Harga Minyak Anjlok 5%, Brent Tinggalkan Level US$ 70/barel

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
24 May 2019 08:52
Harga Minyak Anjlok 5%, Brent Tinggalkan Level US$ 70/barel
Foto: Ilustrasi: Minyak mengalir keluar dari semburan dari sumur 1859 asli Edwin Drake yang meluncurkan industri perminyakan modern di Museum dan Taman Drake Well di Titusville, Pennsylvania AS, 5 Oktober 2017. REUTERS / Brendan McDermid / File Foto
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak anjlok sangat tajam pada penutupan perdagangan Kamis (23/5/2019). Bahkan harga Brent kembali berada di bawah level US$ 70/barel. Perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang semakin memanas membuat proyeksi permintaan energi semakin terpangkas. Terlebih inventori minyak mentah AS melonjak pada pekan lalu.

Pada perdagangan hari Kamis (23/5/2019) Harga minyak Brent kontrak pengiriman Juli ditutup pada posisi US$ 68,05/barel, atau anjlok hingga 4,55%. Sementara harga light sweet (WTI) terjun bebas 5,71% ke posisi US$ 58,27/barel pada saat yang sama. Harga minyak jatuh lebih dari 5 % hanya dalam satu malam.

Penyebab utamanya adalah perang dagang AS-China yang ternyata masih memiliki potensi untuk tereskalasi.



Sebelumnya, perang dagang jilid II telah resmi dibuka pekan lalu. Ditandai dengan AS yang memberlakukan tarif 25% terhadap produk China senilai US$ 200 miliar, dan China yang mengumumkan kenaikan tarif sebesar 5%-25% untuk produk AS senilai US$ 60 miliar.

Namun tidak berhenti sampai di situ. AS kemudian memasukkan raksasa teknologi asal China, Huawei ke daftar hitam. Dengan begitu, perusahaan AS tidak boleh membeli produk-produk China tanpa adanya izin dari pemerintah.

Dampaknya ternyata meluas. Banyak perusahaan-perusahaan, bahkan yang juga bukan berasal dari AS, memutus hubungan dengan Huawei. Seperti Panasonic, dimana pabrikan elektronik asal Jepang tersebut berhenti membeli sejumlah komponen buatan Huawei. Perusahaan chip asal Inggris, ARM pun juga melakukan hal serupa.

Bahkan AS juga tengah mengkaji dampak dari kenaikan tarif 25% bagi produk-produk China lain (yang sebelumnya bukan objek perang dagang) senilai US$ 300 miliar.

Jika AS terus mendesak, kemungkinan besar China akan membalas. Genderang perang akan semakin santer terdengar.

Kala itu terjadi, aktivitas industri di seluruh dunia akan kena getahnya. Lambatnya perputaran rantai pasokan global membuat industri lesu. Perekonomian global akan semakin melambat (dari yang sudah lambat).

Maka tak heran apabila pelaku pasar menilai permintaan energi, termasuk minyak sulit untuk tumbuh, atau bahkan berkurang.

Kabar buruk lainnya adalah stok minyak mentah AS terus meningkat.

Stok minyak mentah AS untuk minggu yang berakhir pada 17 Mei 2019 melonjak hingga 4,7 juta barel, mengantarkan posisi inventori ke level 476,8 juta barel atau tertinggi sejak Juli 2017. Data tersebut diungkapkan oleh lembaga resmi pemerintah AS, Energy Information Administration (EIA) pada hari Rabu (22/5/2019).

Beberapa analis mengatakan bahwa peningkatan inventori minyak AS terkait dengan aktifitas pengolahan di kilang-kilang yang lebih rendah dari biasanya, mengutip Reuters. Terutama aktifitas kilang di wilayah Midwest yang berada di level terendah sejak 2013.

Pekan lalu tingkat utilisasi kilang pengolahan minyak AS berada di level 89,9% dari kapasitas total. Sementara utilisasi kilang Midwest hanya sebesar 82,7% yang yang merupakan terendah sejak Mei 2013.

Ini bukan merupakan kabar baik bagi pasar minyak mentah karena menandakan konsumsi minyak yang cenderung terbatas. Apalagi sebentar lagi di daerah Amerika Utara akan memasuki musim panas.

Saat musim panas, masyarakat AS gemar berkendara untuk menikmati liburan dan konsumsi minyak akan berada pada level puncaknya. Namun aktifitas kilang yang lesu menandakan bahwa proyeksi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) tahun ini tidak akan setinggi biasanya.

Namun itu merupakan peristiwa masa lalu. Hari kemarin sudah lewat, bagaimana kondisi hari ini?

BERLANJUT KE HALAMAN 2>>> Setidaknya sentimen positif yang bisa memberi fondasi pada harga minyak masih ada. Sehingga hari ini bisa berbalik arah menguat.

Pada perdagangan hari Jumat (24/5/2019) pukul 08:30 WIB harga minyak jenis Brent kontrak pengiriman Juli menguat 0,43% ke level US$ 68,05. Sementara harga minyak WTI kontrak pengiriman Juli naik 0,62% ke posisi US$ 58,27/barel.

Itu karena saat ini kebijakan anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk mengurangi pasokan berpotensi menyeimbangkan fundamental di pasar.

Sudah sejak awal Januari 2019, OPEC (OPEC dan sekutunya) memangkas produksi minyak. Bahkan berdasarkan data Refinitiv, OPEC sudah menurangi produksi hampir 2 juta barel/hari.

Sebagai informasi, OPEC sepakat untuk memangkas produksi 1,2 juta barel/hari selama 6 bulan mulai Januari 2019.

Beberapa waktu lalu, Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih mengatakan bahwa OPEC masih akan mempertahankan produksi pada level yang rendah di semester II-2019.

"Pada semester II [2019], pilihan kami adalah menjaga inventori [minyak] agar terus berkurang secara bertahap, perlahan tapi pasti berkurang ke level normal," ujar Falih pada sebuah konferensi pers setelah pertemuan panelis pekan lalu.

Dengan begitu, pelaku pasar bisa sedikit tenang, karena risiko banjir pasokan tahun semakin mengecil.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular