
MS: Tak Usah Khawatir Perang Dagang Cuma Sementara, Tapi...
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
15 May 2019 15:44

Skenario selanjutnya adalah tarif bea masuk AS yang baru akan bertahan lebih dari sebulan karena perbedaan kepentingan antara kedua negara sulit mencapai titik temu.
Dengan dialog dagang yang berlarut-larut, kepercayaan pelaku industri atau perusahaan semakin tertekan karena tarif impor yang baru akan memperburuk kondisi kinerja keuangan. Hal ini membuat manajemen perusahaan menahan anggaran belanja dan perekrutan karyawan baru.
Waktu yang terus berjalan memperluas dampak yang mengakibatkan resiko kredit semakin besar karena pendapatan dan laba perusahaan terus tertekan.
Alhasil stimulus fiskal yang selama ini diberikan Pemerintahan Xi Jinping melalui potongan pajak, akan beralih ke suntikan dana langsung melalui operasi pasar terbuka, seperti penyaluran kredit yang lebih besar ke pelaku industri.
Sementara itu, dari Negeri Paman Sam, The Fed akan merespon dengan memotong tingkat suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bp), menjadi sekitar 1,75%-2% untuk menjaga tingkat pertumbuhan negeri adidaya tersebut.
Penurunan suku bunga acuan adalah apa yang diharapkan Donald Trump karena menurutnya suku bunga yang berlaku sekarang mengganggu laju pertumbuhan ekonomi AS. Bulan lalu, Trump sempat meminta The Fed menurunkan suku bunganya hingga 100 basis poin.
Skenario kedua akan mengarah pada perlambatan pertumbuhan ekonomi AS dan China masing-masing sekitar 0,2% dan 0,3%. Sedangkan laju ekonomi global akan berada di level 2,7%-2,9% di kuartal III-2019, selamat dari ambang batas resesi.
Terakhir adalah skema terburuk dimana tidak akan ada kesepakatan yang berhasil ditekan atau no deal. Alhasil baik AS maupun China akan menerapkan bea masuk sebesar 25% untuk semua produk impor asal negara masing-masing. China bahkan akan membatasi pembelian produk buatan AS oleh perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN).
Nah respon pemangku kebijakan Negeri Panda adalah menerapkan stimulus fiskal langsung ke perekonomian senilai 3,5% dari GDP atau dua kali lipat dari stimulus yang sedang diterapkan. Sedangkan The Fed akan memangkas suku bunga hingga nol persen hingga semester I tahun depan.
Akan tetapi, langkah yang diambil kedua negara tidak akan mampu mencegah resesi global yang bisa terjadi pada akhir tahun. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi dunia akan berada di bawah 2,5% yang merupakan ambang batas resesi.
TIM RISET CNBC INDONESIA (dwa/dwa)
Dengan dialog dagang yang berlarut-larut, kepercayaan pelaku industri atau perusahaan semakin tertekan karena tarif impor yang baru akan memperburuk kondisi kinerja keuangan. Hal ini membuat manajemen perusahaan menahan anggaran belanja dan perekrutan karyawan baru.
Waktu yang terus berjalan memperluas dampak yang mengakibatkan resiko kredit semakin besar karena pendapatan dan laba perusahaan terus tertekan.
Sementara itu, dari Negeri Paman Sam, The Fed akan merespon dengan memotong tingkat suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bp), menjadi sekitar 1,75%-2% untuk menjaga tingkat pertumbuhan negeri adidaya tersebut.
Penurunan suku bunga acuan adalah apa yang diharapkan Donald Trump karena menurutnya suku bunga yang berlaku sekarang mengganggu laju pertumbuhan ekonomi AS. Bulan lalu, Trump sempat meminta The Fed menurunkan suku bunganya hingga 100 basis poin.
Skenario kedua akan mengarah pada perlambatan pertumbuhan ekonomi AS dan China masing-masing sekitar 0,2% dan 0,3%. Sedangkan laju ekonomi global akan berada di level 2,7%-2,9% di kuartal III-2019, selamat dari ambang batas resesi.
Terakhir adalah skema terburuk dimana tidak akan ada kesepakatan yang berhasil ditekan atau no deal. Alhasil baik AS maupun China akan menerapkan bea masuk sebesar 25% untuk semua produk impor asal negara masing-masing. China bahkan akan membatasi pembelian produk buatan AS oleh perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN).
Nah respon pemangku kebijakan Negeri Panda adalah menerapkan stimulus fiskal langsung ke perekonomian senilai 3,5% dari GDP atau dua kali lipat dari stimulus yang sedang diterapkan. Sedangkan The Fed akan memangkas suku bunga hingga nol persen hingga semester I tahun depan.
Akan tetapi, langkah yang diambil kedua negara tidak akan mampu mencegah resesi global yang bisa terjadi pada akhir tahun. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi dunia akan berada di bawah 2,5% yang merupakan ambang batas resesi.
TIM RISET CNBC INDONESIA (dwa/dwa)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular