Sentimen Campur-Aduk, IHSG Galau & Volatilitas Tinggi

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 May 2019 10:48
Sentimen Campur-Aduk, IHSG Galau & Volatilitas Tinggi
Foto: Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham kawasan Asia, termasuk Indonesia, terlihat galau pada perdagangan terakhir di pekan ini. Dibuka di zona hijau, kini mayoritas bursa saham utama kawasan Asia malah terjebak di zona merah. Hingga berita ini diturunkan, indeks Shanghai turun 1,17%, indeks Hang Seng turun 0,52%, dan indeks Straits Times turun 0,51%.

Sementara itu, pasca dibuka menguat 0,59%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat bolak-balik di zona hijau dan merah. Hingga berita ini diturunkan, IHSG melemah 0,32% ke level 5.876,96.

Sentimen yang menyelimuti perdagangan hari ini memang bercampur aduk. Di satu sisi, ada potensi eskalasi perang dagang AS-China. Pada hari Rabu (15/5/2019) waktu setempat, melalui sebuah perintah eksekutif Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional terkait ancaman yang dihadapi sektor teknologi AS.

Hal tersebut memberikan kuasa kepada Menteri Perdagangan Wilbur Ross (dengan konsultasi bersama beberapa pejabat tingkat tinggi lainnya) untuk memblokir transaksi yang melibatkan informasi atau teknologi komunikasi yang "membawa risiko tinggi terhadap keamanan nasional AS".

Menindaklanjuti perintah eksekutif yang dikeluarkan Trump, Departemen Perdagangan AS menambahkan Huawei Technologies dan afiliasinya ke dalam Entity List dari Bureau Industry and Security (BIS), yang pada intinya akan membuat Huawei lebih sulit untuk melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS.

China pun kemudian berang dengan langkah AS tersebut. Kementerian Perdagangan China kemarin memperingatkan bahwa sanksi terhadap perusahaan-perusahaan seperti Huawei dapat meningkatkan tensi perang dagang.

"Kami meminta AS untuk berhenti melangkah lebih jauh, supaya perusahaan-perusahaan asal China dapat merasakan situasi yang lebih normal dalam berbisnis, serta untuk menghindari eskalasi lebih lanjut dalam perang dagang AS-China," papar Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng dalam konferensi pers pada hari Kamis, dikutip dari CNBC International.

Namun di sisi lain, negosiasi dagang AS-China nampaknya benar-benar belum berakhir. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengungkapkan bahwa dirinya mengagendakan lawatan ke Beijing untuk melanjutkan dialog dagang, meski belum disebut kapan waktu pelaksanaannya.

"Harapan saya adalah kami akan pergi ke Beijing dalam waktu dekat untuk melanjutkan diskusi. Masih banyak hal yang perlu dikerjakan," katanya, dikutip dari Reuters.

Mnuchin menyebut bahwa pertemuan dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He pada pekan lalu di Washington berjalan konstruktif. Oleh karena itu, pihaknya masih berkenan melanjutkan dialog dengan Negeri Tirai Bambu.
Sebelumnya, Trump sudah mengonfirmasi bahwa dirinya akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 pada akhir bulan depan di Jepang.

Sekedar mengingatkan, kali terakhir Trump bertemu dengan Xi adalah juga di sela-sela KTT G-20, yakni pada bulan Desember lalu di Argentina. Hasilnya, kedua negara menyepakati gencatan senjata selama 3 bulan di mana keduanya tak akan mengerek bea masuk untuk importasi produk dari masing-masing negara. Gencatan senjata ini kemudian diperpanjang oleh Trump seiring dengan perkembangan negosiasi dagang yang positif.

Bisa jadi, hal serupa akan kita temukan juga pasca Trump selesai bersua dengan Xi pada akhir bulan depan.
Berbicara mengenai sentimen positif, hal tersebut juga datang dari rilis data ekonomi AS. Kemarin, pembangunan hunian baru periode April 2019 diumumkan sejumlah 1,24 juta unit, mengalahkan konsensus yang sejumlah 1,21 juta unit, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada tanggal 11 Mei diumumkan sebanyak 212.000, lebih baik dari konsensus yang sebanyak 220.000, dilansir dari Forex Factory.

Sebelumnya, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized), jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.

Perang dagang dengan China terbukti belum banyak berpengaruh terhadap AS yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia. Hal tersebut memberikan kepercayaan diri kepada investor untuk memburu instrumen berisiko seperti saham.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular