
Senasib dengan IHSG, Obligasi RI Terkapar Jelang Akhir Pekan
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
17 May 2019 18:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah berbalik melemah pada akhir perdagangan setelah dari kemarin menguat.
Sejak kemarin, bank sentral melakukan operasi pasar terbuka dan menahan tekanan jual dan arus keluar dana investor dari pasar surat utang negara (SUN).
Namun, tekanan yang berasal dari sentimen negatif global akibat semakin berkecamuk-nya perang dagang China-Amerika Serikat membuat investor menerawang karena ketidakpastian iklim investasi keuangan sekarang ini.
Koreksi terjadi hingga penutupan meskipun di awal perdagangan hingga siang hari pasar masih menguat meskipun dalam besaran yang tipis.
Penurunan harga SUN itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 2,2 basis poin (bps) menjadi 8,03%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
I Made Adi Saputra, Head of Fixed Income Research PT MNC Sekuritas, menilai bahwa salah satu penyebab utama terkoreksinya obligasi adalah nilai tukar rupiah.
"Hari ini harga masih cenderung turun menjelang pelaksaan lelang rutin pekan depan serta nilai tukar rupiah yang masih terlihat melemah," ujarnya sore ini (17/5/19).
Dia menilai perang dagang belum akan mendingin dalam jangka pendek karena Trump dan Xi Jin Ping akan saling balas sehingga tensi perang dagang belum akan mendingin dalam jangka pendek.
Namun setidaknya, tutur Made, kondisi sekarang akan membuat bank sentral AS yaitu The Fed akan lebih berpikir panjang untuk menaikkan suku bunga acuannya.
Yield Obligasi Negara Acuan 17 Mei'19
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,34 poin (0,14%) menjadi 243,26 dari posisi kemarin 243,61.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 565 bps, melebar dari posisi kemarin 562 bps.
Selisih tersebut turut menjadi spread paling tinggi sejak Oktober 2018, yang menunjukkan koreksi sudah cukup dalam meskipun masih menunjukkan bahwa instrumen SUN sudah menjanjikan yield yang lebih tinggi lagi bagi investor asing.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,38% dari posisi kemarin 2,39%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi tenor 3 bulan-10 tahun yang menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat karena investor lebih menggemari tenor jangka pendek.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 17 Mei'2019
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 954,13 triliun SBN, atau 38,42% dari total beredar Rp 2.483 triliun berdasarkan data per 16 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 60,88 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Meskipun angkanya masih positif untuk periode tahun ini, tetapi angkanya melandai dari Rp 69,32 triliun pada akhri bulan lalu.
Dihitung juga dari akhir April, nilai kepemilikan asing bulan ini sudah turun Rp 8,44 triliun, berlanjut dari keluarnya investor asing dari pasar SUN pada periode April senilai Rp 4,55 triliun.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi seperti yang terjadi di pasar ekuitas yang melemah 1,17%.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah flat hari ini setelah sempat melemah sepanjang hari.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di banyak negara yaitu di Brasil, China, India, Rusia, Singapura, dan Thailand.
Di negara maju, penguatan juga terjadi di pasar bund Jerman, pasar OAT Perancis, pasar gilt Inggris, pasar JGB Jepang, dan US Treasury AS.
Hal tersebut mencerminkan investor di masing-masing negara mulai merasa tidak aman sehingga mulai menyerbu obligasi sebagai instrumen yang dianggap lebih aman dibandingkan dengan pasar saham.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Sejak kemarin, bank sentral melakukan operasi pasar terbuka dan menahan tekanan jual dan arus keluar dana investor dari pasar surat utang negara (SUN).
Namun, tekanan yang berasal dari sentimen negatif global akibat semakin berkecamuk-nya perang dagang China-Amerika Serikat membuat investor menerawang karena ketidakpastian iklim investasi keuangan sekarang ini.
Penurunan harga SUN itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 2,2 basis poin (bps) menjadi 8,03%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
I Made Adi Saputra, Head of Fixed Income Research PT MNC Sekuritas, menilai bahwa salah satu penyebab utama terkoreksinya obligasi adalah nilai tukar rupiah.
"Hari ini harga masih cenderung turun menjelang pelaksaan lelang rutin pekan depan serta nilai tukar rupiah yang masih terlihat melemah," ujarnya sore ini (17/5/19).
Dia menilai perang dagang belum akan mendingin dalam jangka pendek karena Trump dan Xi Jin Ping akan saling balas sehingga tensi perang dagang belum akan mendingin dalam jangka pendek.
Namun setidaknya, tutur Made, kondisi sekarang akan membuat bank sentral AS yaitu The Fed akan lebih berpikir panjang untuk menaikkan suku bunga acuannya.
Yield Obligasi Negara Acuan 17 Mei'19
Seri | Jatuh tempo | Yield 16 Mei'19 (%) | Yield 17 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 17 Mei'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.529 | 7.526 | -0.30 | 7.4989 |
FR0078 | 10 tahun | 8.012 | 8.034 | 2.20 | 8.0144 |
FR0068 | 15 tahun | 8.515 | 8.509 | -0.60 | 8.5195 |
FR0079 | 20 tahun | 8.571 | 8.576 | 0.50 | 8.5737 |
Avg movement | 0.45 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,34 poin (0,14%) menjadi 243,26 dari posisi kemarin 243,61.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 565 bps, melebar dari posisi kemarin 562 bps.
Selisih tersebut turut menjadi spread paling tinggi sejak Oktober 2018, yang menunjukkan koreksi sudah cukup dalam meskipun masih menunjukkan bahwa instrumen SUN sudah menjanjikan yield yang lebih tinggi lagi bagi investor asing.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,38% dari posisi kemarin 2,39%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi tenor 3 bulan-10 tahun yang menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat karena investor lebih menggemari tenor jangka pendek.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 17 Mei'2019
Seri | Benchmark | Yield 16 Mei'19 (%) | Yield 17 Mei'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.401 | 2.396 | 3 bulan-5 tahun | 23.3 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.208 | 2.182 | 2 tahun-5 tahun | 1.9 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.157 | 2.133 | 3 tahun-5 tahun | -3 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.186 | 2.163 | 3 bulan-10 tahun | 1 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.405 | 2.386 | 2 tahun-10 tahun | -20.4 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 954,13 triliun SBN, atau 38,42% dari total beredar Rp 2.483 triliun berdasarkan data per 16 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 60,88 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Meskipun angkanya masih positif untuk periode tahun ini, tetapi angkanya melandai dari Rp 69,32 triliun pada akhri bulan lalu.
Dihitung juga dari akhir April, nilai kepemilikan asing bulan ini sudah turun Rp 8,44 triliun, berlanjut dari keluarnya investor asing dari pasar SUN pada periode April senilai Rp 4,55 triliun.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi seperti yang terjadi di pasar ekuitas yang melemah 1,17%.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah flat hari ini setelah sempat melemah sepanjang hari.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di banyak negara yaitu di Brasil, China, India, Rusia, Singapura, dan Thailand.
Di negara maju, penguatan juga terjadi di pasar bund Jerman, pasar OAT Perancis, pasar gilt Inggris, pasar JGB Jepang, dan US Treasury AS.
Hal tersebut mencerminkan investor di masing-masing negara mulai merasa tidak aman sehingga mulai menyerbu obligasi sebagai instrumen yang dianggap lebih aman dibandingkan dengan pasar saham.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 16 Mei'19 (%) | Yield 17 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 9.01 | 8.96 | -5.00 |
China | 3.289 | 3.244 | -4.50 |
Jerman | -0.091 | -0.105 | -1.40 |
Perancis | 0.292 | 0.28 | -1.20 |
Inggris | 1.072 | 1.046 | -2.60 |
India | 7.376 | 7.366 | -1.00 |
Jepang | -0.062 | -0.067 | -0.50 |
Malaysia | 3.818 | 3.801 | -1.70 |
Filipina | 5.769 | 5.809 | 4.00 |
Rusia | 8.08 | 8.06 | -2.00 |
Singapura | 2.138 | 2.133 | -0.50 |
Thailand | 2.46 | 2.415 | -4.50 |
Amerika Serikat | 2.405 | 2.384 | -2.10 |
Afrika Selatan | 8.445 | 8.47 | 2.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular