
Prospek Terjaga, Fitch Beri Rating BB- untuk Japfa Comfeed
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
21 May 2019 12:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings memberikan peringkat 'BB-' dengan prospek stabil pada surat utang jangka panjang yang diterbitkan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA). Sementara itu, untuk obligasi domestik yang diterbitkan JPFA diberi peringkat 'A+' dengan prospek stabil.
Peringkat obligasi nasional 'A' mengimplikasi resiko kredit (default) yang lebih kecil dibandingkan dengan pemain domestik lainnya. Namun, perubahan kondisi ekonomi masih berpeluang memberikan dampak pada kemampuan perusahaan untuk membayar tepat waktu.
Melansir laporan terbaru Fitch pada 20 Mei, peringkat tersebut diberikan karena kinerja keuangan perusahaan sepanjang tahun 2018 lebih tinggi dibanding ekspektasi.
Pendapatan sebelum dikurangi bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization/EBITDA) di tahun 2018 sekitar Rp 4,7 triliun, lebih tinggi dibanding proyeksi Fitch di Rp 3,3 triliun.
Lebih lanjut, dalam laporannya, Fitch menyampaikan bahwa peringkat JPFA mencerminkan posisi perusahaan yang kuat di industri pakan dan peternakan unggas. Hal ini mampu dicapai perusahaan disokong oleh lini bisnis yang terintegrasi secara vertikal, jaringan distribusi nasional yang luas, dan hubungan yang kuat dengan para pemasok.
Meskipun rasio EBITDA perusahaan yang sebesar 13,9% di tahun 2018 masih lebih kecil dibanding pelaku industri di pasar internasional, tapi JPFA adalah perusahaan unggas kedua terbesar di Indonesia. Jika pangsa pasar JPFA digabungkan dengan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), maka pangsa pasarnya mencapai 50%.
Faktor lainnya adalah kemampuan perusahaan untuk memitigasi resiko harga bahan baku yang cukup fluktuatif, dengan memiliki fasilitas penyimpanan dan pengeringan jagung yang besar.
JPFA terpapar resiko volatilitas harga bahan baku mengingat pembatasan impor jagung oleh pemerintah yang menyebabkan perusahaan harus mengandalkan pasokan jagung domestik. Padahal musim panen jagung di Indonesia ada di kuartal pertama dan kuartal ketiga tahun ini, sehingga harga berubah-ubah sepanjang tahun.
Fasilitas pengeringan dan penyimpanan jagung milik perusahaan dipercaya dapat menjaga ketersediaan bahan baku dan memberikan fleksibilitas selama periode non-panen.
Sementara itu, peran aktif pemerintah Indonesia dalam mengatur pasokan ayam nasional membantu menjaga harga jual di pasar domestik.
Intervensi terakhir yang dilakukan pemerintah pada industri unggas adalah menyerukan pengurangan pasokan day-old-chick (ayam umur sehari) karena harga unggas (live birds) pada kuartal I-2019 anjlok sekitar 25%.
Atas intervensi tersebut, pada bulan April, harga live birds naik menjadi Rp 19.000/kg dari rata-rata Rp 17.000/kg pada kuartal I-2019.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Sstt...Japfa Kabarnya Jual Produsen Susu Greenfields Rp 7,5 T
Peringkat obligasi nasional 'A' mengimplikasi resiko kredit (default) yang lebih kecil dibandingkan dengan pemain domestik lainnya. Namun, perubahan kondisi ekonomi masih berpeluang memberikan dampak pada kemampuan perusahaan untuk membayar tepat waktu.
Melansir laporan terbaru Fitch pada 20 Mei, peringkat tersebut diberikan karena kinerja keuangan perusahaan sepanjang tahun 2018 lebih tinggi dibanding ekspektasi.
Lebih lanjut, dalam laporannya, Fitch menyampaikan bahwa peringkat JPFA mencerminkan posisi perusahaan yang kuat di industri pakan dan peternakan unggas. Hal ini mampu dicapai perusahaan disokong oleh lini bisnis yang terintegrasi secara vertikal, jaringan distribusi nasional yang luas, dan hubungan yang kuat dengan para pemasok.
Meskipun rasio EBITDA perusahaan yang sebesar 13,9% di tahun 2018 masih lebih kecil dibanding pelaku industri di pasar internasional, tapi JPFA adalah perusahaan unggas kedua terbesar di Indonesia. Jika pangsa pasar JPFA digabungkan dengan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), maka pangsa pasarnya mencapai 50%.
Faktor lainnya adalah kemampuan perusahaan untuk memitigasi resiko harga bahan baku yang cukup fluktuatif, dengan memiliki fasilitas penyimpanan dan pengeringan jagung yang besar.
JPFA terpapar resiko volatilitas harga bahan baku mengingat pembatasan impor jagung oleh pemerintah yang menyebabkan perusahaan harus mengandalkan pasokan jagung domestik. Padahal musim panen jagung di Indonesia ada di kuartal pertama dan kuartal ketiga tahun ini, sehingga harga berubah-ubah sepanjang tahun.
Fasilitas pengeringan dan penyimpanan jagung milik perusahaan dipercaya dapat menjaga ketersediaan bahan baku dan memberikan fleksibilitas selama periode non-panen.
Sementara itu, peran aktif pemerintah Indonesia dalam mengatur pasokan ayam nasional membantu menjaga harga jual di pasar domestik.
Intervensi terakhir yang dilakukan pemerintah pada industri unggas adalah menyerukan pengurangan pasokan day-old-chick (ayam umur sehari) karena harga unggas (live birds) pada kuartal I-2019 anjlok sekitar 25%.
Atas intervensi tersebut, pada bulan April, harga live birds naik menjadi Rp 19.000/kg dari rata-rata Rp 17.000/kg pada kuartal I-2019.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Sstt...Japfa Kabarnya Jual Produsen Susu Greenfields Rp 7,5 T
Most Popular