Selepas Melemah 4 Hari Beruntun, Hari Ini IHSG Bangkit!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 June 2019 09:41
Selepas Melemah 4 Hari Beruntun, Hari Ini IHSG Bangkit!
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil bangkit pascajatuh selama 4 hari beruntun. Pada pembukaan perdagangan Selasa ini (18/6/2019), IHSG menguat 0,07% ke level 6.195,13. Pada pukul 09:20 WIB, IHSG telah memperlebar penguatan menjadi 0,33% ke level 6.210,77.

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru sedang ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei amblas 0,25%, indeks Shanghai turun 0,33%, dan indeks Hang Seng turun 0,05%. Sementara itu, indeks Straits Times dan indeks Kospi ditransaksikan menguat masing-masing sebesar 0,68% dan 0,25%.

Sentimen negatif yang menyelimuti perdagangan di bursa saham Benua Kuning adalah potensi eskalasi perang dagang AS-China. Pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan dengan Presiden China Xi Jinping di gelaran KTT G-20 pada akhir bulan ini di Jepang masih juga belum jelas.


Semakin mendekati akhir bulan Juni, belum ada kepastian jika keduanya akan bertemu, walau memang Washington masih ingin kedua pemimpin negara bertemu guna membuka jalan menuju damai dagang.

"Namun belum ada proses formalisasi," ujar Lawrence Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip Reuters.

Sebelumnya, pejabat senior di lingkungan pemerintahan China mengungkapkan bahwa Beijing bahkan belum melakukan apapun terkait rencana pertemuan Trump-Xi.

"Bagi China, yang penting adalah protokol dan bagaimana beliau dihormati. China tidak ingin Xi pergi ke sebuah pertemuan yang akan mempermalukan dirinya," tegas sang pejabat, dikutip dari Reuters.


Sekedar mengingatkan, Trump sebelumnya sudah mengancam bahwa dirinya akan akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti.

Memang, Trump mencoba meredakan suasana dengan menyuarakan optimismenya bahwa pada akhirnya AS-China akan mampu mengesampingkan segala perbedaan dan meneken kesepakatan dagang.

"Pada akhirnya mereka akan meneken kesepakatan," kata Trump dalam wawancara dengan Fox News Channel pada hari Jumat (14/6/2019) waktu setempat, dilansir dari Channel News Asia.

Namun, hal tersebut ternyata tak cukup untuk meredakan kekhawatiran pelaku pasar. Pasalnya, kemungkinan besar perang dagang akan tetap tereskalasi terlebih dahulu.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Di sisi lain, sentimen positif bagi bursa saham Asia datang dari pertemuan Federal Reserve atau the Fed selaku bank sentral AS pada hari Selasa (18/6/2019) dan Rabu (19/6/2019) waktu setempat.

Memang, the Fed diperkirakan masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 2,25%-2,5% pada pertemuan kali ini.

Namun, diharapkan bahwa the Fed akan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang mengindikasikan pemangkasan tingkat suku bunga acuan selepas menggelar pertemuan selama dua hari tersebut.

Beberapa waktu yang lalu, Jerome Powell, Gubernur the Fed, telah secara gamblang memberi sinyal pemangkasan tingkat suku bunga acuan yakni dengan mengubah standar referensinya dari The Fed yang "sabar" dalam menentukan suku bunga menjadi bank sentral akan memperhatikan dampak perang dagang dan akan mengambil tindakan "yang sesuai".


"Kami memantau dengan ketat dampak dari berbagai perkembangan ini terhadap proyeksi perekonomian AS dan, selalu, kami akan mengambil tindakan yang sesuai untuk mempertahankan pertumbuhan (ekonomi), dengan pasar tenaga kerja yang kuat dan inflasi yang ada di sekitar target simetris 2% kami," kata Powell, dilansir dari Reuters.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 17 Juni 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps pada tahun ini berada di level 35,1%. Untuk pemangkasan sebesar 50 dan 25 bps, probabilitasnya masing-masing adalah sebesar 34,6% dan 13,5%.

Sementara itu, probabilitas bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipertahankan di level 2,25%-2,5% sepanjang tahun ini hanya tersisa sebesar 1,7% saja, dari yang sebelumnya 26% pada bulan lalu.

Di tengah aura perlambatan ekonomi AS yang begitu kental terasa, tentu pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi opsi yang paling baik. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas, tingkat suku bunga kredit yang ditawarkan oleh perbankan di AS juga akan turun dan menstimulasi rumah tangga serta dunia usaha untuk menarik kredit, yang pada akhirnya akan mendorong perekonomian tumbuh lebih tinggi.

Mengingat posisi AS selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, laju perekonomian AS yang relatif kencang tentu akan membawa dampak positif yang signifikan bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular