
MS: Tak Usah Khawatir Perang Dagang Cuma Sementara, Tapi...
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
15 May 2019 15:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang sepertinya memulai babak baru di awal pekan ini meningkatkan kecemasan di kalangan pelaku pasar. Akan tetapi, Morgan Stanley (MS) memproyeksi bahwa ketegangan ini hanya bersifat sementara.
Seperti yang diketahui, Presiden AS Donald Trump pada Jumat (10/5/2019) telah resmi menaikkan bea masuk produk impor asal China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%.
China pun mengirimkan serangan balasan dengan memutuskan per 1 Juni bea impor bagi importasi produk asal Negeri Paman Sam senilai US$ 60 miliar akan dinaikkan menjadi 20% dan 25%, dari sebelumnya berada di level 5% dan 10%.
MS menilai eskalasi perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia bersifat sementara dan dukungan kebijakan dapat menjaga pemulihan ekonomi global secara bertahap, dilansir dari riset berjudul "Policy Dominates The Cycle" yang rilis pada 12 Mei 2019.
MS menitikberatkan fakta bahwa dampak dari perseteruan dapat diukur dengan dua acara. Pertama adalah kenaikan bea masuk dan efek domino yang akan mempengaruhi rantai pasokan global. Kedua terkait pengaruh tidak langsung pada tingkat kepercayaan pelaku bisnis dan belanja modal, dimana dampak ini, cenderung diremehkan.
Dampak kedua-lah yang menurut Morgan Stanley dapat menyulut para pemangku kebijakan untuk mengambil langkah preventif, seperti menurunkan tingkat suku bunga atau stimulus fiskal melalui operasi pasar terbuka.
Peristiwa belakangan menunjukkan perang dagang mengakibatkan laju investasi global pada 3 bulan pertama tahun ini hanya 3,4% YoY, dibanding kuartal I-2018 sebesar 4,7% YoY. Lalu impor barang modal tumbuh negatif 3% YoY (rerata bergerak 3 bulan), dibandingkan 21% YoY periode yang sama tahun lalu.
Nah, mempertimbangkan hal tersebut, dalam risetnya, MS membuat 3 skenario terkait kelanjutan ketegangan perang dagang antara AS dan China, dampak, dan jenis kebijakan apa yang diambil untuk setiap skema yang terjadi
Skenario pertama adalah ekskalasi perang dagang hanya akan berlangsung dalam kurun waktu 3-4 minggu ke depan, dimana perwakilan dagang kedua negara terus bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan akhir.
Pemerintah China merespon dengan tetap menerapkan stimulus fiskal sebesar US$ 250 miliar, sedangkan Bank Sentral AS/The Fed memilih untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 2,25-2,5%.
Dukungan kebijakan tersebut diproyeksi cukup untuk menjaga pertumbuhan ekonomi global untuk pulih secara bertahap
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)
Seperti yang diketahui, Presiden AS Donald Trump pada Jumat (10/5/2019) telah resmi menaikkan bea masuk produk impor asal China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%.
China pun mengirimkan serangan balasan dengan memutuskan per 1 Juni bea impor bagi importasi produk asal Negeri Paman Sam senilai US$ 60 miliar akan dinaikkan menjadi 20% dan 25%, dari sebelumnya berada di level 5% dan 10%.
MS menitikberatkan fakta bahwa dampak dari perseteruan dapat diukur dengan dua acara. Pertama adalah kenaikan bea masuk dan efek domino yang akan mempengaruhi rantai pasokan global. Kedua terkait pengaruh tidak langsung pada tingkat kepercayaan pelaku bisnis dan belanja modal, dimana dampak ini, cenderung diremehkan.
Dampak kedua-lah yang menurut Morgan Stanley dapat menyulut para pemangku kebijakan untuk mengambil langkah preventif, seperti menurunkan tingkat suku bunga atau stimulus fiskal melalui operasi pasar terbuka.
Peristiwa belakangan menunjukkan perang dagang mengakibatkan laju investasi global pada 3 bulan pertama tahun ini hanya 3,4% YoY, dibanding kuartal I-2018 sebesar 4,7% YoY. Lalu impor barang modal tumbuh negatif 3% YoY (rerata bergerak 3 bulan), dibandingkan 21% YoY periode yang sama tahun lalu.
Nah, mempertimbangkan hal tersebut, dalam risetnya, MS membuat 3 skenario terkait kelanjutan ketegangan perang dagang antara AS dan China, dampak, dan jenis kebijakan apa yang diambil untuk setiap skema yang terjadi
Skenario pertama adalah ekskalasi perang dagang hanya akan berlangsung dalam kurun waktu 3-4 minggu ke depan, dimana perwakilan dagang kedua negara terus bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan akhir.
Pemerintah China merespon dengan tetap menerapkan stimulus fiskal sebesar US$ 250 miliar, sedangkan Bank Sentral AS/The Fed memilih untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 2,25-2,5%.
Dukungan kebijakan tersebut diproyeksi cukup untuk menjaga pertumbuhan ekonomi global untuk pulih secara bertahap
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular