
Anak Usaha Lolos dari Pailit, TPS Food Masih Diawasi BEI
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
11 June 2019 12:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan terus mengawasi pengembangan lini bisnis PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) paska penyelesaian persidangan terkait kasus penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Direktur Penilaian Perushaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna Setia menyatakan, pihaknya terus memonitor pengembangan lini bisnis AISA di luar beras, sebab divisi tersebu sudah tidak dikembangkan lagi dan bukan menjadi tulang punggung (backbone) bagi bisnis perusahaan.
"Tiga Pilar kita selalu monitor pertama dari divisi beras yang ada PKPU-nya, dan itu kondisi di mana AISA memang ke depannya backbonenya bukan industri beras lagi. Jadi sudah diantisipasi ke depannya," ungkap Nyoman kepada awak media di Bursa Efek Indonesia, Selasa (11/6/2019).
Nyoman menambahkan, setelah proses secara legal yang membelit AISA selesai, bukan tidak mungkin dengan manajemen yang baru, anak-anak usaha Tiga Pilar dapat kembali dikonsolidasikan, sehingga kegiatan operasional perusahaan bisa lebih optimal.
"Kita harapkan bagaimana AISA itu akan muncul menjadi perusahaan yang strategi pengembangan di divisi foodnya. Itu yang akan kita lihat, karena ini yang akan men-generate income ke depan dan menjadi backbone-nya," tambah Nyoman.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Michael Hadylaya menyatakan, TPS Food dan anak usahanya, PT Putra Taro Paloma mendapat pengesahan hakim atas persetujuan antara debitur dan kreditur konkuren untuk mengakhiri kepailitan atau homologasi.
"Harapannya besok TPS Food dan Rabu Taro bisa homologasi juga," kata Michael, dalam pesan singkatnya, kepada CNBC Indonesia, Senin (10/6/2019).
Hanya saja, kata dia, untuk TPS Food masih terkendala persetujuan fee pengurus.
Ia mengatakan, pada hari ini, sidang TPS Food dan anak usahanya, PT Poly Meditra Indonesia telah rampung, dengan amar putusan sebagai berikut:
Pertama, menyatakan PKPU terhadap TPS & PMI. Kedua, menyatakan sah dan mengikat rencana perdamaian tanggal 20 Mei 2019 yang telah ditandatangani Termohon PKPU dan para kreditur. Selanjutnya, memerintahkan agar para Pihak agar mematuhi, tunduk dan menjalankan isi rencana perdamaian.
Keempat, menghukum para termohon PKPU untuk membayar imbalan jasa pengurus dan biaya kepengurusan yang ditetapkan dalam penetapan sendiri. Terakhir, menghukum para Debitor atau Termohon PKPU untuk membayar biaya perkara.
Perusahaan dengan kode saham AISA itu dapat kembali berfokus pada operasional perusahaan dan menyelesaikan kewajiban pembayaran utang dengan skema baru. Dengan demikian, perusahaan produsen makanan ringan merk Taro ini bebas dari jeratan pailit karena tak mampu membayarkan kewajibannya kepada kreditor.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan hingga akhir Desember 2017 lalu, jumlah kewajiban PTP tercatat senilai Rp 261,588 miliar.
PKPU diajukan oleh kreditor konkruen dan separatis yang mengajukan gugatan lantaran perusahaan tak membayarkan kewajibannya. Kewajiban yang dimaksud adalah berupa utang obligasi dan sukuk ijarah serta beberapa kewajiban lainnya.
Beberapa waktu lalu seluruh anak usaha TPS Food yang bergerak di divisi beras telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Dinyatakan pailit karena tak mampu membayarkan pinjamannya ke sejumlah kreditur.
Diperkirakan utang tersebut nilainya mencapai Rp 3,8 triliun, senilai Rp 1,4 triliun merupakan utang kepada kreditur separatis dan Rp 2,5 triliun utang kepada kreditur konkruen.
(hps/hps) Next Article AISA Cari Investor Baru Lewat Private Placement
Direktur Penilaian Perushaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna Setia menyatakan, pihaknya terus memonitor pengembangan lini bisnis AISA di luar beras, sebab divisi tersebu sudah tidak dikembangkan lagi dan bukan menjadi tulang punggung (backbone) bagi bisnis perusahaan.
"Tiga Pilar kita selalu monitor pertama dari divisi beras yang ada PKPU-nya, dan itu kondisi di mana AISA memang ke depannya backbonenya bukan industri beras lagi. Jadi sudah diantisipasi ke depannya," ungkap Nyoman kepada awak media di Bursa Efek Indonesia, Selasa (11/6/2019).
Nyoman menambahkan, setelah proses secara legal yang membelit AISA selesai, bukan tidak mungkin dengan manajemen yang baru, anak-anak usaha Tiga Pilar dapat kembali dikonsolidasikan, sehingga kegiatan operasional perusahaan bisa lebih optimal.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Michael Hadylaya menyatakan, TPS Food dan anak usahanya, PT Putra Taro Paloma mendapat pengesahan hakim atas persetujuan antara debitur dan kreditur konkuren untuk mengakhiri kepailitan atau homologasi.
"Harapannya besok TPS Food dan Rabu Taro bisa homologasi juga," kata Michael, dalam pesan singkatnya, kepada CNBC Indonesia, Senin (10/6/2019).
Hanya saja, kata dia, untuk TPS Food masih terkendala persetujuan fee pengurus.
Ia mengatakan, pada hari ini, sidang TPS Food dan anak usahanya, PT Poly Meditra Indonesia telah rampung, dengan amar putusan sebagai berikut:
Pertama, menyatakan PKPU terhadap TPS & PMI. Kedua, menyatakan sah dan mengikat rencana perdamaian tanggal 20 Mei 2019 yang telah ditandatangani Termohon PKPU dan para kreditur. Selanjutnya, memerintahkan agar para Pihak agar mematuhi, tunduk dan menjalankan isi rencana perdamaian.
Keempat, menghukum para termohon PKPU untuk membayar imbalan jasa pengurus dan biaya kepengurusan yang ditetapkan dalam penetapan sendiri. Terakhir, menghukum para Debitor atau Termohon PKPU untuk membayar biaya perkara.
Perusahaan dengan kode saham AISA itu dapat kembali berfokus pada operasional perusahaan dan menyelesaikan kewajiban pembayaran utang dengan skema baru. Dengan demikian, perusahaan produsen makanan ringan merk Taro ini bebas dari jeratan pailit karena tak mampu membayarkan kewajibannya kepada kreditor.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan hingga akhir Desember 2017 lalu, jumlah kewajiban PTP tercatat senilai Rp 261,588 miliar.
PKPU diajukan oleh kreditor konkruen dan separatis yang mengajukan gugatan lantaran perusahaan tak membayarkan kewajibannya. Kewajiban yang dimaksud adalah berupa utang obligasi dan sukuk ijarah serta beberapa kewajiban lainnya.
Beberapa waktu lalu seluruh anak usaha TPS Food yang bergerak di divisi beras telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Dinyatakan pailit karena tak mampu membayarkan pinjamannya ke sejumlah kreditur.
Diperkirakan utang tersebut nilainya mencapai Rp 3,8 triliun, senilai Rp 1,4 triliun merupakan utang kepada kreditur separatis dan Rp 2,5 triliun utang kepada kreditur konkruen.
(hps/hps) Next Article AISA Cari Investor Baru Lewat Private Placement
Most Popular