Andai Tak Ada Yen, Rupiah Jadi yang Paling Lemah Hari Ini

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
14 May 2019 13:06
Andai Tak Ada Yen, Rupiah Jadi yang Paling Lemah Hari Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar mata uang Indonesia, rupiah harus kembali tersungkur di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Pada perdagangan pasar spot hari Selasa (14/5/2019) hingga pukul 12:00 WIB, kurs rupiah melemah hingga 35 poin atau 24% menjadi sebesar Rp 14.450/US$.

Padahal pada pembukaan pasar, rupiah stagnan alias tidak bergerak dibanding posisi penutupan perdagangan kemarin (13/4/2019). Namun seiring berjalannya waktu, pelemahan rupiah semakin dalam.

Parahnya lagi, hari ini sebenarnya sebagian besar mata uang utama di Benua Kuning bisa menguat terhadap dolar AS.


Tercatat hanya rupiah, yen Jepang, dan ringgit Malaysia saja yang melemah hari ini. Bahkan rupiah jadi yang paling lemah kedua di Asia hari ini, hanya lebih baik dari yen yang melemah sebesar 0,26%.



Tampaknya investor hari ini sudah bisa sedikit move on dari sentimen perang dagang yang memuncak kemarin.

Setelah pada hari Jumat (10/5/2019) pemerintah AS resmi memberlakukan tarif sebesar 25% terhadap produk asal China senilai US$ 200 miliar, China pun membalas dengan langkah yang identik.

Hari Senin (13/5/2019) China mengumumkan kenaikan tarif untuk produk-produk AS senilai US$ 60 miliar yang akan mulai berlaku bulan Juni mendatang. Sebanyak 5.140 jenis produk akan mengalami kenaikan tarif impor bervariasi, mulai dari 5% hingga 25% mulai 1 Juni 2019, berdasarkan keterangan Menteri Keuangan China, mengutip Reuters.

Barang-barang agrikultur menjadi barang-barang sasaran utama China, mengingat komoditas tersebut yang menyokong elektabilitas Presiden AS Donald Trump dalam pemilu 2020 mendatang.

Selain itu China membebankan bea impor pada barang yang nilainya jauh lebih kecil daripada yang dibebankan AS. Itu terjadi karena China juga nyatanya mengimpor barang dari AS dalam jumlah yang relatif lebih sedikit.

Pelaku pasar juga sempat dibuat makin pusing kala karena Trump pernah mengatakan bahwa produk-produk lain asal China yang senilai US$ 325 miliar juga akan dikenakan bea impor sebesar 25%. Asalnya produk-produk tersebut bahkan tidak memiliki bea impor sama sekali.

Namun belakangan, Trump mengatakan dirinya belum mengambil keputusan terkait hal tersebut.

"Kami memiliki hak untuk mengenakan (bea masuk terhadap) US$ 325 miliar lainnya (produk impor asal China) sebesar 25%," kata Trump sebelum kemudian menambahkan "Saya belum membuat keputusan tersebut."

Selain itu masih ada kemungkinan pertemuan antara Trump dan Presiden China, Xi Jinping di sela-sela konferensi negara G20 Juni mendatang.
"Perundingan akan berlanjut," kata penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow, dilansir dari CNBC International. "Saya akan mengatakan ini: Ada pertemuan G20 di Jepang akhir Juni mendatang dan peluang bahwa Presiden Trump dan Presiden Xi akan bertemu di pertemuan itu cukup baik."

Artinya untuk saat ini, setidaknya intensitas perang dagang tidak akan meningkat.

BERLANJUT KE HALAMAN 2
Beban rupiah hari ini juga disumbangkan oleh data neraca perdagangan internasional (ekspor-impor) Indonesia yang akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) hari Rabu (16/5/2019) besok.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor akan terkontraksi hingga 6,2% year-on-year (YoY). Sementara impor diramal akan turun 11,36% YoY dan menghasilkan defisit neraca perdagangan sebesar US$ 497 juta.

Senada, konsensus yang dihimpun Reuters juga memprediksi angka defisit neraca perdagangan Indonesia bulan April 2019 mencapai US$ 500 juta.

Lagi-lagi harga komoditas akan berpengaruh besar terhadap kinerja perdagangan luar negeri Indonesia.


"Kami memperkirakan ekspor Indonesia akan turun pada April. Penurunan ini disebabkan oleh koreksi harga komoditas ekspor dan perlambatan ekonomi global," sebut Juniman, Kepala Ekonom Maybank Indonesia.

Bila benar defisit kembali terjadi, maka neraca perdagangan Indonesia akan semakin tekor. Pasalnya sepanjang kuartal I-2019 (Januari-Maret), Indonesia sudah berhasil meraih defisit sebesar US$ 190 juta.

Sebagai informasi, sepanjang tahun 2018, defisit neraca perdagangan Indonesia mencapai US$ 8,5 miliar dan merupakan yang terparah sepanjang sejarah.

Bila defisit neraca dagang membengkak, maka juga akan semakin membebani transaksi berjalan (current account) Indonesia. Itu karena perdagangan barang memiliki porsi yang besar terhadap neraca transaksi berjalan.

Pada kuartal I-2019 saja, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sudah sebesar US$ 6,9 miliar atau setara 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka CAD tersebut juga tercatat semakin dalam dibandingkan kuartal I-2018 hanya US$ 5,19 miliar atau 2,01% PDB.

Kala CAD makin membengkak, artinya Indonesia akan kekurangan aliran dana yang dapat bertahan lama. Rupiah pun menjadi rentan terkoreksi akibat tekanan mata uang lain.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(taa) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular