
Mudik Pake Pertamax, Pertamina Harus Terima Kasih pada Anda
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
06 June 2019 21:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Mudik menjadi momen tahunan yang menguntungkan bagi perusahaan penyedia jasa transportasi, termasuk juga pemasok bahan bakar PT Pertamina. Jika anda biasa memakai produk non-subsidi, maka anda menjadi penyumbang kinerja positif BUMN energi tersebut. Ini buktinya!
PT Pertamina mengumumkan laporan keuangan tahunan periode 2018 pada akhir Mei lalu. Dua lini produk tercatat memberikan kejutan dengan lonjakan nilai penjualan yakni produk BBM non-subsidi dan produk avtur. Keduanya terkait erat dengan momen mudik dan balik selama Lebaran.
Pergeseran dari sisi kontributor penjualan perusahaan holding migas ini mulai terlihat dalam dua tahun terakhir. Jika pada 2016 dan 2015 produk Premium memberikan nilai penjualan terbesar, maka sejak 2017 Pertamax sukses menggesernya.
Nilai penjualan Premium (penugasan khusus alias subsidi) terpangkas hingga 52,74% pada 2017 menjadi US$5,43 miliar, dan kian menipis pada tahun lalu menjadi US$4,51 miliar. Hanya saja, penurunan nilai itu terjadi karena Pertamina mematok harga jual sama di seluruh Indonesia.
Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno baru-baru ini mengakui bahwa larangan penaikan harga Premium membuat nilai penjualan Pertamina tertekan dan memengaruhi kinerja keuangan secara keseluruhan.
Baru-baru ini, pemerintah akhirnya bersedia menyuntikkan subsidi meski dalam status berhutang, dengan memberikan kompensasi atas selisih harga tersebut dengan membayar senilai US$3,1 miliar di kemudian hari.
Sementara itu, pada pos penjualan BBM nonsubsidi (Pertamax, Pertaliate, Pertamina Dex), nilai penjualannya melesat 310% dari US$2,39 miliar (2016) menjadi US$9,79 miliar (2017), dan kemudian menanjak lagi menjadi US$11,2 miliar.
Ini mengindikasikan bahwa konsumen kian banyak yang beralih dari Premum ke Pertamax sehingga mendongkrak volume penjualan Pertamina, di tengah tren kenaikan harga minyak. Tahun lalu, rerata harga minyak Brent yang menjadi acuan Indonesia berada di level US$71,7 per barel, dibandingkan dengan rerata 2017 pada level US$54,7 per barel.
Penjualan Avtur Meroket
Produk non subsidi lainnya yang juga menunjukkan perkembangan pesat adalah avtur yang pada tahun lalu membukukan angka penjualan US$3,96 miliar, atau naik 39% dari posisi 2017 senilai US$2,99 miliar. Sebagai catatan, Pertamina memiliki produk bahan bakar untuk jet A-1 dan aviation gasoline.
Kenaikan penjualan avtur itu dibukukan di tengah munculnya kritikan bahwa kenaikan harga tiket pesawat di Indonesia salah satunya dipicu oleh tingginya harga avtur yang dimonopoli Pertamina. Namun, manajemen mengklaim avtur yang dijual masih kompetitif.
Kedua produk avtur Pertamina dijual ke perusahaan penerbangan dalam dan luar negeri di bandar udara (bandara) domestik. Tahun lalu, Pertamina menambah satu DPPU di satu bandara baru di dalam negeri. Di luar negeri, Pertamina merambah hingga Eropa, Australia, Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Timur Tengah.
"Pengisian Avtur di dalam negeri dilakukan melalui Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) yang tersebar di 8 Marketing Operation Region (MOR). Sedangkan pengisian bahan bakar jet A-1 di bandara di luar negeri dilakukan dengan melakukan reseller agreement dengan mitra setempat," tulis manajemen Pertamina.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/roy) Next Article Ini Kata Pengamat Terhadap Anomali Harga BBM & Minyak Dunia
PT Pertamina mengumumkan laporan keuangan tahunan periode 2018 pada akhir Mei lalu. Dua lini produk tercatat memberikan kejutan dengan lonjakan nilai penjualan yakni produk BBM non-subsidi dan produk avtur. Keduanya terkait erat dengan momen mudik dan balik selama Lebaran.
Pergeseran dari sisi kontributor penjualan perusahaan holding migas ini mulai terlihat dalam dua tahun terakhir. Jika pada 2016 dan 2015 produk Premium memberikan nilai penjualan terbesar, maka sejak 2017 Pertamax sukses menggesernya.
Nilai penjualan Premium (penugasan khusus alias subsidi) terpangkas hingga 52,74% pada 2017 menjadi US$5,43 miliar, dan kian menipis pada tahun lalu menjadi US$4,51 miliar. Hanya saja, penurunan nilai itu terjadi karena Pertamina mematok harga jual sama di seluruh Indonesia.
Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno baru-baru ini mengakui bahwa larangan penaikan harga Premium membuat nilai penjualan Pertamina tertekan dan memengaruhi kinerja keuangan secara keseluruhan.
Baru-baru ini, pemerintah akhirnya bersedia menyuntikkan subsidi meski dalam status berhutang, dengan memberikan kompensasi atas selisih harga tersebut dengan membayar senilai US$3,1 miliar di kemudian hari.
Sementara itu, pada pos penjualan BBM nonsubsidi (Pertamax, Pertaliate, Pertamina Dex), nilai penjualannya melesat 310% dari US$2,39 miliar (2016) menjadi US$9,79 miliar (2017), dan kemudian menanjak lagi menjadi US$11,2 miliar.
Ini mengindikasikan bahwa konsumen kian banyak yang beralih dari Premum ke Pertamax sehingga mendongkrak volume penjualan Pertamina, di tengah tren kenaikan harga minyak. Tahun lalu, rerata harga minyak Brent yang menjadi acuan Indonesia berada di level US$71,7 per barel, dibandingkan dengan rerata 2017 pada level US$54,7 per barel.
Penjualan Avtur Meroket
Produk non subsidi lainnya yang juga menunjukkan perkembangan pesat adalah avtur yang pada tahun lalu membukukan angka penjualan US$3,96 miliar, atau naik 39% dari posisi 2017 senilai US$2,99 miliar. Sebagai catatan, Pertamina memiliki produk bahan bakar untuk jet A-1 dan aviation gasoline.
Kenaikan penjualan avtur itu dibukukan di tengah munculnya kritikan bahwa kenaikan harga tiket pesawat di Indonesia salah satunya dipicu oleh tingginya harga avtur yang dimonopoli Pertamina. Namun, manajemen mengklaim avtur yang dijual masih kompetitif.
Kedua produk avtur Pertamina dijual ke perusahaan penerbangan dalam dan luar negeri di bandar udara (bandara) domestik. Tahun lalu, Pertamina menambah satu DPPU di satu bandara baru di dalam negeri. Di luar negeri, Pertamina merambah hingga Eropa, Australia, Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Timur Tengah.
"Pengisian Avtur di dalam negeri dilakukan melalui Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) yang tersebar di 8 Marketing Operation Region (MOR). Sedangkan pengisian bahan bakar jet A-1 di bandara di luar negeri dilakukan dengan melakukan reseller agreement dengan mitra setempat," tulis manajemen Pertamina.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/roy) Next Article Ini Kata Pengamat Terhadap Anomali Harga BBM & Minyak Dunia
Most Popular