Tak Lagi Juara Asia, Rupiah Melorot ke Peringkat Tiga

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 May 2019 16:27
Tak Lagi Juara Asia, Rupiah Melorot ke Peringkat Tiga
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah di perdagangan pasar spot awal pekan ini. Namun rupiah gagal mempertahankan status sebagai juara Asia. 

Pada Senin (27/5/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.375 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat tipis 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 


Sebenarnya penguatan rupiah sempat cukup meyakinkan, nyaris mencapai 0,3%. Namun kemudian penguatan itu menipis, hingga akhirnya tinggal tersisa 0,07%. 

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 

 

Awalnya rupiah berada di jalan yang benar untuk mempertahankan status sebagai raja Asia, gelar yang diperoleh sejak Kamis pekan lalu. Akan tetapi gelar tersebut lepas hari ini, beralih ke dolar Taiwan. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:06 WIB: 

 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Meski mayoritas mata uang Benua Kuning masih menguat di hadapan dolar AS, tetapi nasibnya sama seperti rupiah. Penguatan mereka menipis. Bayangkan saja, penguatan rupiah yang hanya 0,07% masih bisa menjadi yang terbaik ketiga di Asia.

Harap maklum, karena dolar AS mulai bangkit dari keterpurukan. Pada pukul 16:08 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama Asia) menguat 0,11%. 

Dalam sepekan terakhir, Dollar Index sudah melemah 0,22% sedangkan selama sebulan ke belakang koreksinya adalah 0,3%. Pelemahan yang sudah agak dalam ini memberi ruang bagi dolar AS untuk mencatat technical rebound. Dolar AS yang sudah murah menjadi menarik di mata investor sehingga memancing aksi borong. 

Selain itu, ada rilis data terbaru yang menjadi beban bagi pasar keuangan Asia. Pada April 2019, keuntungan perusahaan manufaktur di China turun 3,7% dibandingkan posisi yang tahun sebelumnya. Pada Maret, perusahaan manufaktur di China masih membukukan kenaikan laba 13,9% year-on-year (YoY). 

Sementara pada Januari-April, keuntungan minus 3,4% YoY. Lebih dalam ketimbang posisi Januari-Maret yaitu minus 3,3% YoY. 

Sepetinya aura perlambatan ekonomi di Negeri Panda semakin terlihat. Meski pemerintah dan bank sentral berkomitmen menjaga laju pertumbuhan ekonomi, perlambatan tidak bisa terhindarkan. 

Untuk 2019, pemerintah China menargetkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 6-6,5%. Melambat dibandingkan 2018 yaitu 6,6%. Padahal pertumbuhan 6,6% sudah merupakan yang terlemah sejak 1990. 

China adalah perekonomian terbesar di Asia dan nomor dua di dunia. Jadi apa yang terjadi di China tentu akan mempengaruhi Asia secara keseluruhan. Ketika China melambat, Asia bakal ikut melambat. 

Namun untungnya rupiah masih mampu menguat. Walau tidak lagi jadi yang terbaik di Asia, setidaknya bisa terhindar dari zona merah yang sebenarnya sudah di depan mata.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular