
Konsumsi Masyarakat Diyakini Membaik, Indeks Dolar AS Melesat
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 June 2019 21:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah beberapa data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang mengecewakan, akhirnya ada kabar bagus yang membuat dolar melesat naik pada perdagangan Jumat (14/6/19).
Indeks dolar naik sekitar 0,32% ke level 97,32 pada pukul 19:55 WIB, mengutip data dari Refinitiv. Posisi tersebut merupakan yang tertinggi sejak 6 Juni lalu. Indeks ini sering dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS terhadap mata uang lainnya.
Dari enam mata uang yang membentuk indeks dolar, euro melemah 0,37%, poundsterling turun 0,42%, dan yen melemah tipis 0,09%.
Dolar AS mengalami tekanan hebat pada pekan lalu akibat buruknya data tenaga kerja Paman Sam, khususnya data non-farm payroll (NFP). Data ini selalu dinanti oleh investor karena menunjukkan kesehatan pasar tenaga kerja, dan dijadikan acuan oleh Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk menetapkan suku bunga.
NFP bulan Mei dirilis 75.000 orang, yang berarti sepanjang bulan Mei perekonomian AS hanya menyerap tenaga kerja di luar sektor pertanian sebanyak itu. Jumlah tersebut mengalami penurunan drastis dibandingkan bulan April 244.000 orang.
Pasca rilis data tenaga kerja tersebut, spekulasi The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali di tahun ini semakin menguat. Spekulasi tersebut semakin meningkat setelah AS melaporkan pertumbuhan inflasi bulan Mei yang melambat.
Inflasi dilaporkan hanya tumbuh 0,1% di bulan Mei, melambat dari bulan sebelumnya sebesar 0,3%. Inflasi inti (yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan) juga tumbuh 0,1% sama dengan pertumbuhan bulan April.
Setelah serangkaian data buruk tersebut, dolar akhirnya mendapat angin segar dari Departemen Perdagangan AS yang melaporkan data penjualan ritel.
Di bulan Mei penjualan ritel dilaporkan tumbuh 0,5% dari bulan sebelumnya, begitu juga penjualan ritel inti (yang tidak memasukkan sektor otomotif dalam perhitungan) tumbuh 0,5%. Selain itu Departemen Perdagangan juga merevisi data bulan April, penjualan ritel yang sebelumnya -0,2% menjadi 0,3%, dan penjualan ritel inti dari 0,1% ke 0,5%.
Kenaikan tersebut memberikan gambaran konsumsi warga AS masih cukup kuat di kuartal-II tahun ini, yang sedikit meredakan kecemasan pelambatan ekonomi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Investor Antisipasi Isi Pidato Powell, Dolar AS Masih Perkasa
Indeks dolar naik sekitar 0,32% ke level 97,32 pada pukul 19:55 WIB, mengutip data dari Refinitiv. Posisi tersebut merupakan yang tertinggi sejak 6 Juni lalu. Indeks ini sering dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS terhadap mata uang lainnya.
Dolar AS mengalami tekanan hebat pada pekan lalu akibat buruknya data tenaga kerja Paman Sam, khususnya data non-farm payroll (NFP). Data ini selalu dinanti oleh investor karena menunjukkan kesehatan pasar tenaga kerja, dan dijadikan acuan oleh Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk menetapkan suku bunga.
NFP bulan Mei dirilis 75.000 orang, yang berarti sepanjang bulan Mei perekonomian AS hanya menyerap tenaga kerja di luar sektor pertanian sebanyak itu. Jumlah tersebut mengalami penurunan drastis dibandingkan bulan April 244.000 orang.
Pasca rilis data tenaga kerja tersebut, spekulasi The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali di tahun ini semakin menguat. Spekulasi tersebut semakin meningkat setelah AS melaporkan pertumbuhan inflasi bulan Mei yang melambat.
Inflasi dilaporkan hanya tumbuh 0,1% di bulan Mei, melambat dari bulan sebelumnya sebesar 0,3%. Inflasi inti (yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan) juga tumbuh 0,1% sama dengan pertumbuhan bulan April.
Setelah serangkaian data buruk tersebut, dolar akhirnya mendapat angin segar dari Departemen Perdagangan AS yang melaporkan data penjualan ritel.
Di bulan Mei penjualan ritel dilaporkan tumbuh 0,5% dari bulan sebelumnya, begitu juga penjualan ritel inti (yang tidak memasukkan sektor otomotif dalam perhitungan) tumbuh 0,5%. Selain itu Departemen Perdagangan juga merevisi data bulan April, penjualan ritel yang sebelumnya -0,2% menjadi 0,3%, dan penjualan ritel inti dari 0,1% ke 0,5%.
Kenaikan tersebut memberikan gambaran konsumsi warga AS masih cukup kuat di kuartal-II tahun ini, yang sedikit meredakan kecemasan pelambatan ekonomi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Investor Antisipasi Isi Pidato Powell, Dolar AS Masih Perkasa
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular