
Perang Dagang hingga Data Ekonomi Rontokkan Bursa Saham Asia
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 May 2019 18:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia babak belur pada akhir perdagangan hari ini, Senin (13/5/2019): indeks Nikkei jatuh 0,72%, indeks Shanghai melemah 1,21%, indeks Straits Times ambruk 1,2%, dan indeks Kospi terpangkas 1,38%. Sementara itu, perdagangan di bursa saham Hong Kong diliburkan seiring dengan peringatan hari kelahiran Buddha.
Negosiasi dagang AS-China yang tak berbuah manis membuat saham-saham di Benua Kuning dilego investor. Sebagai informasi, pada hari Kamis dan Jumat pekan lalu (9-10 Mei) delegasi China menyambangi delegasi AS di Washington untuk mencoba mengakhiri perang dagang yang sudah berlangsung nyaris 1 tahun.
Dalam negosiasi kali ini, delegasi AS dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.
Kedua negara kemudian mengakhiri negosiasi selama 2 hari tersebut tanpa menandatangani kesepakatan dagang. Liu He menyebut bahwa ada 3 perbedaan mendasar yang membuat kesepakatan dagang belum bisa diteken.
Seperti dilansir dari Reuters, salah satu perbedaan yang dimaksud adalah terkait dengan pengenaan bea masuk. China berpendapat bahwa jika kedua belah pihak ingin meneken kesepakatan, maka seluruh bea masuk harus dihapuskan.
Perbedaan kedua adalah terkait dengan volume pembelian barang-barang AS oleh China, sementara yang ketiga adalah terkait dengan bahasa yang akan digunakan dalam teks kesepakatan dagang kedua negara.
"Setiap negara memiliki martabatnya sendiri, jadi teksnya harus berimbang," papar Liu He, dilansir dari Reuters.
Bukannya mendingin, perang dagang kedua negara bahkan menjadi memanas. Pasalnya di tengah-tengah negosiasi yang digelar, AS juga secara resmi menaikkan bea masuk atas importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar, dari 10% menjadi 25%.
Lebih lanjut, Trump diketahui sudah memerintahkan Lighthizer untuk memulai proses guna mengenakan bea masuk senilai 25% bagi produk impor asal China senilai US$ 325 miliar yang hingga kini belum terdampak oleh perang dagang.
Pihak Beijing pun tak tinggal diam. Dalam sebuah rekaman video, Liu He mengatakan kepada beberapa reporter asal China bahwa pihaknya secara tegas menolak kenaikan bea masuk yang dieksekusi AS menjelang akhir pekan kemarin dan pihaknya tak punya pilihan lain selain membalas, dilansir dari Reuters.
Selain karena eskalasi perang dagang AS-China, bursa saham Asia juga jatuh seiring dengan rilis data ekonomi yang mengecewakan. Pada hari ini, penjualan mobil di China periode April 2019 diumumkan terkontraksi sebesar 14,6% secara tahunan, jauh lebih buruk dibandingkan kontraksi bulan Maret yang sebesar 5,2% saja. Kontraksi pada bulan April menandai yang ke-10 secara beruntun.
Sebelum perang dagang memanas saja, perekonomian China sudah berada dalam tekanan yang begitu besar. Dengan perang dagang yang kini telah tereskalasi, tantangan yang dihadapi oleh perekonomian China dipastikan bertambah besar.
Jika perekonomian China tertekan, negara-negara lain selaku mitra dagangnya juga akan merasakan tekanan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/prm) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?
Negosiasi dagang AS-China yang tak berbuah manis membuat saham-saham di Benua Kuning dilego investor. Sebagai informasi, pada hari Kamis dan Jumat pekan lalu (9-10 Mei) delegasi China menyambangi delegasi AS di Washington untuk mencoba mengakhiri perang dagang yang sudah berlangsung nyaris 1 tahun.
Dalam negosiasi kali ini, delegasi AS dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.
Seperti dilansir dari Reuters, salah satu perbedaan yang dimaksud adalah terkait dengan pengenaan bea masuk. China berpendapat bahwa jika kedua belah pihak ingin meneken kesepakatan, maka seluruh bea masuk harus dihapuskan.
Perbedaan kedua adalah terkait dengan volume pembelian barang-barang AS oleh China, sementara yang ketiga adalah terkait dengan bahasa yang akan digunakan dalam teks kesepakatan dagang kedua negara.
"Setiap negara memiliki martabatnya sendiri, jadi teksnya harus berimbang," papar Liu He, dilansir dari Reuters.
Bukannya mendingin, perang dagang kedua negara bahkan menjadi memanas. Pasalnya di tengah-tengah negosiasi yang digelar, AS juga secara resmi menaikkan bea masuk atas importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar, dari 10% menjadi 25%.
Lebih lanjut, Trump diketahui sudah memerintahkan Lighthizer untuk memulai proses guna mengenakan bea masuk senilai 25% bagi produk impor asal China senilai US$ 325 miliar yang hingga kini belum terdampak oleh perang dagang.
Pihak Beijing pun tak tinggal diam. Dalam sebuah rekaman video, Liu He mengatakan kepada beberapa reporter asal China bahwa pihaknya secara tegas menolak kenaikan bea masuk yang dieksekusi AS menjelang akhir pekan kemarin dan pihaknya tak punya pilihan lain selain membalas, dilansir dari Reuters.
Selain karena eskalasi perang dagang AS-China, bursa saham Asia juga jatuh seiring dengan rilis data ekonomi yang mengecewakan. Pada hari ini, penjualan mobil di China periode April 2019 diumumkan terkontraksi sebesar 14,6% secara tahunan, jauh lebih buruk dibandingkan kontraksi bulan Maret yang sebesar 5,2% saja. Kontraksi pada bulan April menandai yang ke-10 secara beruntun.
Sebelum perang dagang memanas saja, perekonomian China sudah berada dalam tekanan yang begitu besar. Dengan perang dagang yang kini telah tereskalasi, tantangan yang dihadapi oleh perekonomian China dipastikan bertambah besar.
Jika perekonomian China tertekan, negara-negara lain selaku mitra dagangnya juga akan merasakan tekanan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/prm) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular