Rupiah Masih Lemas, Calon Melemah 3 Hari Beruntun?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 June 2019 13:06
Ini Penyebab Dolar AS Beringas
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Dolar AS perkasa karena rilis data terbaru di Negeri Paman Sam. Pada Mei, penjualan ritel di AS tumbuh 0,5% month-on-month (MoM). Membaik ketimbang pertumbuhan bulan sebelumnya yaitu 0,3%. 

Kemudian output industri di Negeri Adidaya pada May tumbuh 0,4% MoM, jauh lebih baik ketimbang April yang terkontraksi alias turun 0,4%. Ini menjadi pertumbuhan terbaik sejak November 2018. 

Data-data yang positif ini membuat investor semakin yakin The Federal Reserves/The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5% pada rapat pekan ini. Mengutip CME Fedwatch, probabilitasnya mencapai 82,5%. 

Setidaknya dolar AS masih mendapat suntikan energi dalam jangka pendek. Ke depan, kemungkinan besar angin tidak akan memihak pada mata uang ini. 

Pelaku pasar memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan sejawat akan menurunkan Federal Funds Rate menjadi 2-2,25% pada Juli alias bulan depan. Ini menjadi awal siklus penurunan suku bunga acuan, yang sepanjang 2019 diperkirakan bisa mencapai tiga kali.  

Jadi mumpung dolar AS masih punya momentum untuk menguat sebelum mulai terpukul bulan depan, investor pun bersemangat memburu mata uang Negeri Paman Sam. Peningkatan permintaan tentu membuat dolar AS menguat. 

Selain itu, investor juga cenderung wait and see karena perang dagang AS-India. Mulai 5 Juni, AS menghapus fasilitas Generalized System of Preference (GSP) bagi India.  

Fasilitas ini membuat produk made in India bebas bea masuk di AS, nilainya ditaksir mencapai US$ 5,6 miliar. Namun Trump memutuskan untuk meniadakan fasilitas itu, karena dinilai mengancam industri dan kepentingan dalam negeri.  

India tidak terima, dan membalas dengan menerapkan bea masuk untuk 28 produk AS seperti kacang almon, walnut, dan apel yang berlaku mulai minggu waktu setempat. Kebijakan Negeri Bollywood ini bisa memukul sektor pertanian AS. Pasalnya, data US Department of Agriculture menyebutkan India adalah pembeli kacang almon terbesar dengan nilai US$ 543 juta. Jumlah ini lebih dari separuh dari total ekspor kacang almon AS. 


Perang dagang AS-China belum jelas juntrungannya, kini ada lagi perang dagang AS-India. Jika perang dagang terus berlangsung dan bahkan skalanya lebih luas, maka dijamin perlambatan ekonomi global adalah sebuah keniscayaan. Sesuatu yang bisa membuat investor khawatir dan enggan masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular