
Garuda Buka Suara soal Pensiun Dini & Rencana Restrukturisasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Maskapai penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) saat ini terus melakukan efisiensi di internal perusahaan untuk terus bertahan di tengah kondisi saat ini.
Efisiensi yang dilakukan mulai dari operasional pesawat, biaya operasional hingga pemotongan jumlah karyawan dengan program pensiun dini.
Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan di Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen GIAA menjelaskan dari sisi penerbangan saat ini perusahaan tengah melakukan evaluasi terhadap performa rute.
Hal ini dilakukan dengan penyesuaian frekuensi penerbangan hingga optimalisasi penggunaan armada untuk rute padat penumpang dalam upaya mendorong optimalisasi tingkat isian.
"Adapun saat ini perseroan juga dalam proses melakukan kajian menyeluruh yang meliputi aspek operasional, strategi, transformasi bisnis dan juga keuangan sebagai bagian dari upaya restrukturisasi dengan memperhatikan kebutuhan pasar di era kenormalan baru yang tentunya diharapkan dapat mendorong pemulihan kinerja dan menjaga keberlangsungan perseroan," tulis manajemen GIAA dalam keterbukaan tersebut, dikutip Rabu (9/6/2021).
Selain itu, perusahaan juga melakukan menggunakan armada pesawatnya khusus untuk pengangkutan kargo.
Jumlah armada pesawat yang saat ini dioperasionalkan perusahaan sebanyak 53 pesawat dari total 142 pesawat yang dimiliki perusahaan secara langsung maupun sewa. 136 di antaranya adalah sewa, sisanya milik sendiri.
Sementara itu, adanya penyesuaian produksi perseroan imbas kondisi market dan penurunan demand layanan penerbangan yang turun tajam, mau tak mau perusahaan juga melakukan penyesuaian dari sisi organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Pemotongan gaji
Pada April- November 2020, perusahaan melakukan pemotongan gaji karyawan dari level staff hingga komisaris dan direksi kisaran 10% hingga 50% secara bertingkat sesuai dengan level jabatan.
Namun demikian, saat ini masih terdapat gaji yang belum dibayarkan per 31 Desember 2020 nilainya mencapai US$ 23 juta atau setara dengan Rp 329 miliar (kurs Rp 14.300/US$).
Kemudian, perusahaan tahun lalu juga telah melakukan penyelesaian kontrak dipercepat untuk pegawai dengan status kontrak/PKWT, Program Pensiun Dipercepat kepada karyawan dengan kriteria pendaftar 45 tahun ke atas.
Saat ini perusahaan juga tengah melakukan program pensiun dini untuk karyawannya tanpa batasan usia dan tanpa masa minimum masa kerja.
"Perseroan membuka pendaftaran program ini sejak 19 Mei hingga 19 Juni 2021.
Adapun pembayaran hak pensiun karyawan akan dilaksanakan mulai 1 juli 2021 secara bertahap kepada karyawan yang telah mendaftarkan diri pada periode yang ditentukan," jelas manajemen Garuda
Dari segi kewajiban, saat ini perusahaan tengah melakukan kesepakatan restrukturisasi kepada beberapa BUMN dan lessor pesawat.
Perusahaan telah menunjuk konsultan penunjang, baik konsultan bisnis, konsultan hukum dan konsultan keuangan, serta pihak-pihak terkait lainnya yang dimana sedang dalam proses pembahasan dan diskusi untuk restrukturisasi tersebut.
"Adapun perseroan akan berupaya untuk melakukan negosiasi dengan kreditor untuk mencapai kesepakatan bersama terkait restrukturisasi dengan para kreditor."
"Dukungan pemerintah terhadap proses restrukturisasi Perseroan ditandai dengan telah dibentuknya PMO Restrukturisasi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk oleh Kementerian BUMN," jelas perusahaan.
Saat ini perusahaan membiayai keberlangsungan operasional perusahaan jangka pendek dari pendapatan operasional.
Perusahaan telah mendapatkan dukungan pemerintah melalui penerbitan obligasi wajib konversi senilai Rp 8,5 triliun secara total. Obligasi ini diserap oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)/SMI.
Perusahaan juga telah mencairkan dana tersebut senilai Rp 1 triliun pada 4 Februari 2021 dan telah digunakan seluruhnya untuk pembayaran biaya bahan bakar kepada Pertamina.
Untuk pencairan berikutnya, terdapat beberapa persyaratan pencairan yang ditetapkan pemerintah dan harus dipenuhi, namun saat ini perusahaan masih belum bisa memenuhi persyaratan tersebut karena tekanan kinerja dan kondisi keuangan di awal 2021.
Selain itu, dukungan pendanaan melalui program kerja ekspor National Interest Account (NIA) senilai Rp 1 triliun dan diberlakukannya Kebijakan Stimulus Subsidi PJP2U pada komponen tarif tiket pesawat.
Dari pasar saham, saham GIAA justru melesat 3,54% di posisi Rp 234/saham dengan nilai transaksi Rp 6 miliar. Sebulan terakhir saham GIAA minus 28% dengan kapitalisasi pasar Rp 6 triliun.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Singapore Airlines Masuk Garuda Indonesia, Bakal Bikin Ini
