
Melemah Lagi, IHSG Ukir Rekor Terlemah Baru
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 May 2019 16:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan pada Selasa ini (14/5/2019) dengan koreksi sebesar 1,05% ke level 6.071,2.
Pelemahan pada hari ini menandai koreksi kedua secara beruntun. Tak sampai di situ, terjerembabnya indeks pada hari ini juga sekaligus membuat IHSG mengukir rekor terlemah baru untuk tahun 2019.
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan melemah: indeks Nikkei turun 0,59%, indeks Shanghai juga turun 0,69%, indeks Hang Seng amblas 1,5%, dan indeks Straits Times turun 0,62%.
Perang dagang AS-China lagi-lagi menjadi faktor yang memicu aksi jual di bursa saham Benua Kuning.
Kemarin (13/5/2019), China mengumumkan balasannya atas pengenaan bea masuk tambahan yang dieksekusi AS menjelang akhir pekan. Seperti diketahui, pada hari Jumat (10/5/2019) AS resmi menaikkan bea masuk atas importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar, dari 10% menjadi 25%.
Kementerian Keuangan China mengumumkan bahwa bea masuk bagi importasi produk asal AS senilai US$ 60 miliar akan dinaikkan menjadi 20 dan 25%, dari yang sebelumnya berada di level 5% dan 10%. Barang-barang agrikultur menjadi sasaran dari pemerintah China.
Ketika berlaku pada tanggal 1 Juni, importir asal China akan membayar bea masuk yang lebih tinggi ketika mendatangkan produk agrikultur seperti kacang tanah, gula, gandum, ayam dan kalkun dari Negeri Paman Sam.
Dalam sebuah pernyataan, China menyebut bahwa bea masuk tambahan yang dieksekusi AS menjelang akhir pekan kemarin telah membahayakan kepentingan kedua negara serta tak sesuai dengan ekspektasi dari dunia internasional, seperti dilansir dari CNBC International.
AS pun dibuat gerah oleh langkah China tersebut. Kini, AS telah memulai proses yang diperlukan untuk mengenakan bea masuk bagi importasi produk China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak oleh perang dagang.
Kantor Perwakilan Dagang AS pada hari Senin diketahui sudah menerbitkan proposal yang diperlukan untuk mengeksekusi kenaikan bea masuk tersebut.
Dalam proposal tersebut, Kantor Perwakilan Dagang AS menjabarkan potensi pengenaan bea masuk hingga 25% bagi produk-produk impor China senilai kurang lebih US$ 300 miliar. Selanjutnya, akan digelar dengar pendapat pada tanggal 17 Juni yang kemudian akan diikuti oleh proses diskusi selama setidaknya seminggu.
Dengan balas-membalas bea masuk antara AS dan China yang sudah bertambah parah dan bisa menjadi semakin kronis ke depannya, perekonomian dunia dihadapkan pada sebuah tantangan yang begitu besar. Dalam kondisi seperti ini, tentu instrumen berisiko seperti saham bukanlah pilihan utama.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Secara sektoral, sektor jasa keuangan yang jatuh 1,38% menjadi sektor dengan kontribusi terbesar bagi koreksi IHSG.
Sektor jasa keuangan terkoreksi seiring dengan aksi jual yang menerpa saham-saham bank BUKU 4 atau bank dengan modal inti di atas Rp 30 triliun.
Harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 2,05%, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) amblas 1,43%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 1,22%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) juga turun 1%, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terkoreksi 0,59%.
Eskalasi perang dagang AS-China sangat mungkin menekan laju perekonomian Indonesia, mengingat AS dan China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Kala perekonomian tertekan, tentu penyaluran kredit juga tak akan maksimal dan menekan profitabilitas dari bank-bank di tanah air.
Selain itu, saham-saham bank besar di Tanah Air menjadi sasaran jual investor lantaran kinerja rupiah yang begitu memprihatinkan. Pasca sudah melemah sebesar 0,63% melawan dolar AS di pasar spot pada perdagangan kemarin, pada hari ini rupiah kembali melemah, yakni sebesar 0,1% ke level Rp 14.425/dolar AS.
Kala rupiah melemah secara signifikan, tentu ada kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) dari bank-bank besar akan terkerek naik dan menekan profitabilitas mereka.
Perang dagang AS-China yang kian panas membuat dolar AS selaku safe haven menjadi buruan investor.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>> Walaupun sudah membukukan jual bersih senilai Rp 3,04 triliun di pasar saham Tanah Air sepanjang pekan lalu ditambah jual bersih senilai Rp 694,6 miliar kemarin, investor asing nyatanya belum berhenti melego saham-saham di tanah air.
Pada perdagangan hari ini, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 998,8 miliar.
Pelemahan rupiah yang terus berlangsung membuat investor asing tak memiliki pilihan lain selain melakukan aksi jual. Ketika rupiah terus melemah, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs sehingga wajar jika aksi jual dilakukan di pasar saham tanah air.
Saham-saham yang banyak dilego investor asing pada hari ini di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 230,1 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 155,2 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 121,5 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 112,3 miliar), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 110 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Tren Hijau IHSG Tiap Desember
Pelemahan pada hari ini menandai koreksi kedua secara beruntun. Tak sampai di situ, terjerembabnya indeks pada hari ini juga sekaligus membuat IHSG mengukir rekor terlemah baru untuk tahun 2019.
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan melemah: indeks Nikkei turun 0,59%, indeks Shanghai juga turun 0,69%, indeks Hang Seng amblas 1,5%, dan indeks Straits Times turun 0,62%.
Kemarin (13/5/2019), China mengumumkan balasannya atas pengenaan bea masuk tambahan yang dieksekusi AS menjelang akhir pekan. Seperti diketahui, pada hari Jumat (10/5/2019) AS resmi menaikkan bea masuk atas importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar, dari 10% menjadi 25%.
![]() |
Kementerian Keuangan China mengumumkan bahwa bea masuk bagi importasi produk asal AS senilai US$ 60 miliar akan dinaikkan menjadi 20 dan 25%, dari yang sebelumnya berada di level 5% dan 10%. Barang-barang agrikultur menjadi sasaran dari pemerintah China.
Ketika berlaku pada tanggal 1 Juni, importir asal China akan membayar bea masuk yang lebih tinggi ketika mendatangkan produk agrikultur seperti kacang tanah, gula, gandum, ayam dan kalkun dari Negeri Paman Sam.
Dalam sebuah pernyataan, China menyebut bahwa bea masuk tambahan yang dieksekusi AS menjelang akhir pekan kemarin telah membahayakan kepentingan kedua negara serta tak sesuai dengan ekspektasi dari dunia internasional, seperti dilansir dari CNBC International.
AS pun dibuat gerah oleh langkah China tersebut. Kini, AS telah memulai proses yang diperlukan untuk mengenakan bea masuk bagi importasi produk China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak oleh perang dagang.
Kantor Perwakilan Dagang AS pada hari Senin diketahui sudah menerbitkan proposal yang diperlukan untuk mengeksekusi kenaikan bea masuk tersebut.
Dalam proposal tersebut, Kantor Perwakilan Dagang AS menjabarkan potensi pengenaan bea masuk hingga 25% bagi produk-produk impor China senilai kurang lebih US$ 300 miliar. Selanjutnya, akan digelar dengar pendapat pada tanggal 17 Juni yang kemudian akan diikuti oleh proses diskusi selama setidaknya seminggu.
Dengan balas-membalas bea masuk antara AS dan China yang sudah bertambah parah dan bisa menjadi semakin kronis ke depannya, perekonomian dunia dihadapkan pada sebuah tantangan yang begitu besar. Dalam kondisi seperti ini, tentu instrumen berisiko seperti saham bukanlah pilihan utama.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Secara sektoral, sektor jasa keuangan yang jatuh 1,38% menjadi sektor dengan kontribusi terbesar bagi koreksi IHSG.
Sektor jasa keuangan terkoreksi seiring dengan aksi jual yang menerpa saham-saham bank BUKU 4 atau bank dengan modal inti di atas Rp 30 triliun.
Harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 2,05%, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) amblas 1,43%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 1,22%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) juga turun 1%, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terkoreksi 0,59%.
Eskalasi perang dagang AS-China sangat mungkin menekan laju perekonomian Indonesia, mengingat AS dan China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Kala perekonomian tertekan, tentu penyaluran kredit juga tak akan maksimal dan menekan profitabilitas dari bank-bank di tanah air.
Selain itu, saham-saham bank besar di Tanah Air menjadi sasaran jual investor lantaran kinerja rupiah yang begitu memprihatinkan. Pasca sudah melemah sebesar 0,63% melawan dolar AS di pasar spot pada perdagangan kemarin, pada hari ini rupiah kembali melemah, yakni sebesar 0,1% ke level Rp 14.425/dolar AS.
Kala rupiah melemah secara signifikan, tentu ada kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) dari bank-bank besar akan terkerek naik dan menekan profitabilitas mereka.
Perang dagang AS-China yang kian panas membuat dolar AS selaku safe haven menjadi buruan investor.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>> Walaupun sudah membukukan jual bersih senilai Rp 3,04 triliun di pasar saham Tanah Air sepanjang pekan lalu ditambah jual bersih senilai Rp 694,6 miliar kemarin, investor asing nyatanya belum berhenti melego saham-saham di tanah air.
Pada perdagangan hari ini, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 998,8 miliar.
Pelemahan rupiah yang terus berlangsung membuat investor asing tak memiliki pilihan lain selain melakukan aksi jual. Ketika rupiah terus melemah, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs sehingga wajar jika aksi jual dilakukan di pasar saham tanah air.
Saham-saham yang banyak dilego investor asing pada hari ini di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 230,1 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 155,2 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 121,5 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 112,3 miliar), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 110 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Tren Hijau IHSG Tiap Desember
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular