahata]," jelas Yetna lebih lanjut.
"Makanya saya sampaikan, ada dua hal yang perlu dicatat, pertama initial recognition, bagaimana dia [Garuda] mengakui pendapatan tersebut yang seharusnya memperhatikan windows yang 15 tahun kontrak. Jadiu jangan melihat itu sebagai one shoot, dia [Garuda] mendapatkan pendapatan di periode 2018 karena mereka ada windows 15 tahun," kata Yetna.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto ada dugaan audit laporan keuangan maskapai BUMN tersebut tidak sepenuhnya mengikuti standar akuntansi yang berlaku.
"Kesimpulannya ada dugaan yang berkaitan dengan pelaksanaan audit itu belum sepenuhnya mengikuti standar akuntansi yang berlaku," Hadiyanto, Jumat (14/6/2019).
Kemenkeu sudah melakukan pendalaman terhadap audit laporan keuangan GIIA yang dilakukan oleh kantor akuntan publik (KAP). Namun, karena Garuda merupakan perusahaan publik, maka Kemenkeu harus berkoordinasi dengan BEI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Laporan keuangan Garuda 2018 diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO International).
Simak ulasan soal peluang restatement lapkeu Garuda.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Garuda Buka Suara soal Pensiun Dini & Rencana Restrukturisasi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular