Voltron, Eh BI: Defender of Rupiah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 May 2019 08:38
Voltron, Eh BI: Defender of Rupiah
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sudah tidak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Namun bukan berarti rupiah sudah menguat lho. 

Pada Senin (20/5/2019), US$ 1 ditransaksikan Rp 14.445 kala pembukaan pasar spot. Sama seperti posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu alias stagnan.  

Sepanjang minggu kemarin, rupiah melemah 0,87% di hadapan dolar AS. Pelemahan yang sudah lumayan dalam tersebut membuat tren pelemahan rupiah terhenti, karena investor kemungkinan kembali melirik mata uang Tanah Air yang sudah murah. 

Apalagi secara year-to-date rupiah sudah melemah 0,49%. Sementara secara year-on-year, depresiasi rupiah mencapai 1,87%. 

 

Selain itu, sepertinya pelemahan rupiah juga tertahan oleh intervensi yang dilakukan oleh Bannk Indonesia (BI). Pekan lalu, bank sentral melakukan stabilisasi pasar secara masif sehingga depresiasi rupiah bisa ditahan di bawah 1%. 


Intervensi BI terlihat mampu menjaga rupiah tidak sampai melemah seperti mayoritas mata uang utama Asia lainnya. Ya, pagi ini sebagian besar mata uang utama Benua Kuning terdepresiasi di hadapan dolar AS, mulai dari yen Jepang, rupee India, ringgit Malaysia, sampai yuan China. 

Jika Voltron adalah penjaga alam semesta (defender of the universe), maka BI adalah penjaga rupiah. Sejauh ini, Gubernur Perry Warjiyo dan kolega melakukan tugasnya dengan baik. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:19 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi gerak rupiah hari ini. Pertama adalah perkembangan harga minyak dunia. Pada pukul 08:21 WIB, harga minyak jenis brent melesat 1,45% sementara light sweet melejit 1,37%. 

Tensi geopolitik Timur Tengah yang memanas membuat harga minyak bergerak naik. Gontok-gontokan Arab Saudi cs versus Iran belum mereda, di mana masing-masing pihak sudah siap jika sampai terjadi konflik bersenjata alias perang. 

"Kerajaan Arab Saudi tidak ingin ada perang di kawasan ini, dan tidak ingin mencari perang. Kami akan melakukan sebisa mungkin untuk mencegah perang. Namun pada saat yang sama, Kerajaan akan merespons dengan segenap kekuatan serta melindungi diri dan kepentingannya," jelas Adel Al Jubeir, Menteri Luar Negeri Arab Saudi, dikutip dari Reuters. 

Pernyataan senada dikemukakan oleh Teheran. Mayor Jenderal Hossein Salami, Komandan Korps Penjaga Revolusi Islam Iran, menegaskan pihaknya tidak mencari perang tetapi tidak takut kalau itu sampai terjadi (amit-amit). 

Ketegangan di Timur Tengah dikhawatirkan bisa mempengaruhi harga minyak. Konflik (kalau berkepanjangan) bisa membuat pasokan si emas hitam dari kawasan tersebut terhambat. Timur Tengah adalah daerah penghasil minyak terbesar di dunia, sehingga saat pasokan dari sana berkurang maka harga bisa naik cukup signifikan. 

Jika tren ini berlanjut, maka bisa menjadi alamat jelek buat rupiah. Pasalnya, kenaikan harga minyak akan membuat biaya impor komoditas ini semakin mahal. Padahal Indonesia mau tidak mau harus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri karena produksi yang belum juga memadai. 

Artinya, akan ada tekanan bagi neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Ini bukan berita baik buat rupiah dan aset-aset berbasis mata uang Tanah Air. 

Kedua, investor sepertinya masih wait and see jelang pengumuman hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei mendatang. Semakin dekat ke Hari H, situasi bukannya tenang tetapi malah semakin gaduh.  

Kubu pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terus menyuarakan dalam Pemilu sehingga hasilnya tidak sah. Artinya, ada delegitimasi atas keputusan KPU.

 
Rencana aksi massa besar-besaran pada 22 Mei pun kian santer terdengar. Bahkan kepolisian mengendus upaya teror yang akan menunggangi aksi tersebut. 


Menuju 22 Mei, pelaku pasar sepertinya memilih untuk menunggu terlebih dulu. Ada kemungkinan investor menunda rencana masuk ke pasar keuangan Indonesia sebelum situasi agak tenang.

Dua sentimen tersebut menjadi tantangan bagi BI untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Bukan tugas yang ringan, dan tentu butuh biaya yang tidak sedikit. Cadangan devisa menjadi taruhannya.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular