Bayar Utang, VIVA Divestasi 25% Saham di Kuartal III-2019

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
31 May 2019 10:18
Ia mengatakan, kedua aksi korporasi dilakukan untuk lebih menarik investor, sebab jika hanya private placement, porsi saham yang dilepas hanya 10%.
Foto: Detikcom
Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten media di bawah Grup Bakrie, PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) berencana mendivestasi saham bersamaan dengan private placement dengan nilai maksimal saham yang akan dilepas sebesar 25%. Divestasi saham itu dilakukan perseroan untuk membayar utang dan menambah modal kerja.

Direktur Visi Media Asia Neil R. Tobing menargetkan, dua aksi korporasi itu akan rampung pada triwulan ketiga tahun ini. Ia mengatakan, kedua aksi korporasi dilakukan untuk lebih menarik investor, sebab jika hanya private placement, porsi saham yang dilepas hanya 10%.

Neil menyebut, saat ini sudah mengerucut 2-3 investor strategis yang sedang dijajaki. "Kita harapkan di kuartal III tahun ini akan selesai," ungkap Neil R. Tobing, saat paparan publik, Selasa (29/5/2019) di Menara Bakrie, Jakarta.

Perusahaan yang dipimpin oleh Anindya Novyan Bakrie ini mengumumkan akan menerbitkan maksimal 1,65 juta unit saham baru untuk membayarkan utang dan membiayai modal anak usahanya PT Lativi Mediakarya (TV One). Saham baru yang diterbitkan dengan nominal Rp100 per saham.

Pada tahun ini, Visi Media Asia meyakini bisa tumbuh di atas rata-rata industri free to air (FTA) nasional dengan target pertumbuhan pendapatan maupun laba bersih sebesar 2-3% dari tahun lalu.

Sebagai gambaran, pada 2018, total penjualan perusahaan terkoreksi cukup dalam 13,51% year-on-year (YoY) menjadi Rp 2,4 triliun. Padahal di tahun 2017, emiten dengan kode saham VIVA itu meraup pendapatan Rp 2,7 triliun.

Adapun, pada tiga bulan pertama tahun ini VIVA merugi Rp 90,45 miliar. Namun jumlah kerugian tersebut lebih kecil 9,59% secara tahunan (YoY) dibandingkan kerugian pada kuartal I-2018 yang sebesar Rp 100,04 miliar.

Perusahaan mencatatkan rapor merah karena anjloknya pendapatan dan masih tingginya beban bunga yang harus dibayar VIVA.

Hal ini disebabkan karena beban program dan penyiaran yang masih tinggi karena lebih banyak membeli serial internasional.

Pendapatan perusahaan hingga akhir Maret 2019 juga terkoreksi 16,39% YoY menjadi hanya Rp 522,96 miliar dari kuartal pertama tahun lalu sebesar Rp 625,51 miliar.

Penurunan ini disebabkan sumber pendapatan utama perusahaan, yaitu pendapatan iklan turun 14,83%. Sementara itu, pendapatan non-iklan tumbuh signifikan dengan naik 29,26% secara tahunan.

Presiden Direktur PT Visi Media Asia Tbk (VIVA), Anindya Novyan Bakrie mengakui, sepanjang tahun lalu industri media tengah menghadapi tekanan kala belanja iklan di televisi tumbuh stagnan.

"Industri media tahun 2018 penuh tantangan dan tidak mudah di mana dari sisi advertising expenditure terbatas bahkan flat, tahun ini berdasarkan prediksi Media Partners Asia belanja iklan nasional diperkirakan hanya tumbuh 2,6 persen," kata Anin Bakrie, saat acara RUPS.

Sementara itu persaingan media digital terus meningkat sejalan dengan perubahan pola konsumsi media. Survei Nielsen menyebutkan, lebih dari 95 persen pemirsa media di Indonesia terbiasa mengonsumsi media secara bersamaan melalui lebih dari satu saluran, yaitu televisi dan internet.

Anin menambahkan, industri televisi FTA dapat mempertahankan bisnis secara berdampingan asalkan bisa menyajikan konten menarik dan relevan yang dapat dinikmati di berbagai platform, sehingga menambah jangkauan pemirsa. Karena itu, pada tahun ini perseroan fokus mengintegrasikan bisnis FTA dan media digital.
(hps/hps) Next Article Asumsi Harga Non-HMETD VIVA Rp 154 Per Saham

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular