Menjaga Rupiah Itu Berat, Biar BI Saja...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 May 2019 09:34
Menjaga Rupiah Itu Berat, Biar BI Saja...
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah di perdagangan pasar spot. Sepertinya perjuangan Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas rupiah tidak akan mudah. 

Pada Senin (20/5/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.450. Rupiah melemah tipis 0,03% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Kala pembukaan pasar, rupiah masih bisa stagnan di Rp 14.445/US$. Namun rupiah tidak bisa bertahan lama di zona netral dan menyerempet jalur merah. 

Memang agak sulit untuk menjaga rupiah tidak melemah hari ini. Berbagai sentimen negatif memang mendera mata uang Tanah Air. 

Dari sisi eksternal, hantu perang dagang AS-China masih bergentayangan. Bahkan perang ini sudah menjangkiti korporasi kedua negara. 

Mengutip Reuters, Google menghentikan sementara kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi asal China, Huawei. Pekan lalu, pemerintah AS resmi memasukkan Huawei ke daftar hitam karena dianggap berpotensi mengganggu keamanan dan kepentingan nasional. Artinya, pihak-pihak yang ingin memasok perangkat Huawei harus mendapat restu dari pemerintah. 

"Kami mematuhi peraturan tersebut dan terus mengkaji berbagai dampaknya. Huawei hanya akan mendapatkan versi publik dari Android dan tidak bisa mengakses aplikasi dan layanan dari Google," sebut keterangan juru bicara Google. 

Google kini sudah menghentikan transfer perangkat keras, perangkat lunak, dan jasa perawatan Huawei kecuali yang berbasis open-source. Sebuah pukulan telak buat Huawei. 


Perkembangan ini dikhawatirkan semakin memanaskan hubungan Washington-Beijing. Tentu pelaku pasar menjadi tidak nyaman dan masih cenderung menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Kemudian perkembangan harga minyak juga tidak suportif terhadap rupiah. Pada pukul 09:18 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet melonjak masing-masing 1,32% dan 1,27%. 

Selain ketegangan di Timur Tengah, kebijakan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) juga mempengaruhi harga si emas hitam. Arab Saudi, pemimpin de facto OPEC, mengusulkan agar kebijakan pengurangan produksi dilanjutkan pada semester II-2019. 

"Pada semester II, kami cenderung untuk mempertahankan pengelolaan produksi dan menjaga inventori berkurang secara gradual. Perlahan tetapi pasti berkurang menuju level normal," kata Khalid Al Falih, Menteri Energi Arab Saudi, dikutip dari Reuters. 


Persepsi kelangkaan pasokan membuat harga minyak bergerak ke utara alias naik. Ini bukan kabar baik buat rupiah karena bakal membuat biaya impor minyak membengkak dan membebani transaksi berjalan (current account). 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sementara dari dalam negeri, investor sepertinya masih wait and see jelang pengumuman hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei mendatang. Semakin dekat ke Hari H, situasi bukannya tenang tetapi malah semakin gaduh.  

Kubu pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terus menyuarakan dalam Pemilu sehingga hasilnya tidak sah. Artinya, ada delegitimasi atas keputusan KPU. 


Rencana aksi massa besar-besaran pada 22 Mei pun kian santer terdengar. Bahkan kepolisian mengendus upaya teror yang akan menunggangi aksi tersebut. 


Menuju 22 Mei, pelaku pasar sepertinya memilih untuk menunggu terlebih dulu. Ada kemungkinan investor menunda rencana masuk ke pasar keuangan Indonesia sebelum situasi agak tenang. 

Well, hari ini sepertinya tidak akan mudah buat BI. Namun depresiasi rupiah yang lebih dangkal ketimbang mata uang utama Asia lainnya seperti yen Jepang atau ringgit Malaysia membuktikan bahwa BI sedang 'bergerilya' sekuat tenaga.

Tugas menjaga rupiah memang berat, biar BI saja yang melakukannya.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular